MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Pada triwulan I 2024, pertumbuhan ekonomi Sulbar tercatat sebesar 6,02% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2023 yang tumbuh sebesar 4,44% (yoy).
Hal itu tertuang dalam laporan perekonomian Sulbar untuk triwulan I 2024 yang dirilis Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulbar, Minggu 30 Juni 2024.
Dalam laporan tersebut diketahui jika ditinjau dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan tersebut ditunjang oleh kinerja positif dari komponen konsumsi Rumah Tangga (RT) Pembentukan Modal Tetap Brito (PMTB) atau Investasi, dan ekspor.
Akselerasi pertumbuhan Konsumsi RT sejalan dengan pola musiman konsumsi masyarakat saat Bulan Ramadan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulbar yang sebagian besar bekerja sebagai pekebun kelapa sawit dan padi, tercermin dari meningkatnya rerata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulbar.
Lalu, percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Budong-Budong dan kenaikan arus inflow Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) membuat komponen Investasi turut berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejalan dengan dua komponen sebelumnya, kenaikan pertumbuhan komponen Ekspor seiring dengan kenaikan harga crude palm oil (CPO) global menjadi insentif bagi para pelaku usaha untuk menaikkan intensitas kuantitas ekspor komoditas tersebut juga mendorong laju pertumbuhan daerah.
Dari sisi usaha (LU), akselerasi pertumbuhan ditopang oleh LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, LU Konstruksi, dan LU Administrasi Pemerintahan. Kenaikan pertumbuhan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dipengaruhi oleh perbaikan produksi padi, tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, tanaman holtikultura, dan peternakan unggas. Sama halnya dengan LU Pertanian, LU Konstruksi juga tumbuh lebih tinggi yang dipengaruhi oleh kenaikan Belanja Modal yang bersumber dari APBN dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada Sektor Konstruksi.
Dari perspektif regional Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulbar tercatat menjadi yang kedua tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Sulawesi.
Terdapat lima provinsi di Pulau Sulawesi yang mencatatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2024, yakni Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Utara (Sultra), dan Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mana Provinsi Sulteng mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi, yakni sebesar 10,49% (yoy).
Di sisi lain, terdapat juga provinsi yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, yaitu Gorontalo yang terpantau memiliki pertumbuhan terkecil di Pulau Sulawesi, yakni sebesar 4,49% (yoy).
Keuangan Pemerintah
Mayoritas Pemerintah Daerah (Pemda) se-Sulbar mengalami peningkatan pendapatan pada triwulan I 2024. Secara keseluruhan, pendapatan APBD Pemda Kabupaten se-Sulawesi Barat mengalami peningkatan pendapatan sekitar 11,55% (yoy).
Hal ini juga sejalan dengan Pemda Provinsi Sulbar yang mencatatkan peningkatan pertumbuhan pendapatan sebesar 13,34% (yoy). Adapun Pemda di Sulbar yang mengalami penurunan pendapatan hanya terjadi pada Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar.
Peningkatan pendapatan pada mayoritas Pemda Kabupaten se-Sulbar dan Pemprov Sulbar utamanya didorong oleh kenaikan penerimaan pendapatan transfer. Lalu, Pemkab se-Sulbar mencatatkan peningkatan realisasi belanja daerah.
Secara agregat, Pemkab se-Sulbar mencatatkan peningkatan belanja sebesar 11,66% (yoy) yang didorong oleh peningkatan realisasi belanja pada komponen belanja operasi, belanja modal dan belanja tidak terduga. Hal tersebut juga sejalan dengan Pemprov Sulbar mencatatkan peningkatan belanja daerah sebesar 21,4% (yoy) yang didorong oleh adanya peningkatan realisasi belanja pada komponen belanja operasi dan belanja modal.
Dari sisi realisasi APBN di Sulbar, realisasi nominal belanja APBN Sulbar mengalami peningkatan pada triwulan I 2024 yang tercatat sebesar Rp2,25 triliun, atau tumbuh meningkat sebesar 27,19% (yoy). Peningkatan belanja tersebut utamanya didorong oleh faktor percepatan realisasi belanja yang dilakukan oleh instansi/lembaga vertikal di Sulbar pada triwulan I 2024 (Kajian Fiskal Regional Sulbar Triwulan I 2024).
