Partai Gelora Ingin Ubah Pikiran Orang, Berpolitik itu Santai

  • Bagikan
Sekjen Partai Gelora Mahfudz Siddiq

JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Sekjen Partai Gelora Mahfudz Siddiq menegaskan, hari Minggu 7 Agustus 2022 dipilih sebagai momentum pendaftaran Partai Gelora ke KPU memiliki tujuan dan makna tersendiri, pasca memundurkan jadwal pendaftaran di hari pertama pada, Senin 1 Agustus 2022 lalu.

“Sebenarnya semangat temen-temen mau daftar hari pertama, tapi dalam perkembangan rupanya ada 10 partai yang mendaftar, akhirnya kita geser ke tanggal 7, hari Minggu sambil car free day,” kata Mahfudz Siddiq dalam Gelora Talks bertajuk ‘Partai gelora Siap Mengikuti Pemilu 2024: Apa dan Bagaimana Persiapannya? yang digelar secara daring, Rabu sore, 3 Agustus 2022.

Menurut Mahfuz, Partai Gelora ingin mengubah pikiran banyak orang, bahwa berpolitik itu harus santai, tidak menimbulkan kemacetan, dan bisa dilakukan bersamaan dengan car free day (hari bebas kendaraan bermotor) bersama masyarakat.

“Kenapa kita hari minggu, karena ini hari libur. Dan kita mau mengubah pikiran banyak orang bahwa berpolitik itu bisa santai. Jadi nggak serius melulu, nggak bikin macet, nggak riweuh-lah nanti,” katanya.

Berpolitik itu, lanjutnya, bisa dilakukan sambil berjalan-jalan santai sambil berolahraga di car free day pada hari Minggu. Partai Gelora ingin kehadirannya dapat memberikan kebahagiaan untuk masyarakat, bukan sebaliknya memberikan tekanan.

“Jadi berpolitik itu bisa di hari Minggu sambil santai. Jalan-jalan di car free day, kita juga nggak bikin kemacetan, lalu happy-happy. Kira-kira begitulah, kita berikan kebahagiaan bahwa berpolitik itu bisa santai,” ujarnya.

“Karena dua tahun lebih masyarakat Indonesia sudah hidup dalam tekanan. Jangan sampai partai politik datang justru menambah tekanan baru. Kita mengajak berpikir bahwa kehadiran partai politik itu harus sebagai pembawa kedamaian,” imbuhnya.

Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Ratih Sanggarwati menambahkan, kaum perempuan atau emak-emak dalam situasi sekarang jangan terus diajak berpikir stress, karena beban hidup sehari-sehari sudah semakin berat.

Kehadiran partai politik, seharusnya dapat memberikan solusi dan manfaat secara langsung kepada masyarakat, dengan penyampaian yang ringan, dan tidak terlalu berat.

“Kaum ibu-ibu jangan diajak berpikir stress, mulailah dengan kegiatan yang ringan dengan bersenang-senang, dan mereka nyaman dengan Partai Gelora,” kata Ratih.

Emak-emak, kata Ratih, dapat menerima Arah Baru Indonesia yang digagas Partai Gelora, karena ingin menjadikan Indonesia lebih baik dari sekarang.

“Makanya kalau ada yang mengeluh, emak-emak bilang, pilihlah partai baru, Partai Gelora. Karena hanya Partai Gelora yang memiliki narasi Arah Baru Indonesia,” katanya.

Sedangkan Ketua DPW DKI Jakarta Triwisaksana mengaku tidak menyangka, bahwa kehadiran Partai Gelora di tengah pandemi dan krisis saat ini justru mendapatkan sambutan yang luas dari masyarakat.

“Kami tidak sangka Partai ini lahir ditengah krisis, bisa dalam waktu dekat mendaftar ke KPU. Terbayang bagaimana di tengah pandemi tak bisa berkumpul, dan terus tetap bertumbuh,” kata Triwisaksana.

Partai Gelora, menurutnya, mampu menghadapi situasi krisis saat ini. Krisis jutsru menjadi berkah, bukan dipandang sebagai hambatan.

“Kami tidak dimanja, dengan kekuasaan, materi tetapi ditempa dengan penuh tantangan,” kata Bang Sani, panggilan akrab Triwisaksana.

Junjung Kesetaraan

Sementara itu, Wakil Sekjen DPN Partai Gelora Bidang Komunikasi Organisasi Dedi Miing Gumelar mengungkapkan, alasan dirinya memilih gabung ke Partai Gelora daripada ke partai lain, yang sebelumnya sempat berlabuh di PDIP dan PAN.

“Tentu gini, saya termasuk orang yang tidak suka terkungkung dalam feodalism secara budaya, yang menarik dari partai ini nggak ada dewan syuro, nggak ada yang atur artinya teman-teman bisa berundingan sendiri, ini menarik,” kata Miing.

Miing menilai, meskipun Partai Gelora tak jauh berbeda dengan partai lain yang secara hierarkhi terdiri dari ketua umum dan sekjen, namun secara psikologis Partai Gelora lebih menjunjung kesetaraan.

“Secara psikologis lebih equal gitu. Bukan berarti kita berhak dalam tanda kutip kalau anak Betawi bilang ngelunjak atau apa, tapi tidak, lebih kepada kita punya kreatifitas, punya kemerdekaan berpikir itu bisa disampaikan,” ujarnya.

“Karena esensinya bagi seseorang bisa berkarya, bisa berkarir, bisa apa saja baik sosial-budaya, sosial-politik esensinya kemerdekaan. Ketika kemerdekaan terkungkung itu agak sulit. Sehebat apapun orang berpikir belum tentu bisa sama dengan orang lain,” imbuhnya.

Menurut Miing, kalah dan menang bukan persoalan, tetapi keberpihakan terhadap persoalan mendasar berbangsa menjadi hal yang penting.

“Banyak mengaku saya Pancasila, NKRI dan sebagainya, tetapi ngomonganya malah memecah belah bangsa” katanya.

Selain itu, dirinya juga mengaku, sudah berkawan cukup dekat dengan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi. Dirinya merasa memiliki ikatan emosional dengan Partai Gelora.

“Saya kira ini bisa menjadi arah baru untuk terlibat dalam perjuangan memperbaiki, jadi yang menarik buat saya tidak membicarakan masa lalu siapapun dia yang ada di belakang itu, tapi berpikir ke depan dengan siapa dia bersama. Ini jadi penting buat saya,” ungkapnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version