JAKARTA, SULBAREXPRESS – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya pekerjaan rumah untuk menyosialisasikan secara masif kebijakan peraturan nama dalam pencatatan dokumen kependudukan.
Karena itu, jajaran dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dispendukcapil) diinstruksikan untuk menyampaikan aturan baru tersebut kepada masyarakat.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya sudah menyosialisasikan permendagri ke jajaran dinas dalam beberapa pekan terakhir.
Bukan hanya sosialisasi, Zudan juga meminta dinas melakukan pembinaan kepada penduduk mengenai prinsip, persyaratan, dan tata cara pencatatan nama. ”Pembinaan yang dimaksud dilakukan untuk memberikan saran, edukasi, dan informasi guna pelindungan kepada anak sedini mungkin,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan, pemberian nama yang tak wajar perlu diatur. Nama terlalu panjang, misalnya. Masyarakat perlu diedukasi soal potensi kerugian kepada sang anak. ”Sebagai contoh, panjang nama di e-KTP akan jatuh ke baris kedua dan terpotong,” terangnya.
Demikian juga nama yang bermakna negatif atau mengandung kesusilaan, menurut Zudan, akan menjadi beban perkembangan anak. ”Seumur hidup, bahkan sampai dia berketurunan, karena nama diberikan hanya sekali,” jelasnya. Karena itu, dinas di daerah perlu mengedukasi masyarakat.
Terkait dengan nama minimal dua kata yang banyak dipertanyakan, Zudan menyebutkan bahwa khusus ketentuan itu bersifat imbauan. “Jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh,” tegasnya. Namun, berbeda halnya dengan pembatasan 60 huruf yang wajib dipenuhi.
Dia beralasan, ketentuan dua kata diambil untuk menyelaraskan dengan pelayanan publik lainnya. Misalnya, kebutuhan masyarakat ke luar negeri yang mengharuskan nama dalam paspor minimal dua kata.
Soal ketentuan nama tidak multitafsir yang dianggap subjektif, Zudan sudah mempertimbangkannya. Dia menyatakan, setiap kelompok masyarakat memang memiliki ukuran kepantasan masing-masing. Namun, dia yakin ada standar umum terhadap kata yang sesuai dengan kepantasan, kesusilaan, dan kesopanan. ”Bila petugas ada keraguan (menilai kepantasan), bisa konsultasi ke para ahli atau ke dukcapil pusat,” tegasnya. (jp)