POLMAN, SULBAR EXPRESS – Sebagai upaya menjaga inflasi daerah agar tetap terkendali, TPID Provinsi Sulawesi Barat menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten se Sulawesi Barat. Berlangsung di Kabupaten Polewali Mandar pada tanggal 25 Juli 2023, dengan tema “Sinergi Antar Daerah dalam Mendukung Stabilitas Harga dan Ketersediaan Pasokan Pangan”.
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Penjabat Gubernur Sulbar Prof Zudan Arif Fakrulloh, Kepala Perwakilan BI Sulbar Gunawan Purbowo, Wakil Bupati Polewali Mandar H.M Natsir Rahmat, Wakil Bupati Mamasa Marthinus Tiranda, Wakil Bupati Pasangkayu Herny Agus, Sekda Majene H. Ardiansyah, Kepala BPS Sulbar Tina Wahyufitri, Kepala Bappepan Mamuju H. Budianto Muin, Asisten II Mamuju Tengah Abd. Rajab Tanridjalling, Kepala Perwakilan KPPU Regional VI Sulampua, Deputi Kepala Perwakilan BI Sulbar Achmad, serta Forum Komunikasi Pemerintah Daerah.
HLM TPID Provinsi dan Kabupaten se-Sulawesi Barat juga dirangkaikan dengan penandatanganan komitmen bersama pemerintah daerah untuk mengendalikan permasalahan 4+1 (Kemiskinan Ekstrem, Stunting, Anak Tidak Sekolah, Kawin Muda dan Pengendalian Inflasi), kegiatan Pasar Murah bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Pangan Kab. Polewali Mandar dengan menggelar pangan murah untuk 7 komoditas penyumbang inflasi sebanyak 11 ton dan Penyerahan bantuan bibit Bawang Merah serta alsintan kepada kelompok Tani Bawang Merah di Desa Renggeang.
Fokus Inflasi
Provinsi Sulawesi Barat berada pada posisi cukup membanggakan dalam hal pengendalian inflasi. Pada Juni 2023, inflasi Sulbar sebesar 2,28% (yoy). Posisi tersebut menempatkan Sulbar sebagai provinsi dengan inflasi tahunan terendah ketiga di Indonesia.
Selain itu, posisi inflasi Sulawesi Barat jauh lebih rendah secara nasional dengan nilai rata-rata inflasi nasional 3,52 % (yoy). Hal positif tersebut direspon baik Penjabat Gubernur Sulbar Zudan Arif Fakrulloh. Menurut Zudan, stabilnya inflasi di Sulbar tidak lepas dari komunikasi baik yang terus dibangun TPID se Sulbar.
“Hari ini (Selasa 25 Juli, red) kami melakukan rapat bersama secara lengkap dengan BI dan semua kabupaten serta instasi vertikal. Tema utamanya menjaga ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga bahan pokok. Saya berharap semua bupati menyiapkan langkah jika terjadi hal tidak terduga, misalnya minuman, kekeringan, tapi insyaallah bisa diantisipasi. Alhamdulilah selama ini masih terjaga dan harganya stabil, barang tersedia cukup harga-harganya juga terkendali,” kata Zudan.
Zudan mengajak kepada semua kepala daerah agar terus menjaga laju inflasi. Sebab ia meyakini, inflasi yang terjaga akan berimbas baik dalam hal penyelesaian masalah stunting, perkawinan anak, kemiskinan dan anak putus sekolah.
“Semua masalah itu bisa diatasi dengan kekompakan kita. Kita samakan frekuensinya, provinsi kerjakan apa dan kabupaten mengerjakan apa, Mari TPID dan Para Kepala Daerah terus menjaga agar inflasi tetap terkendali,” imbuhnya.
Zudan pun mengaku, bakal melakukan perombakan struktur APBD Sulbar pada 2024, sehingga akan terus bermuara pada pengendalian inflasi di tahun-tahun mendatang. Hal itu juga sejalan dengan pengentasan stunting, kemiskinan ekstrem, perkawinan anak dan Anak Tidak Sekolah (ATS).
