MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Sejauh ini, kewenangan legislasi DPD terbilang terbatas. Hal itu terjadi karena konstruksi undang-undang yang mengatur tentang MPR, DPR dan DPD, dan DPRD (UU MD3) justru hanya menempatkan DPD sebagai lembaga yang tidak memiliki kewenangan seluas DPR.
Sekaitan dengan hal tersebut, digelarlah lokakarya Kelompok DPD RI bertema Penguatan Kewenangan DPD RI Melalui Pengaturan DPD RI dalam Undang-undang Tersendiri, Jumat malam, 15 September 2023 di Mamuju. Lokakarya ini bertujuan menyerap gagasan atau masukan dari berbagai elemen di Sulbar.
Diawal kesempatan ini, Asisten III Pemprov Sulbar Muhammad Jamil Barambangi menyampaikan, sangat disayangkan jika lembaga negara sebesar DPD tidak memiliki kewenangan besar seperti lembaga tinggi negara lainnya.
“Karena kacamata saya melihat DPD ini benar-benar inefisiensi dari sisi fungsi dan kewenangan. Soal kewenangan pemekaran daerah juga tidak kuat. Makanya kita harap ada penguatan lembaga DPD ini melalaui revisi UUD 1945. Tapi revisi yang dilakukan juga secara komprehensif,” ucap Jamil saat menyampaikan sambutan.
Untuk itu, ia menitip masukan agar dilakukan amandemen terhadap UUD. Perlu dilakukan penguatan terhadap kewenangan DPD dan pasal-pasal lain.
“Saya berharap lokakarya ini dapat memicu penguatan kewenangan DPD RI melalui oengaturan DPDdalam Undang-undang tersendiri. Sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai,” ucap Jamil.
Sementara Sekretaris Kelompok DPD di MPR Ajbar menyampaikan, melalui lokakarulya ini diharapkan ada kontribusi pemikiran. Karena kalau menengok kembali catatan ketatatanegaraan republik ini, terlihat dinamika pembentukan DPD adalah upaya demokratisasi.
Bahwa pembentukan DPD tidak lepas dari adanya utusan daerah di MPR. Pembentukan DPD dipengaruhi konsep bicameral dengan melihat beberapa negara lain yang disesuaikan dengan budaya dan politik Indonesia.
“Dari pergumulan pemikiran itulah, maka dirumuskan pembentukan DPD. Apabilan ditelaah, desain DPD adalah pertama, eksisting DPD diterima dalam sistem sebagai lembaga perwakilan daerah dan sebagai represenetasi daerah,” sebutnya.
Kedua, kedudukan DPD secara ketatanegaraan sejajar dengan DPR. Ketiga, tugas, fungsi, wewenang dan hak telah diberikan kepada DPD yang dapat mengajukan dan ikut membahas undang-undang terkait otonomi daerah.
“Dalam beberapa kesempatan pembahasan, saya juga minta DPD diberi fungsi legislasi. Tapi sejauh ini memamg fungsi DPD belum optimal. Sehingga dibutuhkan undang-undang tersendiri menyangkut penataan kewenangan DPD kedepan,” tutur Ajbar.
Kemudian, menurut Anggota DPD Djafar Aklatiri, untuk penguatan kewenangan, DPD hendaknya mendapat kewenangan dalam urusan legislasi dan anggaran. Jalan pintasnya adalah dengan cara merevisi UUD atau membuat undang-undang tersendiri yang lepas dari UU MD3.
“Kedudukan DPD dengan DPR ini kan setara. Makanya, kewenangan yang dimiliki juga mestinya setara. Karena harus dipahami, DPD ini adalah produk reformasi,” ucapnya.
Makanya, lanjut Djafar, kewenangan DPD dalam hal legislasi hingga aggaran juga harus diperkuat. Sehingga terjadi keseimbangan.
Dalam kesempatan ini juga hadir sejumlah Anggota DPD, yakni Abdul Abubakar Bahmid, Riri Damayanti J. Latief, dan Jialyka Maharani.
Lokakarya ini terselenggara atas kerjasama Sekretariat Jenderal MPR RI dengan Pengurus Majelis Wilayah (MW) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulbar. (ham)