JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Badan Narkotika Nasional (BNN) RI saat ini sedang gencar melakukan penguatan wilayah perbatasan sebagai salah satu strategi dalam mencegah penyalahgunaan narkotika.
“Diketahui bahwa sebanyak 80 persen penyelundupan narkotika dari luar negeri dilakukan melalui jalur laut,” kata Kepala BNN RI Komjen Pol. Marthinus Hukom dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin 8 Juni 2024.
Saat menerima kunjungan belajar (study visit) yang dilakukan Delegasi Kementerian Perempuan, Anak Usia Dini dan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat Sarawak, Malaysia, di Gedung BNN RI, Jakarta, pada 5 Juli, Marthinus mengatakan fakta itu memerlukan penguatan wilayah perbatasan.
“Penguatan wilayah perbatasan itu diperlukan karena kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai pulau-pulau Nusantara mencapai 85 ribu kilometer yang memungkinkan menjadi ‘pintu masuk’ serta jalur peredaran gelap narkotika,” katanya.
Kepada delegasi dari Serawak, ia menuturkan kemungkinan tersebut perlu diperhatikan mengingat perbatasan Indonesia dan Malaysia mencakup perbatasan daratan di Pulau Kalimantan dan perbatasan laut di sepanjang Selat Malaka.
Selain fokus ke perbatasan itu, BNN dalam rangka pencegahan narkotika, juga menitikberatkan intervensi program pencegahan melalui penguatan ketahanan keluarga dan teman sebaya.
Berdasarkan survei yang dilakukan, Marthinus menyebutkan banyak remaja terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika akibat rapuhnya ketahanan keluarga serta pengaruh lingkungan teman sebaya.
Mendengar penjelasan Kepala BNN RI beserta jajaran, Pimpinan Delegasi Sarawak, Malaysia, Datu Felicia Tan Ya Hua menyampaikan apresiasi atas informasi yang diberikan serta penerimaan BNN terhadap kunjungan yang dilakukan.
Dirinya mengakui Indonesia memiliki sarana dan prasarana yang sangat lengkap dalam menunjang kebutuhan penanganan permasalahan narkotika. Dalam diskusi, dibahas lebih dalam tentang program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika.
Felicia juga menanyakan terkait rehabilitasi bagi warga negara asing yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia.
Hasil diskusi menyebutkan, baik Indonesia maupun Malaysia, tidak memiliki kewenangan dalam merehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika yang merupakan warga negara asing.
Oleh sebab itu, kedua belah pihak berencana membahas hal tersebut lebih lanjut sebagai salah satu poin kerja sama yang dapat dijajaki antara keduanya.
Mengakhiri kunjungannya, BNN RI mengajak Delegasi Sarawak, Malaysia berkeliling melihat Museum Narkotika pertama di Indonesia, Pranidha Ranajaya Ghanavara, serta berkunjung ke Institusi Penerima Wajib Lapor yang merupakan tempat pelayanan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika. (ant)