JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengacungkan jempol untuk terobosan bernas Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam upayanya mewujudkan swasembada pangan di Indonesia.
Pujian dan apresiasi ini diucapkan Mendagri Tito saat acara penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Kementerian Pertanian (Kementan) terkait program cetak sawah rakyat untuk mewujudkan swasembada pangan sekaligus menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Perluasan Areal Tanam ini berlangsung di Auditorium Gedung F Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Jumat 7 Juni 2024.
“Visi dan misi Pak Mentan Amran dalam mewujudkan swasembada pangan merupakan langkah yang luar biasa dan patut mendapatkan apresiasi. Saya tahu karena beliau adalah sahabat saya sejak saya Kapolri,” kata Tito.
Mendagri juga mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara beriklim tropis sangat berpeluang mewujudkan swasembada pangan ketimbang negara lain yang memiliki empat musim. “Kita bisa sepanjang tahun, kita cukup air, kita memiliki tanah yang subur, lebih dari 100 volcano, dan banyak sekali sebetulnya peluang tenaga kerja lagi cukup banyak untuk mewujudkan harapan dari visi Pak Mentan itu,” ujar Tito.
Ia menegaskan, swasembada pangan bukan persoalan mudah karena harus melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah (pemda). Menurutnya, ada beberapa langkah strategis yang perlu diperhatikan pemda untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Pertama, pengembangan infrastruktur pertanian. Kedua, pelatihan dan pengembangan kapasitas petani. Ketiga, diversifikasi pertanian dan nilai tambah. Keempat, kolaborasi dan kemitraan. Kelima, pemantauan dan evaluasi.
“Kami harus mengajak semua daerah ini semua paralel bekerja, mendongkrak pertanian wilayahnya masing-masing, kemudian dari pemerintah pusat memberikan dukungan dorongan memetakan mana yang perlu mendapat dukungan dan mana yang tidak,” tegasnya.
Terkait dengan anggaran pertanian, Tito menerangkan bahwa Pemda dapat memanfaatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan dana transfer dari pemerintah pusat. Ia mencontohkan Pemda dengan PAD yang kuat seperti Banten dapat mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk membuat beragam program pertanian.
Sementara itu, daerah dengan PAD rendah, kata dia, perlu intervensi dari pemerintah pusat agar dapat meningkatkan sistem pertanian di wilayah masing-masing.
“Nah, daerah-daerah (dengan PAD rendah) ini memang harus dibantu karena uangnya sudah habis buat belanja pegawai, operasional pegawai, yang wajib tadi pendidikan, kesehatan, pelayanan dasar sehingga pertanian, ya mereka tidak punya uang,” pungkas Tito. (*)