Jika ditinjau dari masing-masing pos belanja, peningkatan total belanja APBN didorong oleh peningkatan pada hampir seluruh pos belanja, diantaranya pos belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja transfer.
Inflasi
Tingkat inflasi Sulbar tercatat sebesar 2,76% (yoy) pada triwulan pelaporan atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di triwulan IV 2023 sebesar 1,82% (yoy) sehingga masih berada di bawah rentang sasaran inflasi nasional, yakni 2,5+1% (yoy).
Momen Bulan Ramadhan, pergeseran masa panen padi di beberapa sentra produksi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju akibat iklim El Nino, hingga kenaikan harga emas global sebagai aset safe haven akibat ketidakpastian ekonomi global yang sedang terjadi menjadi beberapa faktor yang membuat tingkat inflasi pada triwulan laporan mengalami peningkatan.
Jika dilihat dari sisi kelompok inflasi, Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran, Kelompok Transportasi, dan Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya menjadi beberapa kelompok utama pendorong tekanan inflasi di Provinsi Sulbar.
Peningkatan angka inflasi pada triwulan I 2024 secara umum dipengaruhi oleh keterbatasan pasokan pada sejumlah komoditas pangan utama, seperti beras dan cabai merah, akibat masih rendahnya hasil produksi panen padi dan kegagalan panen tanaman hortikultura sejalan dengan tingginya curah hujan di Sulbar.
Selain itu, komoditas pisang, nasi dengan lauk, sigaret kretek mesin (SKM), dan gula pasir turut menjadi kontributor utama lainnya. Lebih lanjut, BPS Provinsi Sulbar mencatat kenaikan tekanan inflasi tahunan pada triwulan I 2024 secara umum disumbang oleh beras (1,67%, yoy), cabai merah (0,40%, yoy), pisang (0,40%, yoy), nasi dengan lauk (0,15%, yoy), SKM (0,15%, yoy), dan gula pasir (0,14%, yoy).
Di sisi lain, peningkatan inflasi tahunan yang lebih tinggi tertahan oleh terjadinya deflasi yang dikontribusikan oleh sejumlah komoditas aneka ikan segar dan bahan baku pangan, yakni ikan cakalang (-0,34%, yoy), ikan layang (-0,27%, yoy), minyak goreng (-0,12%, yoy), dan ikan tuna (-0,06%, yoy).
Stabilitas Keuangan Daerah
Dana simpanan perseorangan masih menjadi pembentuk utama DPK Perbankan di Sulbar. Pada triwulan I 2024, pangsa DPK perseorangan perbankan di Sulbar tercatat sebesar 81,90% dari total DPK yang ada di Sulbar.
Angka tersebut terpantau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV 2023 yang mencatatkan pangsa sebesar 87,69% Penurunan pangsa tersebut disebabkan oleh adanya pengurangan signifikan pada salah satu instrumen pembentuk DPK perseorangan, yakni tabungan perseorangan, di Sulbar selama triwulan IV 2023.
Kondisi tersebut sejalan dengan adanya penurunan nominal DPK perseorangan yang dapat diserap oleh perbankan pada triwulan I 2024 yakni sebesar Rp5,71 triliun atau menurun sebesar Rp478,81 miliar dibandingkan dengan triwulan IV 2023.
Lalu, pertumbuhan kredit konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh lebih lambat pada triwulan I 2024 sebesar 8,44% (yoy), menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 17,00% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi tersebut disebabkan oleh adanya perlambatan pada 2 (dua) jenis kredit, yakni Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
Kemudian, penyaluran kredit pada UMKM turut tumbuh meningkat pada triwulan IV 2023 yang tercatat tercatat sebesar 12,76% (yoy) atau meningkat dari triwulan III 2023 yang tumbuh sebesar 11,24% (yoy) sejalan dengan peningkatan nominal kredit yang disalurkan kepada pelaku industri mikro dan menengah di Sulbar.
Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) kredit konsumsi berada di bawah batas 5% pada triwulan IV 2023 yang sebesar 0,94% atau sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2023 sebesar 1,03%. Sejalan dengan NPL kredit konsumsi, NPL pada korporasi mencatatkan angka NPL sebesar 7,21%, atau tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memiliki NPL sebesar sebesar 7,66% seiring dengan terjadinya penurunan NPL pada semua sektor perekonomian di Sulbar.
