AWAL pekan ini Provinsi Sulawesi Barat mendapat kehormatan sekaligus kebanggaan. Dikunjungi Presiden Joko Widodo. Rencana kunjungan orang pertama RI tersebut menjadi headline media lokal dan pembicaraan masyarakat.
Oleh: M. Danial
Awalnya dikabarkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menyambangi tiga kabupaten di provinsi ke-33 ini: Mamuju, Mamasa, dan Polewali Mandar. Pemkab Mamasa dan Pemkab Polman langsung sibuk melakukan persiapan dan pembenahan di sana-sini untuk menyambut kedatangan Jokowi. Pembenahan beberapa lokasi yang dijadwalkan menjadi obyek kunjungan “RI 1” di Mamuju diback up Pemprov Sulbar.
Presiden dan rombongan dijadwalkan berada di Sulbar 22 sampai 23 April. Pemkab Polman segera membenahi dua lokasi yang rencana dikunjungi mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Yaitu Gudang Beras Bulog dan Pasar Wonomulyo. Tempat pendaratan helikopter yang akan membawa Presiden dari Mamuju ke Polman dan Mamasa telah disiapkan pula. Tidak jauh dari pasar Wonomulyo.
Persoalan sampah yang merundung Kabupaten Polman dua tahun terakhir, seketika seolah sudah teratasi. Seolah tidak ada persoalan lagi. Tumpukan sampah di beberapa titik sekitar Pasar Wonomulyo tak ada lagi yang terlihat.
Tidak usah bertanya sampah yang menumpuk berhari-hari sebelum lebaran dibuang (dibawa) kemana?. Yang penting sudah ditangani. Yang perlu ditanyakan, bagaimana persoalan sampah setelah itu? Kita berharap sudah ada solusi permanen, sesuai janji para pejabat kabupaten. Belakangan, agenda Presiden Jokowi untuk mengunjungi tiga kabupaten berubah menjadi hanya Mamasa dan Mamuju.
“Bagus juga kalau sering-sering ada rencana Presiden atau pejabat tinggi negara ke Polman, supaya masalah sampah mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi,” komentar Alimin, warga Wonomulyo.
Di Mamuju, jalanan yang tidak mulus lagi, seperti Jalan Yos Soedarso, karena akan dilalui mobil kepresidenan dan rombongan, segera dibenahi juga. Jalanan di pantai Manakarra itu seketika menjadi mulus. Pembersihan pun dilakukan di sana-sini. Termasuk sekitar Bandara Tampa Padang, Mamuju.
Pj. Gubernur Sulbar Prof Zudan Arif Fakrulloh mengatakan kunjungan Presiden ke Sulbar harus dipersiapkan dengan baik supaya semua berjalan lancar. Pelaksanaan kegiatan di sejumlah titik seperti sekolah akan dibuat sederhana, sehingga tidak sampai meliburkan proses belajar mengajar.
“Kunjungan Presiden RI di daerah kita merupakan suatu kebanggaan, sebagai tuan rumah kita harus persiapkan semuanya dengan baik. Kalau ada sesuatu yang ingin disampaikan dengan cara-cara yang baik, mala’bi dan etika tinggi. Kita bersama-sama menjaga agar semua dalam suasana akhlakul karimah dan etika yang tinggi. Yang betul-betul sesuai nilai kemandaran kita sebagai masyarakat Sulbar,” tutur Zudan, dikutip media (21/4).
Untuk kelancaran kegiatan Presiden Jokowi selama dua hari di daerah ini, Pemprov Sulbar dan para petinggi TNI – Polri cukup intens melakukan rapat atau pertemuan pemantapan.
Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Bobby Rinal Makmun dan Kapolda Sulbar Irjen Pol Adang Ginanjar berkomitmen menjamin kelancaran kunjungan Presiden Jokowi. Polda Sulbar menyiagakan lebih seribu personil yang ditempatkan di sejumlah titik lokasi kunjungan Presiden.
Pada kunjungan kali keempat pimpinan tertinggi pemerintahan RI di Sulbar, perlu mendapat informasi dan data akurat berbagai persoalan dan kebutuhan untuk percepatan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di provinsi ke-33 ini.
Sulbar masih sangat membutuhkan dukungan untuk mempercepat transformasi mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan. Antara lain untuk meningkatkan kekuatan fiskal daerah, peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan untuk kelancaran hubungan antarwilayah.
Begitupun penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan, jaringan internet yang jabgkauannya maksimal, elektrifikasi listrik di perdesaan, optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan pendayagunaan tenaga kerja, serta peningkatan kualitas SDM secara umum.
Kehadiran Presiden Jokowi di provinsi berpenduduk 1,1 juta jiwa ini perlu dimaknai sebagai motivasi atau penyemangat bagi pemerintah dan masyarakat. Untuk meminimalkan ketertinggalan dengan “berlari kencang” mengejar kemajuan daerah lain. Mungkin Jokowi tidak akan blusukan diam-diam seperti sering dikakukan, namun pimpinan tertinggi pemerintahan itu penting mendapat informasi lengkap akurat tentang Sulbar.
Presiden ketujuh RI itu sebelumnya telah tiga kali berkunjung ke Sulbar. Kunjungan pertama (4/11/2014) meninjau program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian untuk pengelolaan irigasi di Desa Beru-beru, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju.
