MAMUJU, SULBAR EXPRESS – 22 September 2022, Provinsi Sulbar sampai di usia yang ke 18 tahun. Ini menjadi momentum untuk bermuhasabah melakukan introspeksi, menyelami kembali tujuan dibentuknya Sulbar.
Sejak dimekarkan dari Sulsel pada 2004 lalu, perjalanan Sulbar hingga sekarang boleh dibilang sudah cukup panjang. Maka selayaknya di umur 18 tahun, Sulbar sudah bisa menjadi daerah otonomi dalam arti sesungguhnya.
Hal tersebut disampaikan Penjabat Gubernur Sulbar Akmal Malik. Dikatakan, cita-cita itu juga sesuai arahan Mendagri terhadap seluruh daerah, termasuk Sulbar. Menurutnya, salah satu parameter daerah otonom adalah dapat mandiri secara fiskal.
Karena itu, lanjutnya, tujuan daerah otonom dibentuk agar dapat tumbuh menjadi daerah yang mandiri. Daerah secara otonom bisa membiayai diri sendiri, kalau pun ada dukungan dari pemeritah pusat itu sifatnya pendukung.
“Tapi faktanya, Sulbar 80 persen itu masih mengandalkan transfer pusat, 80 persen artinya kita masih tergantung dari pemerintah pusat,” kata Akmal.
Pertanyaanya, apakah 18 tahun dalam membangun daerah ini tidak ada pergerakan signifikan, sehingga tingkat ketergantungan masih tinggi terhadap pemerintah pusat?.
Bukankah ketika daerah ini dimekarkan, seluruhnya tentu berharap agar daerah ini akan menjadi daerah yang mandiri, daerah yang mampu mengelola sumberdaya alam yang dimiliki, serta mendorong tumbuhnya sumberdaya manusia yang betul-betul memiliki enterpreneur.
Apakah angka 80 persen Sulbar masih hidup dari dana transfer itu sebagai bentuk keberhasilan atau tidak? “Saya tidak mengatakan itu berhasil atau tidak, karena faktanya di daerah lain juga hampir sama,” kata Akmal.
“Tetapi ini menjadi bahan muhasabah intropeksi bagi kita, bahwa ternyata banyak hal yang harus kita lakukan kedepan. Tingkat ketergantungan fiskal terlalu tinggi. Itu banyak penyebabnya, ada persoalan demokrasi, ada persoalan teknokrasi, ada persoalan sosial kultur yang belum baik,” urai Akmal.
Sehingga, lanjut Dirjen Otda Kemendagri itu, di momentum hari jadi ini semua pihak hendaknya melihat apakah demokrasi yang sudah dibangun itu betul-betul demokrasi yang mendorong Sulbar menjadi daerah yang mandiri.
“Apakah demokrasi yang kita kembanghkan di Sulbar ini adalah demokrasi yang membangun Sulbar sebagai sebuah entitas yang bisa berkompetisi dengan daerah lain di Indonesia. Ini pertanyaan besar yang harus dijawab,” ungkapnya.
Hal demikian juga menjadi pertanyaan pada pola birokrasi yang sudah dibangun saat ini, dengan tenaga pegawai baik sisi kelembagaan maupun dari sisi pembiayaan dan sebagainya, apakah sudah mendorong sulbar menjadi daerah yang kompetitif kedepan.
Seluruh permasalahan itu harus menjadi bahan refleksi di kepemimpinan akan datang, apalagi dirinya hanya sebagai penjabat gubernur sifatnya sementara ditugaskan di Sulbar.
Ia mengaku tidak memiliki ekspektasi yang lebih. Sebagai penjabat, dirinya hanya mengingatkan semua pihak untuk melihat kembali tujuan daerah ini dimekarkan.
Daerah ini tentu dimekarkan agar bisa mandiri, daerah ini dimekarkan untuk maju. Sulbar harus bisa mandiri secara fiskal, tetapi itu pun menjadi keinginan di usai 18 tahun ini.
“Kita masih tergantung kepada pusat ini pertanyaan besar yang harus dijawab semua pihak yang ada di daerah ini,” ujar Dirjen Otda ini.
Ia mengaku, Sulbar belum terlambat dalam melakukan pembenahan dan penataan kembali, khusunya untuk merefleksi tujuan daerah untuk berotonomi.
“Saya minta kepada semua pihak baik pejuang pemekeran, orang berjasa, untuk bermuhasaba kembali. Mari kita melihat untuk apa tujuan kita memekarkan daerah ini agar menjadi daerah mandiri,” terangnya.
Menurutnya, kalau semua pihak masih berharap pada APBD dalam membut program dan kegiatan, Sulbar pun sesunghhunya telah meninggalkan tujuan dari pemekaran itu.
Peluang Sulbar untuk IKN
Menurutnya, IKN hanya faktor pendukung, menjadi titik dimana ada ruang untuk Sulbar untuk bertumbuh lebih cepat dengan memanfaatkan adanya pembangun IKN.
Tetapi ketika setiap stekholder dan semua pihak tidak mau bangkit serta tidak bisa membaca potensi apa yang bisa didapat dengan adanya IKN, maka peluang itu pun menjadi sia-sia.
“Dimana ketika IKN hadir, kemudian Sulbar tidak bisa memanfaatkanya, saya pikir itu kerugian besar bagi Sulbar,” kata Akmal.
Dirinya mengatakan, sebagai penjabat gubernur, kehadiranya hanya sementara dan itu untuk mengisi kekosongan pemerintahan.
“Tetapi, sesuai iman saya, sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat kepada orang lain, saya ingin keberadaan saya itu bermanfaat bagi orang disini. Saya tidak ingin hadir mengisi kekosongan saja,” terangnya.
Namun, hal itu tidak bisa dilakukan sendiri saja, perlu dukungan semua pihak dengan cara berkolaborasi, apalagi kondisi APBD yang terbatas.
“Jadi kalau semua bergantung sama APBD dengan jumlah Rp 1,9 triliun, sementara semua orang meminta dibiayai APBD, sesugguhnya kita sudah lari tujuan dimekarkan daerah ini, kita sudah lari dari tujuan kemandirian fiskal, faktanya ketergantungan kita terhadap fiskal sangat tinggi,” paparnya lagi.
Sementara bagi Sekprov Sulbar Muhammad Idris, momentum hari jadi Sulbar menjadi bahan refleksi melihat pembangunan Sulbar.
“Sejauh mana konektivitas berjalan, berapa banyak jalan sudah dibangun, kemudian pembangunan ekonomi,” kata Idris.
Tidak hanya itu, Sulbar menurutnya perlu diperkuat untuk melakukan evaluasi terkait pengendalian lingungan hidup dan mitigasi bencana, “termasuk melihat sejauh mana reformasi birokrasi,” ujarnya.
Ia mengaku, dirinya optimis kedepan Sulbar akan lebih baik lagi, sebab menurutnya hari jadi itu harus menunjukkan adanya kemajuan.
“Setiap tahun itu, harus menunjukkan level kemajuan meskipun tidak signifikan, seperti ketika ada demo, itu menunjukkan ada konsen terhadap daerah,” tandasnya. (idr)