MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Perkembangan ekonomi Sulbar pada Q2 2024 hanya 4,30 persen, atau lebih rendah dari Q1 2024 sebesar 6,04 persen. Pencapaian tersebut juga lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional Q2 2024 sebesar 5,05 persen.
Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulbar Gunawan Purbowo pada Obrolan Santai Bank Indonesia Bersama Media (OSBIM) di DAP Cafe Mamuju, Senin 26 Agustus 2024.
“Pertumbuhan ekonomi itu kan hitungnya dari komsumsi yang dilakukan pemerintah, ada proyek, ada anggaran-anggaran dari APBD, kemudian dari masyarakat. Terus investasi yang masuk ke kita, dan terakhir yang dilihat ekspornya,” ucap Gunawan.
Dari sisi lapangan usaha, lanjut Gunawan, lapangan usaha idustri pengolahan mencatatkan kontraksi pertumbuhan akibat penurunan produksi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi juga tercatat deseleratif seiring dengan selesainya beberapa proyek infrastruktur daerah oleh pemerintah. Terakhir, perlambatan pertumbuhan lapangan usaha administrasi pemerintahan disebabkan oleh penurunan realisasi belanja pegawai berupa THR yang bergeser ke Q1 2024.
Jika ditinjau dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh melambat yang dipengaruhi oleh penurunan konsumsi barang tahan lama, tercermin dari melambatnya pertumbuhan penjualan mobil. Selain itu, capain indeks keyakinan konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan penurunan dari nilai 123 pada Q1 2024 menjadi 111 pada Q2 2024.
Selanjutnya, Gunawan juga mengungkapkan mengenai capaian inflasi tahunan Provinsi Sulbar pada Juli 2024 lebih rendah dari tingkat inflasi nasional. Tingkat inflasi tahunan pada Juli 2024 tercatat sebesar 2,08 persen (yoy) atau secara bulanan -0,45 persen (mtm), lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 2,13 persen (yoy).
“Sejumlah komoditas menyumbangkan inflasi, seperti beras, kontrak rumah, ikan tuna, jeruk nipis, dan uang sekolah,” sebut Gunawan.
Diuraikan, pada Juli 2024, merupakan masa periode tanam padi. Sehingga kuantitas pasokan beras menjadi turun. Lalu kenaikan harga ikan tuna disebabkan oleh menurunnya hasil tangkapan karena tingginya migrasi ikan cakalang, sehingga menggeser habitat ikan tuna.
“Selanjutnya kenaikan harga jeruk nipis disebabkan menurunnya stok pasokan dari Sulsel. Terakhir, meningkatnya tekanan inflasi kontrak rumah dan uang sekolah dasar dipengaruhi oleh penyesuaian harga oleh pemilik rumah dan kebijakan sekolah untuk penyesian taris SPP,” ujar Gunawan. (*)