JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memperingatkan tentang tiga ancaman yang bisa merusak demokrasi dalam Pemilu 2024 mendatang. Ancaman pertama, menurutnya, adalah politik uang atau politik transaksional.
“Mari kita kawal Pemilu ini agar tidak terjadi politik uang yang berlebihan, vote buying. Ini bahaya karena hanya mereka yang memiliki uang yang akhirnya bisa menguasai politik dan mengawaki negara ini,” seru AHY di depan KPU, Bawaslu, pimpinan partai-partai politik, dan juga media, di Jakarta.
Ancaman kedua, kata AHY, adalah politik identitas. Pasalnya, jika dieksploitasi secara berlebihan, politik agama, suku, ras dan identitas lainnya, maka ini berbahaya.
“Bisa dipastikan ini hanya akan menimbulkan perpecahan diantara kita dan sentimen itu akan diteruskan pada anak, cucu kita. Cost-nya terlalu tinggi,” tegas AHY.
AHY juga menuturkan soal ancaman ketiga, yakni politik fitnah, hoax, fake news, hinga black campaign atau kampanye hitam.
“Mari kita memiliki mekanisme sebagai bangsa untuk melawan itu semua. Jangan biarkan bangsa kita dihancurkan oleh perilaku buzzer-buzzer yang hanya ingin meruntuhkan persatuan diantara kita,” jelasnya.
Sebagai solusi, AHY mengajak penyelenggara pemilu, maupun masyarakat, khususnya generasi muda, sebagai kelompok calon pemilih terbesar, untuk mengembangkan literasi politik.
“Pada akhirnya, demokrasi tidak boleh hanya dihitung hanya dari regularitas penyelenggaraan pemilu, tapi juga kualitas dan rasionalitas para pemilih untuk menggunakan haknya memilih pemimpin yang paling tepat bagi rakyat,” terangnya.
Hadir dalam kesempatan ini, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, pimpinan partai-partai politik, seperti Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, Sekjen Golkar Lodewijk Paulus, Sekjen NasDem Johnny G Plate, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Sekjen PPP Muhamad Arwani Thomafi.
Hadir juga dalam kesempatan itu, pengusaha nasional Chairul Tanjung, dan Pieter F. Gontha yang juga mantan Dubes RI untuk Polandia. (jpc)