Mengurai Stunting Dalam Perspektif Konstitusi

  • Bagikan

PREVALENSI stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. Kabar menggembirakan.

Oleh: Wardin, SH.,M.H
(Dosen dan Pengurus APHTN-HAN Sulbar)

Sebelumnya WHO menetapkan indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Merujuk fakta kasus yang melebihi batas toleransi yang ditetapkan WHO, yakni maksimal seperlima dari jumlah keseluruhan balita (sekitar 20 persen).

Sesungguhnya bicara stunting adalah bicara manusia dan masa depan umat manusia Indonesia, karena masa depan Indonesia sangat ditentukan kualitas manusianya hari ini.

Penulis percaya, dibalik karya dan peradaban yang hebat, pasti ada tangan-tangan unggul manusia yang bekerja dan disiapkan sebelumnya. OLehnya, penanganan stunting harus serius dan holistik, tidak sektoral dan parsial.

Bila kita perhatikan, sebenarnya arah bangsa sudah ditulis jelas dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menempatkan manusia sebagai variabel penting membangun bangsa.

“…untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan ke-adilan sosial…”.

Tentu pemerintah sebagai faktor utama dalam merwujudkan cita-cita bangsa tersebut.

Hak-hak dasar anak sebagai manusia Indonesia telah diatur dalam konstitusi UUD 1945, mulai dari hak hidup dan mempertahankan kehidupannya, melalui perkawinan seseorang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunannya, dan sang anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan hak-hak lainnya.

Bagi mereka yang tidak mampu dan anak-anak yang terlantar, negara bertanggung jawab melalui jaminan sosial dan pemberdayaan sesuai martabat kemanusiaan. Konstitusi telah memberikan perhatian dan tempat betapa pentingnya membangun manusia Indonesia.

Membangun manusia Indonesia, ada tiga kata kunci, yaitu; dilakukan atas dasar kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial. Melihat konstruk pengaturan konstitusi dalam hal memenuhi hak seorang anak paling tidak melibatkan tiga komponen utama, yaitu:

1) Negara: Negara dalam hal ini pemerintah yang memiliki otoritas tinggi, bertanggung jawab kepada warga negara dalam hal untuk menjamin penghormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuan hak-haknya agar warga negara dapat menciptakan keluarga dan lingkungan masyarakat sehat, berkualitas dan beradab;

2) Masyarakat dan Lingkungan: Masyarakat yang menjunjung tinggi hukum, kemanusiaan, semangat gotong-royong, asas kekeluargaan, tolong menolong, kesetiakawanan serta didukung oleh lingkungan sehat, aman, dan ramah akan mempengaruhi tumbuh kembang dan perlindungan terhadap sang anak;

3) Keluarga: Sebagai institusi terkecil yang memiliki peran penting. Hak sang anak menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua dengan memenuhi seluruh kebutuhan, baik materil maupun immateril seperti pendidikan, kesehatan, budi pekerti dan lain-lain.

Melalui website Kemenkes RI, penulis dapat menyimpulkan tiga faktor yang mendasari terjadinya stunting, yaitu pendidikan orang tua, kesehatan, dan ekonomi keluarga.

Ketiga faktor tersebut merupakan akibat dari masalah bangsa saat ini, yakni; Korupsi yang telah lama menjadi ancaman global, dimana dampaknya dapat melumpuhkan saraf lembaga negara dan menyebabkan penderitaan bagi masyarakat;

Kedua Kemiskinan yang sudah ada sejak lama di republik ini. Kebanyakan masyarakat hanya bergantung pada hasil alam seadanya dan uluran tangan orang lain, tentu sulit mengharapkan dari mereka lahir manusia-manusia yang mencerdaskan kehidupan dan cita-cita bangsa;

Selanjutnya, Pendidikan. Bagi saya seringkali kondisi dan masa depan anak dikorbankan oleh sikap dan moral orang tua yang malas bekerja, tidak jujur, tamak, menipu dan suka mengambil hak milik orang lain.

Bahaya Besar Mengancam Umat Manusia

Yuval Noah Harari dalam bukunya berjudul Homo Deus, menyebut: Masa Depan Umat Manusia, bahwa kelaparan, wabah dan perang merupakan tiga ancaman serius bagi kehidupan manusia selama ini.

Dia mengungkapkan salah satu kondisi di abad pertengahan, ketika kekeringan melanda Mesir dan India, membuat 5-10 persen populasi manusia musnah.

Kemudian musim semi di Perancis tahun 1692-1694, cuaca buruk telah menghancurkan tanaman warga sehingga membuat stok pangan kosong. Akibatnya, 15 persen populasi mati kelaparan. Begitulah ancaman yang meningkatkan angka memperpendek harapan hidup manusia dunia.

Di Indonesia, macam bencana seperti; gunung meletus, tsunami, kekeringan, tanah longsor, banjir dan gempa bumi di Sulawesi Barat tahun 2021 silam.

Gempa berskala 6,2 M di Sulbar, meluluhlantakkan infrastruktur dan ratusan korban jiwa. Namun Sulbar mampu mengatasinya dengan bantuan kesehatan, makanan, pakaian dan tenda yang berdaatangan, baik dari donatur lokal, nasional maupun internasional melalui jalur udara, laut dan darat. Satu tahun pemulihan dapat dilakukan dengan baik.

Musuh kedua adalah wabah. Tahun 1.330 di Asia Timur atau Tengah ada wabah Maut Hitam, dimana dalam dua tahun, merenggut lebih dari seperempat orang. Indonesia pun pernah mengalami wabah flu burung dan terakhir adalah Covid-19.

Covid-19 adalah salah satu bukti perang umat manusia mempertahankan keberlangsungannya tanpa mengangkat senjata, tidak kurang dari tiga tahun. Lagi-lagi manusia dengan kecerdasannya menang melawan wabah yang juga telah menelan banyak korban.

Musuh ketiga adalah perang. Abad 20 kebelakang, perang menjadi lumrah terjadi untuk menyelesaikan masalah di banyak belahan dunia. Bom dan senjata menjadi alat paling ampuh menghabisi banyak populasi umat manusia dalam waktu singkat.

Perang dunia kedua telah menjadi tragedi terakhir, dan abad 21 dengan misi perdamaian telah menjadi kata kunci dalam membangun peradaban di masa depan. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version