SEMANGATNYA untuk mewujudkan harapan menjadi sarjana patut diapresiasi. Dan tidak berlebihan menjadi contoh solusi untuk mengatasi keterbatasan. Ibarat slogan mengatasi masalah tanpa masalah. Menjadi penjual buah keliling mendayung sepeda, termasuk ke kampus untuk kuliah.
Oleh : M. Danial
Namanya Andi Riza Ardia. Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Bina Bangsa Majene, berasal dari Bontang, Kalimantan Timur. Ia mendayung sepeda dari tempat kostnya di daerah Lembang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene. Ke kampusnya di Lutang, Majene yang berjarak sekira empat kilometer pergi-pulang.
Sebelum ke kampus, gadis 26 tahun ini berkeliling mendayung sepeda andalannya menjajakan aneka macam buah segar yang dijual Rp2.000 per potong. Menariknya, buah yang tidak laku atau tidak terjual sampai pulang kuliah, dibagi-bagi kepada tukang becak dan kaum duafa. Gratis.
Berjualan buah keliling dilakukan Ardia dilandasi keinginannya memenuhi kebutuhan tanpa membebani orang tuanya. Bertekad menjadi mahasiswa perantau yang mandiri, mengatasi kesulitan dengan usaha sendiri.
“Saya menyadari keterbatasan sebagai (mahasiswa) perantau. Keterbatasan biaya paling utama, bagaimana saya memutar otak, memendek diri saya sebagai perantau, jauh dari orang tua dan ngekos. Akhirnya saya memutuskan seperti ini (jualan buah),” jelas Ardia, Selasa 16 Juli, sore.
Bungsu dari empat bersaudara itu meninggalkan orang tuanya di Bontang sejak 2020. Merantau ke Sulawesi Barat untuk mewujudkan cita-citanya menjadi sarjana. Ia memilih Stikes Bina Bangsa karena merasa sesuai kemampuannya.
Sebelum berjualan buah keliling sejak 2022, Ardia mengaku sebelumnya pernah menjadi pemulung sampah. Pekerjaan itu dilakukan tanpa pernah merasa rendah diri, demi mendapatkan tambahan uang untuk biaya hidup sehari-hari sebagai perantau.
“Pernah juga kerja di cafe, berhenti, pernah juga jadi pemulung. Selanjutnya jualan buah seperti sekarang. Semua saya laku karena tidak mau merepotkan keluarga,” ujarnya.
Pekerjaan Ardia sebagai penjual buah keliling tidak dilakukan setiap hari. Ia selalu mengatur waktunya dengan mengutamakan kuliahnya. Apalagi, kadang ada tugas praktik dari kampus yang harus dilaksanakan sebagai mahasiswa.
“Tidak setiap hari juga berjualan buah. Kadang dua kali sampai empat kali seminggu. Soalnya biasa ada tugas kampus, praktik, itu harus saya laksanakan. Makanya saya selalu berusaha mengatur waktu dengan baik,” tuturnya.
Menjajakan buah dilakukan dalam perjalanan dari tempat kost ke tempat kuliah. Sebelum berangkat, ia menyiapkan aneka jenis buah yang akan dijual. Dipotong-potong dalam ukuran kecil yang dikemas menggunakan plastik transparan. Itulah yang dijual Rp2 ribu setiap kemasan.
Setiap perjalanan Ardia ke kampusnya atau berkeliling jualan buah dengan sepeda andalannya, di punggungnya sengaja ditempel semacam poster kecil bertuliskan: CALON SARJANA. Tulisan di panggung Ardia itu kerap mengundang perhatian warga.
“Tujuan saya semata untuk memotivasi diri sendiri, syukur-syukur kalau bermanfaat bagi orang lain. Kita tidak perlu malu atau gengsi melakukan pekerjaan apapun, yang penting halal,” imbuhnya, meyakinkan.
Buah dagangan Ardia ditempatkan dalam kotak kaca semacam boks kecil di bagian belakang sepedanya. Katanya, kotak kaca tersebut merupakan pesanan khusus pada tukang las yang dibiayai dengan menyisihkan sedikit demi sedikit uang sisa belanja hari-harinya.
Ditanya hasil penjualan buahnya setiap hari, Ardia mengatakan tidak pasti. Tapi, ia mengaku bersyukur bisa selalu mendapat keuntungan sekira Rp30 ribu. Buah yang tidak terjual dibagikan Ardia kepada kaum duafa yang dilewati sepulang dari kampus.
Ia berharap manfaat dari pembagian buah tersebut secara gratis. Selain itu, menurut Ardia, di kostnya tidak ada kulkas untuk menyimpan buah yang tidak terjual.
“Saya tidak punya kulkas di tempat kost. Kalau buah dibawa pulang, takutnya rusak atau tidak segar lagi. Makanya saya berpikir lebih baik dibagikan, semoga bermanfaat. Saya juga selalu berpikir sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, Allah akan membalasnya,” jelasnya.
Selasa sore, kemarin, Ardia keluar dari salah satu ruangan kampusnya sambil tersenyum bahagia. Ia baru saja menyelesaikan seminar hasil sebagai mahasiswa tingkat akhir. Ia mengenakan selempang berwarna ungu bertuliskan: Andi Riza Ardia, SKM. Ia kini berhak menyandang predikat Sarjana Kesehatan Masyarakat. Selamat buat Ardia. (*)