MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kian memprihatinkan. Hingga April lalu, telah merenggut dua korban di Majene.
Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulbar mencatat ada 243 kasus DBD yang tersebar di enam kabupaten. Kabupaten Majene hanya delapan kasus, namun ada dua yang dinyatakan meninggal dunia karena DBD.
“Mamuju ada 79 kasus, Mateng 15, Pasangkayu 41, Majene 8 kasus, Polman 99 kasus dan Mamasa ada 1 kasus,” terang Pengelola Program DBD Dinkes Sulbar, Irwan Adi Putra, saat dikonfirmasi, Selasa 30 Mei 2023.
Di Majene kata dia, dua penderita meninggal dunia karena pihak keluarga terlambat membawa ke Fasilitas Kesehatan (Faskes).
“Di Polewali, memang angka kasusnya tertinggi di Sulbar tapi tingkat kesadaran masyarakatnya tinggi. Kalau keluarganya sudah demam dua sampai tiga hari, mereka langsung membawa ke Faskes,” urai Irwan.
Ia membeberkan, secara garis besar kasus di Sulbar merambah di pusat kota, terutama di Kabupaten Mamuju, Majene, Pasangkayu dan Mamasa.
“Kalau di Mateng itu ada dua titik yakni di Topoyo dan tobadak, kalau di Polman itu Wonomulyo. Kabupaten Majene banyak di wilayah Lembang. Mamuju ada di Simboro dan Perkotaan begitupun dengan Mamasa dan Pasangkayu,” beber Irwan.
Kabupaten Mamasa dinilai kurang perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena daerah pegunungan dan memiliki suhu dingin namun masyarakat harus tetap waspada.
Diharapkan keterlibatan seluruh pihak untuk melakukan pencegahan baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah, Puskesmas juga jangan berhenti untuk terlibat aktif mensosialisasikan dan melakukan pendampingan sebagai upaya penggerakan masyarakat.
Dijelaskan bahwa Dinkes Sulbar sesuai tupoksinya, melakukan peningkatan kapasitas, menyiapkan petunjuk teknis, Bimbingan teknis ke petugas Kabupaten, melakukan monitoring dan evaluasi, serta menyuplai logistik.
“Harapan kami semoga Babinsa, Bhabinkamtibmas, pemerintah setempat mengajak masyarakat untuk bergotong royong melakukan pemberantasan sarang nyamuk minilal satu bulan satu kali. Hal inilah yang sangat penting sebagai langkah pencegahan,” harap Irwan.
DBD dianggap menjadi penyakit mematikan karena menimbulkan angka kematian yang cukup siginifikan di setiap tahunnya sebab belum ditemukan obat spesifik untuk penyembuhan.
Masyarakat diminta tetap menerapkan 3M plus; Menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali; Menutup rapat penampungan air; Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air; Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk serta Menggunakan kelambu saat tidur.
Disamping itu, tetap menjaga kebersihan lingkungan bagian penting dari gerakan masyarakat hidup sehat dengan meningkatkan kualitas lingkungan, masyarakat harus lebih serius menjaga kebersihan lingkungan dalam skala kecil seperti membersihkan pekarangan dan perlu diperhatikan pengelolaan sampah.
Dengan menjaga kebersihan lingkungan tentu akan mengurangi resiko kesehatan terganggu dan mencegah perkembangan penyakit di lingkungan sekitar.
“Tapi yang paling penting adalah menggerakkan masyarakat untuk terlibat aktif menjaga kebersihan lingkungan minimal satu kali satu minggu membersihkan parit atau tempat-tempat yang digenangi air, karena fogging itu hanya membunuh induk nyamuk tidak memberantas jentik, dan fogging itu dilakukan jika ada kasus DBD di sekitar situ,” tandasnya. (ami/chm)