MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Menjelang Pilkada serentak November 2024, dua kabupaten di Sulbar akan mengalami kekosongan pejabat kepala daerah.
Kepala daerah yang habis masa jabatannya adalah Bupati Polewali Mandar (Polman) Andi Ibrahim Masdar bersama wakilnya M. Natsir Rahmat serta Bupati Mamasa Ramlan Badawi dan Wakilnya Martinus Tiranda.
Masa tugas Andi Ibrahim Masdar dan M. Natsir berakhir pada 8 Januari 2024. Sedang duet Ramlan dan Marthinus akan menuntaskan kepemimpinan pada 19 September 2023.
Menghadapi kekosongan jelang Pilkada Serentak November 2024, Pemprov Sulbar kini mulai melakukan persiapan-persiapan untuk pengisian penjabat bupati di dua daerah tersebut.
“Gubernur nanti akan menentukan siapa penjabat di daerah, itu sesuai kebutuhan. Kita ingin betul-betul penunjukan bisa mengatasi masalah,” kata Sekprov Sulbar Muhammad Idris DP, belum lama ini.
Menurutnya, calon penjabat nantinya harus mengetahui betul masalah yang ada di daerahnya secara menyeluruh agar pembangunan bisa tetap berjalan dengan baik.
“Harus diidentifikasi dengan baik figur yang nantinya akan masuk sebagai pejabat sementara, untuk dua kabupaten tersebut. Figurnya pun nantinya bisa dari lingkup Pemrov atau pejabat di kabupaten tersebut yang memenuhi kriteria kepangkatan,” urai Idris.
“Bisa dari pemprov sendiri sesuai keinginan pak gubernur, bisa juga dari luar. Bisa dalam kabupaten sendiri, seperti Sekdanya juga bisa,” tambah Sekprov.
Menurut Idris, salah satu kriteria terpenting adalah mampu memahami tantangan mengenai kepemiluan.
“Biasanya sesudah dilihat gubernur, satu, dua, tiga nama, sudah layak dengan persetujuan Mendagri kemudian kita sampaikan ke DPRD,” ujarnya.
Sementara Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Sulbar Saleh Rahim menuturkan, proses penunjukan penjabat bupati mesti melalui beberapa tahapan.
Dimulai dengan melakukan koordinasi dengan masing-masing Pemkab Polman dan Mamasa melalui Bagian Pemerintahan dan Sekretariat DPRD kabupaten untuk membicarakan tentang persiapan akhir masa jabatan bupati.
“Selanjutnya kami melaporkan kepada gubernur yang memiliki kewenangan untuk menindak lanjuti, termasuk tentang penjabat bupati yang akan diusul kepada Menteri Dalam Negeri,” jelas Saleh.
Seluruh proses penunjukan penjabat bupati, lanjutnya, diatur dalam UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/ 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang dalam Pasal 201 Ayat (10) dan Ayat (11).
Bahwa penjabat bupati/ walikota berasal dari jabatan Pimpinan Tinggi Pratama atau Eselon II a dan Eselon II b, seperti yang disebutkan pada UU Nomor 10 Tahun 2016 dalam Pasal 201 Ayat (11).
“Semua proses dilaksanakan setelah ada perintah dari gubernur. Biasanya tiga bulan sebelum masa jabatan berakhir tahapannya sudah berproses,” tandasnya. (idr/chm)