Sembilan Jam Lakukan Pemeriksaan, KPK Akhirnya Tahan Mardani Maming

  • Bagikan
Mardani H. Maming resmi ditahan KPK setelah diperiksa selama 9 jam. -- jawapos.com --

JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming.

Penahanan terhadap Mardani dilakukan setelah tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan selama sembilan jam.

Mardani yang terseret kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 21.28 WIB.

“Untuk proses penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan bagi tersangka Mardani Maming,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis 28 Juli 2022.

Ketua Umum BPP HIPMI itu akan menjalani proses penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 28 Juli 2022 sampai dengan 16 Agustus 2022. Dia akan mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Penahanan terhadap Mardani dilakukan tim penyidik KPK setelah menerbitkan statis daftar pencarian orang (DPO). Sebab, Mardani tak kunjuny kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik KPK, karena beralasan sedang melakukan upaya hukum praperadilan. Namun, praperadilan itu ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Alex, sapaan Alexander Marwata dalam konferensi pers penahanan menjelaskan, Mardani Maming yang menjabat Bupati Tanah Bumbu pada 2010-2015 dan periode 2016-2018, memiliki wewenang memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Menurut Alex, pada 2010 salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

“Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani Maming selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud,” ungkap Alex.

Alex berujar, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yakni, pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.

Selain itu, Mardani Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang adalah perusahaan milik Mardani Maming.

“Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Mardani Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu,” beber Alex.

Perusahan-perusahaan tersebut diduga susunan direksi dan pemegang sahamnya, masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming, dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh.

Mardani Maming. Bahkan, pada 2012 PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha dalam membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetion, dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.

KPK menduga, terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Mardani Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming, yang kemudian dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming tersebut.

“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP 104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020,” ucap Alex.

Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (jpc)

  • Bagikan