Sistem Pembayaran
Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulbqr pada triwulan I 2024 tercatat mengalami net outflow sebesar Rp 158 miliar. Transaksi outflow tercatat sebesar Rp370,16 miliar, menurun sebesar 60,51% dibandingkan periode triwulan IV 2023 yang tercatat sebesar Rp937,26 miliar.
Menurunnya aliran outflow dipengaruhi seiring dengan normalisasi aktivitas dan mobilisasi masyarakat pasca momentum libur natal dan tahun baru. Selanjutnya, pada triwulan laporan, nilai setoran uang tidak layak edar (UTLE) yang diterima tercatat sebesar Rp85,59 miliar atau meningkat signifikan sebesar 125,63% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2023 yang tercatat sebesar Rp37,93 miliar.
Selanjutnya, pada triwulan I 2024, transaksi BI-RTGS di Sulbar tercatat sebesar Rp 1,70 triliun dengan volume sebanyak 738 transaksi. Secara tahunan, transaksi BI-RTGS di wilayah Provinsi Sulbar meningkat sebesar 53,90%.
Beralih pada perkembangan digitalisasi sistem pembayaran, jumlah merchant QRIS posisi bulan akhir triwulan I 2024 tercatat sebanyak 72.630 merchant. Jika dilihat secara spasial, merchant QRIS terbanyak berada di Kabupaten Mamuju sebanyak 26.945 merchant atau 37,10% dari total merchant QRIS di Sulbar.
Kemudian, urutan kedua jumlah total merchant diikuti oleh Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 20.833 merchant atau memiliki pangsa 28,68%. Nilai transaksi melalui QRIS di Provinsi Sulbar pada triwulan I 2024 tercatat sebesar Rp 102,32 miliar dengan volume mencapai 656.614 transaksi. Total transaksi tersebut meningkat siginifikan yaitu sebesar 182.09% (yoy) dibanding periode yang sama di tahun 2023.
Akseptasi QRIS juga diikuti dengan target pertumbuhan pengguna baru QRIS. Pada triwulan I 2024, total pengguna baru QRIS di Sulbar sebanyak 5.432 pengguna atau meningkat sebesar 7,93% (yoy) dari pengguna baru di triwulan I 2023 sebanyak 5.032 pengguna baru. Secara agregat, jumlah pengguna baru QRIS di Sulawesi Barat s.d. triwulan I 2024 adalah sebanyak 55.454 pengguna.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Peningkatan Penduduk Usia Kerja (15+) pada Februari 2024 yaitu 1,079.6 ribu jiwa atau tumbuh sebesar 1,67% (yoy) dari periode Februari 2023 yang berjumlah 1,061.9 ribu jiwa.
Peningkatan jumlah Penduduk Usia Kerja (15+) cukup diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja di Sulbar. Hal ini menyebabkan penyerapan jumlah Angkatan Kerja mengalami peningkatan menjadi 773,3 ribu jiwa pada Februari 2024 atau naik sebesar 7.70% (yoy), dibandingkan dengan periode Februari 2023.
Lalu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2024 tercatat mengalami penurunan sebesar 3,02% (yoy) jika dibandingkan dengan capaian pada Februari 2023 sebesar 3,04% (yoy). Meskipun tidak signifikan, kondisi ini menggambarkan tenaga kerja Sulawesi Barat senantiasa mengalami peningkatan dari sisi penyerapan tenaga kerja di pasar kerja.
Hal tersebut salah satunya disebabkan dari meningkatnya kualitas pendidikan tenaga kerja di Sulawesi Barat. Kemudian, pertumbuhan kesejahteraan petani meningkat pada triwulan I 2024. Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2024 berada pada level 134,32 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2023 yang berada pada level 128,00.
Kenaikan capaian NTP pada triwulan pelaporan ini dipengaruhi oleh meningkatnya Indeks Harga Dibayar Petani pada level 160,85 dan Indeks Harga Dibayar Petani yang mengalami sedikit kenaikan yaitu pada level 119,74.
