MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Dalam rangka memeringati Hari Bhakti Adhyaksa ke 63 Tahun, jajaran Kejati Sulbar melaksanakan seminar sebagai sarana dalam pengembangan khasanah pengetahuan khususnya di bidang hukum.
Seminar tersebut digelar Kamis 13 Juli 2023 di Aula Kantor Kejati Sulbar.
Hadir pada acara seminar antara lain Dekan Fakultas Hukum Universitas Tomakaka Dr. Muhammad Irwan, SH., MH. Selaku Nara Sumber, Biro Hukum Pemprov. Sulbar Andi Armiyati, SH., Ketua PN Mamuju Budiansyah, SH., MH, Bagian Hukum Pemkab Mamuju Ahyani, Ketua Peradi Mamuju Muhammad Ridwan Bugis, SH., MH, Koordinator Kejati Sulbar juga sebagai Nara Sumber, Para Asisten, Kabag TU, Para Kajari se-Sulbar, Para Kasi Kejati Sulbar, para Kasi Kejari se-Sulbar dan juga Civitas Akademika Unika Mamuju serta yang bertindak sebagai moderator adalah DR. Rizal F, SH., MH, Kasi Penyidikan Kejati Sulbar.
Wakajati Sulbar Dicky Rachmat Rahardjo sebagai keynote speech menyampaikan tema seminar: Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan dalam Penanganan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara.
Disebutkan, kewenangan Kejaksaan untuk menangani perkara yang menyebabkan kerugian perekonomian negara sejatinya bukanlah hal baru. Pasal 30 huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan beserta penjelasannya memberikan legitimasi kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Namun Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah memperluas kewenangan Jaksa Agung RI untuk tidak hanya melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara saja, namun juga berwenang menangani seluruh tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara akan tetapi bukan merupakan tindak pidana korupsi.
Kewenangan Jaksa Agung RI dalam menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara tersebut tidak memerlukan peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau dalam bentuk peraturan pelaksana lainnya, misalnya sebagaimana ditentukan pada pasal 35 ayat (2) UU tersebut yang mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf i dan huruf j diatur dengan Peraturan Kejaksaan, begitu pula dalam ketentuan Pasal 7A ayat (2), Pasal 8A ayat (3), Pasal 9B ayat (2), Pasal 11A ayat (3), Pasal 13 ayat (3), Pasal 34C ayat (2), Pasal 35A ayat (2), dan Pasal 35B ayat (3).
Artinya kewenangan Jaksa Agung RI untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi dapat langsung dijalankan tanpa memerlukan peraturan pelaksana lagi.
Tugas dan wewenang Jaksa Agung RI dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Nomor 11 tahun 2021, mengandung dua hal.
Pertama, tugas dan wewenang Jaksa Agung RI dalam menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Nomor 11 Tahun 2021, Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Kedua, Jaksa Agung RI dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi. Penerapan denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung RI.
Penggunaan denda damai dalam hal tindak pidana ekonomi merupakan salah satu bentuk penerapan asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa Agung RI dalam tindak pidana kepabeanan, tindak pidana perpajakan sebagaimana Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (sebagaimana telah di ganti dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Tindak pidana Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana UU No. 5 Tahun 1999, Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003 atau tindak pidana ekonomi lainnya berdasarkan undang-undang.
Dari adanya beberapa ketentuan UU yang memberi kewenangan dalam menangani T.P Kejaksaan yang merugikan perekonomian negara kami berharap dalam seminar ini dapat membahas beberapa hal seperti mengenai definisi “menangani”, kata “menangani” ini apakah dapat dimaknai sebagai tindakan penyidikan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia “Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, kemudian tentang batasan tindak pidana apa saja yang dapat ditangani dengan menggunakan pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dan tidak kalah pentingnya dalam mengenai tindak pidana apa saja yang menyebabkan kerugian perekonomian negara akan tetapi bukan merupakan tindak pidana korupsi, serta bagaimana, mekanisme penangananya perkara-perkara tersebut. (*)