JAKARTA, SULBAREXPRESS – Ketua Forum Guru Bersertifikasi Sekolah negeri (FGBSN) Nasional Rizki Safari Rakhmat menilai rencana pemerintah menyelesaikan honorer melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih menyisakan beragam masalah.
Kondisi saat ini banyak jabatan aparatur sipil negara (ASN) yang diisi tenaga honorer. Itu karena rekrutmen ASN yang tidak seimbang dengan kebutuhan pegawai di instansi pemerintah sebagai pelayan publik khususnya dalam bidang pendidikan.
Rizki membeberkan, tahun 2021 hanya 293.860 guru yang lulus PPPK tahap 1 dan 2 atau baru mencapai 30 persen dari jumlah kebutuhan yang mencapai 1,19 juta guru. Tersisa sebanyak 193.954 guru yang lulus passing grade (PG), tetapi belum mendapatkan formasi. Juga 437.823 guru yang belum lulus PG. “Artinya, masih banyak sekali yang belum menjadi PPPK,” ujar Rizki, Sabtu 2 Juli 2022.
Lebih lanjut dikatakan, permasalahan yang terjadi ketika jumlah usulan formasi dari Pemda tidak sesuai dengan kebutuhan atau pelamar yang ada. Kondisi makin runyam karena ada Pemda yang sama sekali tidak membuka lowongan PPPK guru.
Di satu sisi, kata Rizki, secara kebutuhan nasional diperlukan pengangkatan massal sebagai PPPK agar bisa menutupi kekurangan ASN yang saat ini terjadi.
Dia menilai Pemda terbelenggu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
Namun, di satu sisi kebutuhan ASN setiap tahun bertambah seiring banyaknya pegawai yang pensiun. Sementara, rekrutmen pegawai ASN tidak bisa menutupi kebutuhan jabatan yang diperlukan pemerintah daerah.
Rizki mengungkapkan saat ini Pemda dihadapkan pada situasi kebutuhan tidak selaras dengan anggaran untuk bisa menggaji dan memberikan tunjangan kepada PPPK.
Jika masalah anggaran tidak dicarikan solusinya, rekrutmen PPPK 2022 secara besar-besaran akan gagal. Kalau tidak ada pengangkatan PPPK massal, tenaga honorer yang ada mau diapakan.
“Jangan sampai terjadi pengangguran massal yang berdampak pada pelayanan publik tidak berjalan optimal sebagaimana mestinya,” pungkas Rizki Safari Rakhmat. (jpnn)