Derita TKW di Irak, Dua Hari Disekap di Ruang Bawah Tanah, Hanya Diberi Makan Sekali

  • Bagikan

JAKARTA, SULBAREXPRESS — Ameera (Disamarkan, red) merupakan salah seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Irak. Wanita asal Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) ini tak menyangka impiannya memperoleh pundi uang di negeri orang, tak sesuai dengan kenyataan yang dialaminya. Ia ingin kembali ke Tanah Air.

Lantas bagaimana kondisi Ameera di Irak saat ini? Dari balik percakapan panggilan video di ponsel, lirikan mata Ameera terlihat mengamati suasana di sekitarnya. Sesekali, suaranya dikecilkan. Wajahnya diliputi kekhawatiran.

Ia berangkat ke Irak pada Agustus 2021 lalu. Awalnya, ia dijanjikan bekerja di Arab Saudi dan Turki. Hanya saja, perekrutnya menyalurkannya untuk bekerja di Irak. “Karena cuma di sini (Irak, red) yang buka,” bebernya saat menghubungi fajar.co.id (grup sulbarexpress.co.id) via ponsel, Selasa 10 Mei 2022.

Ameera mengaku akan digaji $400, namun kenyataannya berbeda. “Ternyata sampai di sini digaji $300,”rincinya.

Selama bekerja di Irak, Ameera mengaku sudah tiga kali pindah majikan. Sebagai pembantu rumah tangga, beban pekerjaannya begitu berat. Bahkan, selama dua bulan ia pernah bekerja hingga pukul 3 subuh.

Wanita berusia 28 tahun ini mengaku sudah dipulangkan oleh majikannya yang telah membayar $6.000 ke perusahan penyalurnya.

Idealnya, kata dia, kontrak kerjanya sudah berakhir. Namun, perusahaan penyalur Tourist Company kembali menempatkannya bekerja di majikan baru. “Seharusnya kontrak saya berakhir dan bisa kembali ke Indonesia,” jelasnya.

Ameera memutuskan berhenti bekerja dan kembali ke kantor perusahan penyalurnya. Penderitaannya belum berakhir, kini ia tinggal di kamar penampungan. Awalnya, di ruangan hanya tinggal sendiri dan makan hanya sekali sehari.

Kemudian, dipindahkan ke kamar lainnya yang luasnya 3×4 meter yang juga dilengkapi dapur dan toilet di dalamnya. Satu kamar ditempati dua hingga tujuh orang.

“Dan di office (Perusahan penyalur, red) tiga handphone saya disita. Dan dikunci di dalam ruangan,” bebernya.

Dia memutuskan angkat bicara dengan kondisi yang dialami. Ia takut, handphone-nya kembali disita. “Saya masih ada mobile (handphone,red), takutnya kalau sudah tidak ada, malah tertahan bertahun-tahun di sini (Irak, red),” urainya.

Ameera menceritakan, kurang lebih dua bulan lalu sejumlah rekannya berusaha kabur dari penampungan agensi atau perusahan penyalur ke KBRI atau KJRI di Erbil.

Mereka yang kabur janjian bertemu dengan pihak KBRI di Slemani. Setelah bertemu, bukannya membawa mereka ke KJRI di Erbil, oknum pihak KBRI berinisial AR dan AM malah membawa mereka ke kantor agensi di Slemani. Ia menduga, ada kerja sama dengan agensi tempatnya bekerja dengan oknum pihak KBRI.

Ameera mengaku, kendati ia tak ikut kabur, namun ia dan rekan-rekannya disekap di ruangan bawah tanah selama dua hari dan hanya diberi makan satu kali mi instan. “Karena berontak, handpone aku disita. Terus ditaruh di bawah tanah selama dua hari tanpa kamar mandi dan dikasih makan Indomie satu kali, “urainya. (fnn)

  • Bagikan