Kali kedua Jokowi ke Sulbar, mengunjungi Kabupaten Pasangkayu (30/5/2015). Di kabupaten paling utara Sulbar itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mencanangkan perkampungan tambak udang vaname yang dinamai Kampung Vaname di Desa Pajalele, Kecamatan Tikke Raya. Presiden meresmikan juga jalanan, membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar ( KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Mantan Walikota Surakarta yang dikenal suka blusukan itu kembali berkunjung ke Sulbar (19/1/2021). Kali ini melihat dampak bencana gempa bumi 6,2 magnitudo yang mengguncang Mamuju dan Majene empat hari sebelumnya (15/1). Presiden melihat kondisi kantor Gubernur yang rubuh diguncang gempa dan mengunjungi lokasi pengungsian belasan ribu jiwa korban gempa bumi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah pula bertandang ke Sulbar (13/5/2008). Dalam kunjungan Presiden keenam RI yang akrab disapa SBY dilakukan penyerahan bantuan langsung program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri dan kredit usaha tani, serta ribuan paket sembako kepada masyarakat setempat.
Kunjungan petinggi negara seperti presiden, wapres, atau menteri ke daerah terjadi sejak masa orde baru atau sebelum era reformasi. Kunjungan pejabat pusat ke daerah selalu membuat para pejabat daerah sibuk luar biasa. Tidak sedikit pejabat yang kalang kabut untuk menyambut kunjungan pejabat di atasnya. Demi pencitraan, soal persiapan dan penyambutan tamu yang butuh biaya banyak dan melampaui anggaran yang tersedia, merupakan urusan lain.
Sudah menjadi tradisi setiap kunjungan pejabat, tuan rumah mengerahkan semua potensi untuk kelancaran kegiatan dan kenyamanan para tamu terhormat. Sudah menjadi fenomena, pejabat daerah memoles kekurangan dan kelemahan agar semua terlihat atau terkesan baik-baik saja. Dengan begitu, para petinggi dan tamu merasa senang dan memberi jempol daerah yang dikunjungi. Semua program dianggap berjalan dengan baik. Kebiasaan seolah-olah tidak ada masalah dengan menutupi kelemahan dan kekurangan, merupakan embrio munculnya istilah ABS ( asal bapak senang).
Presiden Soeharto pada zamannya kerap melakukan kunjungan ke desa dengan cara diam-diam. Tertutup atau menyamar. Sslah satu kisah penyamaran Soeharto keluar masuk desa diceritakan Try Sutrisno, mantan ajudan Presiden yang melesat kariernya menjadi Panglima ABRI sebelum menjadi Wapres.
Try Sutrisno mengisahkan, Pak Harto pernah melakukan perjalanan keluar masuk desa-desa selama berhari-hari tanpa pengawalan yang mencolok. Presiden kedua RI itu melakukan blusukan untuk memastikan program pembangunan di daerah berjalan sambil menyerap aspirasi. Penyamaran hanya diketahui kalangan terbatas dan penentuan waktu yang mendadak. Bahkan Panglima ABRI saat itu pun tidak diberitahu.
“Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan jangan memberitahu siapa pun,” kata Soeharto kepada Try Sutrisno yang waktu itu menjabat sebagai ajudan presiden seperti dikutip dari buku ‘Pak Harto The Untold Story’.
Try Sutrisno yang menjadi ajudan Presiden Soeharto (1974 hingga 1978) mengaku sempat khawatir. Sebab, Pak Harto ketika itu akan berkeliling ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat secara diam-diam. Anggota rombongan pun sangat terbatas.
“Perjalanan berlangsung dua pekan, bersifat rahasia. Panglima ABRI pun tidak diberitahu. Hanya kalangan terbatas yang boleh tahu, antara lain Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani,” cerita Try Sutrisno.
Menurut Try Sutrisno, perjalanan dengan cara itu jauh dari kemewahan. Presiden dan rombongan tidak pernah makan di restoran. Untuk keperluan logistik, rombongan membawa bekal dari Jakarta. Pak Harto pun kerap makan lauk sambal teri dan kering tempe yang dibekali oleh Ibu Tien. Menginapnya tidak di hotel atau penginapan, tapi di rumah kepala desa atau penduduk.
Meski bersifat rahasia, perjalanan penyamaran Pak Harto bocor juga. Saat blusukan di wilayah Jawa Timur, ada warga desa yang melihat presiden dan melaporkannya ke aparat setempat. Rombongan sempat dicurigai, apakah benar Presiden Soeharto yang dilihat warga desa tanpa pengawalan.
Sebagai ajudan, Try Sutrisno menjelaskan bahwa Presiden Soeharto sedang melakukan perjalanan rahasia. Para pejabat daerah heboh karena tidak diberi tahu, sehingga tidak sempat menyiapkan sambutan sepantasnya kepada Presiden.
“Saya lantas yang menjadi sasaran omelan mereka karena merasa tidak diberi kesempatan menyambut presiden sepantasnya. Padahal itu semua atas kemauan Pak Harto,” tutur Try Sutrisno yang kelak menjadi Wakil Presiden keenam mendampingi Soeharto (1993-1998).
Selamat datang blusukan di Sulbar, Pak Presiden Jokowi. (*)