JAKARTA, SULBAREXPRESS – Rapat konsinyasi tertutup yang dilakukan penyelenggara pemilu bersama DPR dan pemerintah berjalan cukup efektif. Sejumlah persoalan yang sebelumnya mengemuka mulai mencapai kesepakatan. Salah satunya terkait anggaran pemilu.
Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, dalam rapat konsinyasi, masing-masing pihak sudah menyampaikan kesepakatan untuk menetapkan anggaran pemilu di angka Rp 76 triliun. Angka tersebut sesuai dengan rasionalisasi yang dilakukan KPU setelah pada awal-awal sempat mengusulkan Rp 86 triliun. “Insya Allah disetujui sebesar Rp 76 triliun,” ujarnya tadi malam.
Dana tersebut, lanjut dia, akan dialokasikan dengan sistem multiyear. Yakni, dicicil sesuai kebutuhan setiap tahun melalui APBN 2022, 2023, dan 2024.
Selain anggaran, rapat menyepakati durasi kampanye. Kecenderungannya, lanjut Rifqi, lama masa kampanye akan mengerucut ke 75 hari. Durasi tersebut jauh lebih rendah daripada usulan KPU yang sebelumnya mengajukan 120 hari.
Penurunan durasi masa kampanye, lanjut Rifqi, juga diikuti dengan perubahan mekanisme pengaturan pengadaan barang, jasa, dan logistik. Targetnya, pengadaan logistik bisa diproses secara lebih efektif, simpel, tapi tetap menjaga akuntabilitas.
“Dengan misalnya menggunakan katalog elektronik dan penyebaran pencetakan beberapa tempat di Indonesia,” imbuhnya.
Selama ini durasi kampanye didesain lama karena pada saat bersamaan space waktunya juga digunakan untuk persiapan logistik. Nah, dengan pengadaan yang didesain lebih simpel, durasi kampanye bisa ditekan.
“Sehingga penyebaran distribusi sebangun dengan masa kampanye yang tidak terlalu lama,” tuturnya.
Selain penyederhanaan pengadaan, instrumen lain yang disepakati untuk memangkas durasi kampanye adalah adanya kodifikasi hukum acara pemilu. Dengan begitu, sengketa pencalonan bisa lebih cepat dan daftar calon yang dibutuhkan untuk produksi surat suara juga lebih cepat didapat.
“(Kodifikasi) melibatkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,” kata politikus PDIP tersebut.
Nanti ada produk hukum yang dapat memangkas masa persidangan. Meski demikian, Rifqi menyebut kesepakatan itu baru sebatas rapat informal. Namun, kepastiannya masih menunggu rapat resmi di Komisi II DPR.
“Keputusan resminya akan diambil melalui rapat dengar pendapat,” tandasnya. (jp)