PASANGKAYU, SULBAR EXPRESS – Telah digelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait lahan masyarakat Dusun Marisa, Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, yang diklaim masuk HGU PT Letawa. RDP itu berlangsung di ruang aspirasi DPRD Pasangkayu, Senin 29 Juli 2024.
RDP tersebut dipimpin legislator DPRD Pasangkayu Herman Yunus. Hadir juga anggota DPRD Pasangkayu Nurlatif, Andi Muh. Yusuf, dan Nasruddin. Hadir pula, pihak Kejari Pasangkayu, Kodim 1427 Pasangkayu, Polres dan Polsek Pasangkayu, Kepala BPN Pasangkayu, Camat Tikke Raya, Kepala Desa Lariang, Kepala Desa Jengeng, pihak PT Letawa, tokoh masyarakat, dan mantan Ketua Komisi I DPRD Pasangkayu Yani Pepy.
Setelah mendengar penjelasan dan masukan dari berbagai pihak, maka DPRD Pasangkayu merekomendasikan lima poin.
Pertama, telah terjadi overlaping atau tumpang tindih antara SHM milik masyarakat Dusun Marisa, Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya Kabupaten Pasangkayu dan fasilitas umum Pemda Pasangkayu dengan HGU PT Letawa.
Kedua, keberadaan Dusun Marisa, Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya Kabupaten Pasangkayu, berasal dari eks PT Lariang milik Pepi Adriani seluas 365 Ha berdasarkan pelepasan kawasan hutan dengan nomor: 722/KPTS-II/1989.
Ketiga, berdasarkan perjanjian bersama pada 23 Juni 1992, PT Lariang dengan PT Letawa telah melakukan kesepakatan terkait pelepasan hak dan kepentingan yang dituangkan dalam akta notaris Rusmasanti Hardjasatya dengan nomor 78 tanggal 22 Juni 1992, yang mana PT Lariang memiliki lahan seluas 2.356 Ha dan yang dilepaskan kepada PT Letawa berdasarkan perjanjian tersebut seluas 2.000 Ha, dan kesisahannya seluas 356 Ha telah dikuasai/ditanami dan saat ini telah menjadi pemukiman Dusun Marisa. Akan tetapi PT Letawa secara yuridis menguasai dan memasukkan ke dalam HGU seluas 2.356 Ha. Oleh karena itu PT Letawa sebagai subjek hukum telah melakukan wanprestasi atau mengingkari perjanjian kesepakatan.
Keempat, meminta PT Letawa mengeluarkan area seluas 356 Ha yang telah disepakati dengan batas-batas sebagai berikut: parit India 20, parit India 21, dan parit India 13 tahun 2006 antara PT Lariang dengan PT Letawa sesuai berita acara yang ditandatangani oleh Ir. Boan Sulu dari pihak PT Letawa dan Fauce Adriani dari pihak PT Lariang yang diketahui Vintje G. Rattu selaku CDAM Area C pada waktu itu, tanpa harus menunggu proses perpanjangan HGU.
Kelima, meminta pihak ATR/BPN Pasangkayu melaporkan kepada Kementerian ATR/BPN agar area selua 356 Ha dikeluarkan dari HGU PT Letawa sesuai akta pelepasan hak dan kepentingan nomor 78 oleh notaris notaris Rusmayanti Hardjasatya tanggal 22 Juni 1992. Dan meminta segera melakukan revisi atau pembaharuan dokumen tumpang tindih sebagaimana yang dimaksud. Segala biaya yang timbul dibebankan kepada pihak pemohon HGU berdasarkan ketentuan yang berlaku.
“Tindak lanjut dari rekomendasi itu tembusannya akan kami sampaikan ke pemerintah pusat,” kata Herman Yunus via telepon, Rabu 31 Juli 2024.
“Karena kalau kita melihat, permohonan dari permohonan HGU itu ada wanprestasi. Ada pengingkaran perjanjian disitu oleh PT Letawa. Makanya ini harus diselesaikan cepat,” ucapnya. (*)