Perbaikan kesejahteraan petani didominasi oleh kenaikan kinerja subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) pada triwulan I 2024. Peningkatan NTPR pada triwulan I 2024 menjadi 164.54 atau lebih tinggi dari triwulan IV 2023 sebesar 153.72.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulbar pada tahun 2024 diprakirakan tumbuh di kisaran 4,80% (yoy) – 5,60% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2023. Dari sisi permintaan, kinerja perekonomian Sulbar diprakirakan meningkat didorong peningkatan Konsumsi RT, Investasi, Konsumsi Pemerintah, dan Ekspor seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulbar 2024, dan kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 8%, percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Budong-Budong yang ditargetkan selesai pada tahun 2024, kenaikan pagu Belanja Negara (terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah) Sulbar tahun 2024 mencapai Rp11,44 triliun (dari tahun 2023 sebesar Rp10,76 triliun), dan prakiraan peningkatan permintaan CPO kelapa sawit dari negara mitra dagang terbesar, yakni Tiongkok dan India.
Dari sisi lapangan usaha (LU), LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, LU Perdagangan Besar dan Eceran, LU Konstruksi, dan LU Administrasi Pemerintahan akan menjadi kontributor krusial pertumbuhan ekonomi daerah pada tahun 2024. Kenaikan produksi beberapa komoditas yang diperkirakan meningkat, seperti padi dan tandan buah segar kelapa sawit akan menopang pertumbuhan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
Lalu, LU Perdagangan Besar dan Eceran diprakirakan tumbuh positif seiring dengan [rakiraan tetap tingginya tingkat produksi output komoditas pertanian di sepanjang tahun 2024 turut membantu pertumbuhan sektor ini. Kemudian, Capaian LU Konstruksi diprakirakan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Budong-Budong.
Terakhir, LU Administrasi Pemerintahan diproyeksikan tumbuh meningkat pada tahun 2024 yang dipengaruhi oleh kenaikan anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang mana anggaran komponen Belanja Pegawai tumbuh 3,88% (yoy) pada tahun 2024 dengan nominal Rp 1,22 triliun.
Tingkat inflasi Sulbar tahun 2024 diprakirakan tetap pada rentang target 2,5±1% yang ditetapkan pemerintah. Dari sisi global, tren pengimplementasian tightening monetary policy melalui tetap bertahannya tingkat suku bunga oleh mayoritas bank sentral di berbagai negara secara langsung akan berdampak pada penahanan laju inflasi.
Sementara itu, harga komoditas energi minyak mentah dari West Texas Intermediate telah menunjukkan penurunan. Dari sisi domestik, tingkat produksi pertanian Sulbar yang diprakirakan mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan adanya pembentukan food estate.
Lebih lanjut, terdapat pelaksanaan Gerakan Tanam Satu Juta Cabai oleh Pemprov Sulbar berpotensi mampu memitigasi risiko kenaikan inflasi pada sejumlah komoditas tersebut yang terpantau mengalami kenaikan yang signifikan pada akhir tahun 2024.
Kemudian, membaiknya kondisi iklim pada 2024 sejalan dengan prakiraan berakhirnya El Nino pada akhir semester I 2024. Selain itu, tingkat produksi ikan tangkap diprakirakan terus meningkat sejalan dengan peningkatan kapasitas kapal nelayan pada tahun ini sehingga mampu menekan komponen inflasi pangan.
Namun, terdapat berbagai risiko yang dapat meningkatkan inflasi, seperti kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan kenaikan tarif cukai rata-rata sebesar 10% pada 2023-2024. Kemudian, mobilitas yang terjadi saat HBKN (Idul Fitri dan Nataru) berpotensi meningkatkan konsumsi yang akan berimplikasi pada kenaikan harga.
Selain itu, risiko bencana alam yang memutus jalur perdagangan utama, yakni Jalan Trans Sulawesi akan memberikan dampak ketidaklancaran distribusi yang berpotensi menaikkan harga berbagai komoditas.
Tantangan hasil perikanan yang banyak dipasarkan ke luar wilayah Sulbar akibat adanya disparitas harga antara Sulbar dengan provinsi lain turut akan memengaruhi persediaan stok komoditas aneka ikan segar.
Dengan mempertimbangkan tantangan dan faktor risiko tekanan inflasi tersebut, IHK tahunan Sulbar pada tahun berjalan diprakirakan berada pada rentang 2,35%-2,65%. (*)