JAKARTA, SULBAREXPRESS – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang tersangka kasus korupsi yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.
Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen PLN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana.
Mengenai hal tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan bahwa pihaknya mendukung proses hukum yang dilakukan Kejagung terkait dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan ekspor minyak goreng.
“Kementerian Perdagangan mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini. Kementerian Perdagangan juga siap untuk selalu memberikan informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum,” tegas Lutfi di Jakarta, Selasa 19 April 2022.
Dalam menjalankan fungsinya, ia selalu menekankan jajarannya agar memberikan pelayanan perizinan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan. Oleh karenanya, penetapan tersangka ini didukung, sebab yang bersangkutan telah menyalahgunakan wewenang.
“Saya telah menginstruksikan jajaran Kemendag untuk membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung karena tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang menimbulkan kerugian negara dan berdampak terhadap perekonomian nasional serta merugikan masyarakat,” tandas dia.
Sebagai informasi, tiga tersangka lainnya berasal dari pihak swasta. Mereka adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia inisial MPT, dan General Manager PT Musim Mas dengan inisial PT.
“Ketiga tersangka tersebut telah berkomunikasi secara intens dengan tersangka IWW sehingga Permata Hijau Grup, PT Wilmar Nabati, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas untuk mendapatkan persetujuan ekpsor,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Selasa 19 April 2022.
“Padahal perusahaan-perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO dan RBD palm oil yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO (domestic price obligation, red),” kata dia. (jpg)