JIKA disurvei, siapa yang paling berjasa menghadirkan ajang balapan internasional Formula E di Indonesia? Maka, semua pasti menjawab, Anies.
Oleh :
Yarifai Mappeaty
Jika ada lembaga survei nekad melaporkan Anies, 0%; tidak menjawab, 5%; dan yang lain, 95%; maka dipastikan lembaga survei bersangkutan telah dibayar untuk berbohong, demi mengecilkan Anies.
Demikian pula jika ditanyakan, siapa yang membangun Sirkuit Formula E Ancol? Maka, semua pasti menjawab, Anies. Kendati Anies sendiri tidak pernah sekalipun mengklaim sebagai hasil karyanya. Bahkan sebaliknya, ia selalu mengatakan kalau sirkuit tersebut adalah hasil kerja kolaborasi.
Tetapi publik tetap saja menganggap Sirkuit Ancol sebagai warisan (legacy) Anies. Terbukti, usai berlangsung balapan pada 03 Juni 2023 lalu, ‘Dapur Ngeh’, sebuah kanal youtube melakukan wawancara dengan penonton. “Formula E, apa yang diingat?” Nyaris semuanya menjawab, Anies.
Mengapa Anies? Karena memang Anies pencetus ide untuk membawa Formula E ke Indonesia. Selaku Gubernur DKI kala itu, Anies pula penggagas dan penanggung jawab pelaksanaan pembangunan Sirkuit Ancol. Sehingga wajar ketika Formula E disebut, di benak publik, yang pertama adalah Anies. Pokokonya, ingat Formula E, ingat Anies.
Namun, perjuangan Anies menghadirkan Sirkuit Ancol, ternyata tak semudah yang dibayangkan. Benar-benar sebuah perjuangan yang melelahkan. Bahkan muncul kesan bahwa ajang balapan itu boleh berlangsung di Jakarta, asal bukan Anies aktor utamanya. Tak heran jika Anies mendapat hambatan, sejak dari awal hingga akhir.
Misalnya, pembangunan Sirkuit Formula E, semula direncanakan di kawasan Monas. Mengapa? Sebab ajang Formula E memang dirancang untuk diselenggarakan di jantung kota-kota besar dunia. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Formula E yang menggunakan mobil listrik, ramah lingkungan, sehingga merupakan ajang balapan masa depan.
Karena itu, Anies memandang bahwa penyelenggaraan ajang balapan Formula E di Indonesia, adalah suatu keharusan, demi mengubah pandangan dunia internasional terhadap Indonesia, yang kerap dituduh sebagai negara perusak lingkungan. Begitulah Anies berpikir memperbaiki citra bangsa dan negaranya di mata dunia dengan cara elegan.
Tetapi lawan politik Anies yang nota bene adalah para pembencinya, berbeda. Pokoknya, Anies tidak boleh menuai reputasi dari ajang tersebut. Sehingga, mereka pun mati-matian menentang rencana pembangunan sirkuit di Kawasan Monas. Anies pun akhirnya mengalah dan memutuskan memindahkannya di Ancol, setelah pemerintah pusat menolak memberi izin.
Pemindahan lokasi pembangunan Sirkuit Formula E ke Ancol, membuat para pembenci Anies eforia. Sebab disangkanya Anies tidak dapat merampungkan pembangunan sirkuit tersebut dalam tempo 6 bulan. Melihat lokasinya 40% berlumpur, rasa-rasanya memang mustahil pembangunan sirkuit itu rampung secara tepat waktu.
Lokasi berlumpur itu bukan masalah. Namun hambatan paling krusial sebenarnya adalah ketersediaan aspal. Saat tiba gilirannya diperlukan, tiba-tiba para distributor aspal tak mau menjualnya karena takut. Bayangkan, betapa jahatnya mereka sampai mau menggagalkan pembangunan Sirkuit Ancol, hanya karena ingin menjatuhkan Anies.
Tetapi Anies bukanlah sosok pemimpin yang cengeng. Menghadapi masalah semacam itu, justeru Anies merasa kalau kepemimpinannya sedang diuji. Tim Insinyur yang dipimpinya pun memutar otak mencari jalan keluar. Solusinya, seperti diceritakan Anies, terpaksa diracik sendiri. Racikan itu berupa campuran aspal curah, semen, kerikil, dan lem yang khusus didatangkan dari Jerman.
Usai aspal dihampar pada lintasan sirkuit, datang tim dan Federasi International Automobile (FIA) melakukan pemeriksaan. Hasilnya, fantastik, dinyatakan memenuhi standar Formula E. Sirkuit Ancol pun mendapat lisensi FIA. Yang lebih mencengangkan adalah pembangunan sirkuit dapat dirampungkan hanya dalam 60 hari, diakui oleh FIA sebagai yang tercepat di dunia.
Keberhasilan Anies membangun Sirkuit Ancol secara tepat waktu, tidak hanya menunjukkan kepiawaiannya di dalam memimpin, tetapi juga berhasil menyelamatkan muka Presiden Jokowi selaku pemimpin Indonesia di mata koleganya di dunia internasional. Kendati begitu, jangankan diapresiasi, perlakuan buruk terhadap Anies, tak henti-henti juga.
Tentu masih ingat saat balapan Formula E 2022 di Ancol digelar, tidak satupun BUMN yang berani menjadi sponsor. Terus, pagelaran tahun ini, Pertamina menjadi apa? Tidak hanya itu, suskses penyelenggaraan Formula E 2022, bukannya berterima kasih pada Anies, malahan terus diupayakan dikriminalisasi.
Perhelatan ajang balapan Formula E 2023 telah usai, namun tak urung menyisakan cerita yang membuat dada terasa sesak. Bagaimana tidak. Saat balapan berlangsung, Anies dan isterinya tampak terselip di antara penonton, seolah bukan siapa-siapa. Sungguh miris melihatnya dan melihat mereka yang tak punya malu sedang duduk di tribun VVIP.
Jika memperlakukan Anies seburuk itu bertujuan untuk menghapus jejaknya di ajang Formula E Indonesia, percuma. Sebab nama Anies abadi di sana. (*)