PENIKMAT bola khususnya di Sulbar mungkin bertanya-tanya siapa sebenarnya pria yang kerap memakai jas hitam dan sering hadir dalam setiap pertandingan yang digelar baik itu turnamen resmi PSSI seperti Liga 3, Suratin Cup, Popda, Porda, ataupun turnamen antar kampung yang lazim disebut tarkam.
Oleh:
Yudi Sudirman
(Pengamat/Pemerhati Sepakbola)
Saya mencoba melakukan upaya pendalaman kepada sang pengawas pertandingan (PP) di sela-sela istirahatnya sore itu, dalam memonitoring dua kesebelasan yang sedang bertandingan di turnamen Afraz Cup 2022 di Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene.
Namanya Imsyar ismail. Pria kelahiran Tapalang, Kabupaten Mamuju, 14 November 1974 ini, awalnya adalah pemain sepakbola di salah satu klub yang ada di Kecamatan Tapalang.
Menonjol di klubnya, akhirnya terpilih mengisi skuad Persimaju Mamuju. Karirnya sebagai pemain hanya sampai di klub kebanggaan masyarakat Bumi Manakarra tersebut. Usai menyatakan gantung sepatu ia mencoba beralih menjadi pelatih dengan mengikuti kursus lisensi D.
Kiprahnya sebagai pelatih cukup bagus dengan membawa Gastap Tapalang juara di Turnamen Bupati Cup 2005 yang dilaksanakan di Kabupaten Mamuju. Usai membawa Gastap juara, ia dipanggil untuk menukangi Taeso Putra, klub yang berada di Kecamatan Tapalang Barat
itu pun menjadi kampiun di salah satu turnamen yang dihelat di Kecamatan Tapalang.
Dengan prestasi tersebut, Taeso Putra mendapat undangan untuk ikut Pra Piala Habibie yang berlangsung di Stadion S. Mengga Polewali Mandar (Polman). Sayangnya anak asuhnya tidak lolos untuk mengikuti Habibie Cup yang merupakan turnamen sepakbola paling bergengsi di Pulau Sulawesi yang didedikasikan untuk mendiang BJ.Habibie mantan Presiden Reublk Indonesia ke-3.
Melihat kemajuan sepakbola semakin modern, bapak tiga anak ini mencoba banting setir menjadi pengadil lapangan dengan kembali mengikuti kursus wasit Lisensi Dasar C3, kemudian C2 dan sempat mengikuti kursus C1 Nasional di Bangka Belitung. Namun fisiknya sudah tidak mendukung untuk menjadi seorang wasit berpredikat C1 Nasional.
Sebagai wasit, ia terbilang bagus dengan beberapa kali memimpin kompetisi resmi PSSI seperti Liga 3, Suratin Cup, yang diselenggarakan di wilayah Sulbar.
Kiprahnya menjadi wasit pun menyita perhatian dari pengurus Asprov PSSI Sulbar, karena dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi Pengawas Pertandingan (PP). Ia pun direkomendasikan untuk menjadi PP dengan mengikuti kursus PP Nasional di Yogjakarta setelah sebelumnya memperoleh PP Daerah di Makassar.
Pengawas pertandingan memiliki tugas mengecek kelengkapan administrasi dan menentukan berlangsung atau tidaknya suatu laga. Dia merupakan delegasi tertinggi federasi (PSSI) yang diutus untuk memantau dan melaporkan jalannya pertandingan.
Imsyar Ismail merupakan Pengawas Pertandingan berlisensi Nasional yang pertama dimiliki oleh Provinsi Sulbar.
Usai mengikuti kursus PP Nasional ia langsung menjalani debutnya menjadi PP Liga 3 Sulbar tahun 2017 dan selanjutnya semua turnamen resmi yang digelar PSSI di wilayah Sulbar hingga hari ini.
Di tahun 2019 ia mendapat panggilan untuk mengikuti pembekalan/penyegaran menjelang bergulirnya Liga 1 dan Liga 2 musim kompetisi 2019/2020. Sayangnya kompetisi pada saat itu mengalami pembatalan pelaksanaan sebagai imbas dari pademi Covid-19 yang sedang mewabah.
Saat ditanyai usai bertugas sebagai pengawas pertandingan perihal keterlibatannya di setiap event meski dalam turnamen paling bawah seperti turnamen antar kampung, Imsyar menjelaskan bahwa sepakbola sekarang tidak boleh kita laksanakan serampangan.
“Apapun alasannya kita tidak bisa asal-asalan, karena olahraga sepakbola ini adalah olahraga yang potensi terjadinya cidera, konflik dan lain-lain. Jadi sedapat mungkin kita bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan,” jelas ASN yang bekerja di salah satu OPD di Kabupaten Mamuju ini.
Dan memang terbukti, sejak kehadirannya di berbagai turnamen yang digelar, dapat memberikan edukasi kepada masyarakat penikmat dan penggiat sepakbola di wilayah Sulbar khususnya.
Pelaksanaan turnamen yang sudah sedikit berbeda dari sebelumnya, seperti kedisiplinan pemain, kesadaran official dan penonton mulai tampak meski pertandingan digelar di lapangan terbuka.
“Pelan-pelan kita memberikan sosialisasi ataupun edukasi kepada masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan dulu yang sering memicu terjadinya konflik di lapangan. Karena keberhasilan seorang pengawas pertandingan bukan dilihat dari banyaknya laporan konflik yang dibuat, tapi dinilai dari suksesnya pertandingan yang digelar dan berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan,” ungkapnya. (*)