“Dengan terwujudnya data presisi, nantinya kita akan ubah Indonesia melalui Sulbar,” begitu pernyataan penuh semangat dilontarkan Penjabat Gubernur Sulbar Akmal Malik.
Catatan:
M Danial
(jurnalis)
Lima hari setelah dilantik sebagai Penjabat Gubernur Sulbar, Dr. Akmal Malik tiba di Mamuju, Rabu 18 Mei. Hari pertama langsung tancap gas. Mengawali tugas dengan road show menemui para petinggi Sulbar yang tergabung dalam Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah). Bertemu pimpinan DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kepolisian Daerah, dan Komandan Korem 142 Taroada Tarogau. ia road show menemui Forkopimda (Forum Kominukasi Pimpinan Daerah) Sulbar.
Banyak pernyataan menarik dilontarkan Akmal Malik. Menggambarkan semangat pria yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu untuk menjadikan Sulbar makin maju. Agar semua pemangku kepentingan dapat berperan untuk kebaikan dan kemajuan Sulbar ke depan. Berperan sesuai tugas dan fungsi masing-maling dalam semangat kebersamaan. Keberhasilan bisa dicapai dengan kebersamaan. Kolaborasi yang tertata baik. Tidak ada keberhasilan bisa dicapai karena kerja sendiri.
Mendorong data desa presisi, salah satu pernyataan menarik yang dikemukakan. Salah satu pejabat penting Kemendagri itu berkomitmen mendorong terwujudnya data desa presisi. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan pembangunan daerah dan desa, peningkatan pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat.
Ia menegaskan pentingnya tata kelola penyelenggaraan otonomi daerah berbasis data presisi. Untuk tersedianya basis data perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pemantauan, dan evaluasi kebijakan pembangunan daerah.
“Dengan terwujudnya data presisi, nantinya kita akan ubah Indonesia melalui Sulbar,” kata Akmal Malik. Hal itu dikemukakan di hadapan ratusan Bhabinkamtibmas (Bhayangka Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat) se-jajaran Polda Sulbar. Pada hari kedua bertugas di Sulbar, ia menghadiri rapat koordinasi Bhabinkamtibmas jajaran Polda Sulbar, Kamis 19 Mei.
Kata presisi relatif belum banyak diketahui oleh banyak orang. Bukan suku kata baru, tapi belum banyak diketahui pengertiannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata presisi adalah ketepatan, ketelitian.
Berdasarkan pengertian itu, mewujudkan data desa presisi yang digaungkan Penjabat Gubernur Sulbar selayaknya direspon dengan semangat yang disertai keseriusan soal pendataan yang baik. Komitmen yang disertai konsistensi melakukan perbaikan dan pengelolaan data desa dengan ketelitian dan ketepatan. Untuk mewujudkan basis data perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan (pembangunan).
Sangat sering diberitakan media, berbagai program bantuan untuk meringankan kesulitan masyarakat, bermasalah karena data. Bantuan tidak tepat sasaran. Warga yang mampu menerima bantuan karena namanya tercantum dalam data. Sebaliknya, yang layak menerima bantuan terpaksa gigit jari.
Hanya bisa melongo menyaksikan tetangga atau warga lain menerima bantuan karena ia kerabat aparat atau petugas pendataan. Tidak sedikit warga yang nasibnya tidak beruntung, kehilangan peluang menerima bantuan lantaran persoalan administrasi kependudukan yang tidak beres. Entah siapa yang salah.
Dilansir dari korantempo.co (23/1/2001), data desa presisi merupakan sebuah inovasi untuk membantu mengakhiri polemik soal data dan menjadikan pembangunan desa tepat sasaran.
Adalah Dr. Sofyan Syaf, seorang Peneliti sekaligus Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University, menyatakan keprihatinan tentang ketidakakuratan data desa yang selalu menjadi permasalahan. Tidak hanya berpengaruh untuk menghasilkan perencanaan yang baik. Lebih dari itu, menyebabkan gagalnya kebijakan pembangunan.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit menggaungkan juga Presisi sebagai prinsip pelayanan kepolisian kepada masyarakat. Presisi versi Polri, merupakan akronim prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Merupakan strategi umum bagi seluruh kepolisian di semua level untuk menjawab segala bentuk kritik publik dengan mengutamakan cara yang humanis.
Mewujudkan data desa presisi telah dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar beberapa tahun lalu. Dilakukan pendataan dengan fokus anak putus sekolah melalui program yang dinamai Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat. Tujuannya, untuk memastikan anak yang bersekolah dan tidak bersekolah.
Supaya anak putus sekolah kembali bersekolah. Program tersebut, digelar Pemkab Polman bekerjasama Univef. Program pendataan yang dilakukan berbasiskan sensus dengan mendatangi setiap rumah dalam kategori kepala keluarga. Jika dalam satu rumah terdapat lebih dari satu keluarga, maka didata secara terpisah.
Pendataan dilakukan secara partisipatif. Selain oleh petugas yang diberi pelatihan khusus, termasuk metode komunikasi dengan masyarakat yang heterigen, melibatkan masyarakat setempat untuk memastikan kondisi tetangganya. Walau saat itu teknologi informasi belum secanggih sekarang, pendataan terlaksana dengan lancar dan direspon hangat oleh masyarakat.
Dengan SIPBM, dihasilkan kejelasan 2.300-an anak usia sekolah yang putus sekolah. Prosesi formal pengembalian ke sekolah 2.316 anak tergolong cukup besar dan mendapat rekor MURI. Program tersebut direplikasi ke berbagai daerah lain di Indonesia, seperti Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, Kabupaten Brebes, Jawa Timur, dan beberapa kabupaten di Provinsi Aceh. Bagaimana data anak putus sekolah di kabupaten Polman sekarang, semoga tetap terpelihara dan menjadi acuan untuk pemenuhan hak pendidikan anak di daerah tersebut.
Sebagai warga Sulbar, saya berharap semangat mengenai data desa presisi untuk berbagai program pembangunan yang digaungkan Penjabat Gubernur Akmal Malik menjadi kenyataan. Dari Sulbar untuk Indonesia. (*)