MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Proyek pembangunan Mamuju Arterial Ring Road (MARR) senilai Rp 160 miliar masih berkutat pada pembebasan lahan. Belum ada kemajuan. Terancam gagal.
Dana pembangunan proyek tersebut terancam dialihkan ke provinsi lain, jika proses pembebasan lahan belum juga tuntas.
Menurut Satuan Kerja (satker) perencanaan dan pengawasan jalan (P2JN) Balai Pengerjaan Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Sulbar, Martstiawan, saat ini pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sulbar, masih memberi waktu bagi Pemprov Sulbar dan Pemkab Mamuju untuk menuntaskan pembebasan lahan hingga akhir Maret, mendatang.
Jika pembebasan juga tak kunjung selesai, proyek strategis nasional sepanjang 1,8 Kilometer (Km) itu bakal dikembalikan ke pemerintah pusat dan dialihkan ke Provinsi yang membutuhkan.
Menurutnya, hingga saat ini alokasi anggaran, baik pengerjaan fisik hingga pembebasan lahan masih ada. Namun, selama lahan belum bisa dibebaskan oleh Pemprov Sulbar pengerjaan tidak bisa laksanakan.
Ia mengaku tidak mau mengambil risiko; melakukan eksekusi di lapangan, sementara pendukung sebelum seluruhnya dituntaskan oleh Pemprov Sulbar.
“Kita tidak bisa simultan karena kita khawatir ketika fisik sudah terkontrak tapi lahan tidak bebas. Kita akan kena tegur oleh pimpinan kami. Persyaratannya memang lahannya harus bebas,” tegas Martstiawan, Selasa 14 Maret 2023.
Sudah berulang kali pihaknya mengingatkan Pemprov Sulbar dan Pemkab Mamuju agar memerhatikan betul persoalan lahan. Bahkan, Kementerian PUPR sudah mengalokasikan anggaran pembebasan lahan jika sedianya pemerintah daerah tidak mampu membayarnya.
“Awalnya di Desember 2022, kenyataanya tidak bisa segera diselesaikan pemerintah daerah. Nah, kemudian kita targetkan di 2023. Kita harapannya di Januari, tapi tidak selesai, di Februari juga tidak selesai. Padahal pengerjaan ini (arteri) harus selesai di Semester I 2024,” beber Martstiawan.
Menurutnya, pengerjaan fisik arteri memakan waktu 18 bulan. Olehnya kontrak pengerjaan mesti berlangsung di bulan ini, sehingga pengerjaan bisa selesai di tahun 2024.
“Kita sudah berulang kali meminta, tapi kalau pemerintah daerah tidak ada respon yang cepat kita tidak akan usulkan lagi. Alokasi anggaran kembali ke pusat jika tidak ada kejelasan hingga akhir Maret ini. Mungkin anggaran yang dikembalikan itu bisa dimanfaatkan daerah lain yang membutuhkan,” tegas Martstiawan.
Sangat disayangkan jika anggaran sebesar itu harus berpindah karena persoalan pembebasan lahan tak kunjung usai.
Padahal pemerintah pusat telah berupaya mengalokasikan anggaran pembangunan dan anggaran pembebeasa lahan tersebut.
Di lain sisi, Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Rakyat (Disperkim) Sulbar, Syaharuddin mengaku, pihaknya sisa menunggu pembayaran dari pihak balai.
Terkait pembebasan lahan warga, kata dia, tim appraisal atau pihak penilai aset juga telah melakukan perhitungan terhadap lahan warga. Namun, masih ada yang belum menemui kesepakatan.
“Anggarannya dari balai kami menyiapkan sampai di penilaian. Setelah penilaian itu balai yang akan membayarkan. Itu kan masih ada lima, dua sudah dinilai, dan dua lainya masih akan turun dari pertanahan dan satu lagi belum,” ucap Syaharuddin.
Dirinya optimis dapat menyelesaikan sampai bulan ini. “Kita akan serahkan dokumen jika sudah siap dibayar dan pemilik lahan juga sudah diminta membuka rekening untuk pembayaran,” ujar Syaharuddin. (idr/chm)