Zudan menyebutkan, ada beberapa solusi pengendalian inflasi yang bisa dilakukan. Seperti bagaimana memperkuat sinergi dan konsisten dalam melaksanakan fungsi serta tugas. Kemudian melaksanakan rakor secara berkala.
“Gerakan yang dapat dilakukan di antaranya menanam tanaman pangan cepat panen, sebagai upaya mencukupi ketersediaan pangan rumah tangga. Gerakan ini perlu inisiasi dari seluruh komponen masyarakat seperti PKK, Babinsa, Bhabinkamtibmas dan lain-lain,” bebernya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulbar Gunawan Purbowo menuturkan, komoditas volatile food (VF) menjadi penyumbang utama inflasi dalam tiga bulan terakhir. Seperti hortikultura dan aneka ikan segar.
Hal ini, kata dia, disebabkan oleh kenaikan tingkat permintaan komoditas pangan saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) Idul Adha. Penyerapan hasil panen komoditas hortikultura yang kurang optimal, dan kondisi cuaca ekstrem perairan laut yang berdampak pada hasil produksi nelayan.
“Secara pola historis, tekanan inflasi Mamuju terjadi pada periode HBKN. Faktor insidental yang memengaruhi kenaikan inflasi adalah gangguan cuaca El Nino (komoditas hortikultura dan perikanan), kenaikan harga komoditas global (angkutan udara dan minyak goreng), kebijakan Pemerintah (komoditas AP), dan risiko bencana alam,” jelas Gunawan.
Menurut Gunawan, berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi bulanan berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, utamanya ikan cakalang, ikan layang, dan cabai merah.
“Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan hasil tangkapan ikan tangkap nelayan sejalan dengan peningkatan tinggi gelombang di perairan Sulawesi Barat dan peningkatan permintaan di tengah berkurangnya penyerapan hasil panen cabai merah,” jelasnya.
Di sisi lain, bawang merah, cabai rawit, dan ikan katamba mengalami deflasi. Penurunan harga bawang merah dan cabai rawit disebabkan oleh melimpahnya stok pasokan seiring dengan memasukinya puncak masa panen di beberapa sentra produksi. Sementara itu, deflasi pada ikan katamba ditengarai oleh kenaikan suplai dari Sulawesi Tengah.
Berdasarkan Neraca Pangan Strategis (NPS) Sulbar, jumlah ketersediaan komoditas pangan terpantau cukup baik saat ini. Meskipun begitu, jumlah neraca pada komoditas bawang merah dan cabai merah memiliki surplus kecil sebesar 40,68 ton dan 46,33 ton.
“Hal ini terjadi karena jumlah penyerapan hasil panen yang kurang optimal di beberapa wilayah sentra produksi. Sebaliknya, jumlah neraca komoditas beras masih mengalami surplus besar sejumlah 11.733 Ton akibat jumlah kebutuhan 2.588 ton yang jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah ketersediaan 14.322 ton,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kepala BPS Sulbar Tina Wahyufitri menerangkan beberapa penyebab inflasi. Di antaranya ketersediaan stok komoditas tertentu yang banyak dikonsumsi masyarakat berkurang. Sehingga mengalami kenaikan harga. Misalnya beras dan ikan segar.
“Komoditas yang paling sering muncul sebagai penyebab inflasi bulanan adalah komoditas ikan, terutama ikan cakalang, layang, dan bandeng. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil SBH 2018, ikan masuk ke dalam 20 komoditas terbesar yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Mamuju,” ujar Tina.
Pihaknya, telah membuat tiga rekomendasi kebijakan dalam menekan dan mengendalikan inflasi di Sulbar.
“Seperti, memastikan kelancaran distribusi barang dan jasa, menjaga ketersediaan pasokan barang terutama bahan makanan saat permintaan meningkat, serta menyiapkan tempat penyimpanan bahan makanan yang mengalami kenaikan harga secara musiman,” tutur Tina.
Dalam kesempatan ini Kepala Perwakilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Regional VI Hilman Pujana juga memaparkan terkait Pengawasan Persaingan Usaha dalam
Upaya Stabilitas Harga.
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,” ujarnya. (*)