JAKARTA, SULBAREXPRESS – Menyusul pembukaan ekspor minyak goreng dan bahan baku turunan CPO, pemerintah mencabut subsidi minyak goreng (migor) curah. Kebijakan itu berlaku sejak 31 Mei 2022.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menyampaikan, keputusan tersebut diambil setelah dua aturan baru terkait dengan tindak lanjut pembukaan ekspor migor dan bahan baku turunannya diterbitkan.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO) yang terbit pada 23 Mei 2022.
Aturan kedua, Permendag Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah pada Kebijakan Sistem Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang akan terbit.
“Menunggu (aturan, Red) ditandatangani menteri perindustrian untuk perubahan ketiga mengenai determinasi program penyediaan minyak goreng curah dalam kerangka pendanaan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) atau migor bersubsidi,” ujar Putu Selasa 24 Mei 2022.
Pemerintah menerapkan program subsidi sejak Maret. Tujuannya, harga migor curah sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram (kg).
Putu mengklaim program itu berhasil menekan harga migor di lapangan. Produsen diwajibkan menyetorkan migor ke pasar dan dikonsumsi masyarakat. “Ini penugasan wajib bagi produsen untuk berpartisipasi di dalamnya. Sampai 31 Mei ini, program berbasis subsidi dihentikan,” tegasnya.
Setelah tanggal tersebut, lanjut dia, kebijakan migor dikembalikan ke Kementerian Perdagangan.
Pada kesempatan lain, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) di tanah air masih murah. Di Singapura, BBM dijual Rp 32.000 per liter, Jerman Rp 31.000 per liter, dan Thailand Rp 20.000 per liter. “Kita, pertalite masih Rp 7.650 dan pertamax Rp 12.500. Yang lainnya sudah jauh sekali,” ungkapnya.
Dia meminta kementerian dan pemerintah daerah memiliki pandangan yang sama. Menurut presiden, sangat berat jika pemerintah harus terus memberi subsidi. “Kita tahan terus, tapi subsidi ini membesar. Kapan kita bisa menahan seperti ini?” tegasnya.
Dampak lonjakan harga komoditas energi imbas konflik Rusia-Ukraina, pemeritah telah menambah subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun serta listrik Rp 3,1 triliun. Juga menanggung kompensasi listrik dengan alokasi anggaran Rp 21,4 triliun. Secara keseluruhan, kompensasi energi melambung menjadi Rp 234,6 triliun dari Rp 18,5 triliun. (jp)