Oleh : Dr Taufan Hunneman
JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Beberapa waktu terakhir Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menemui para pemimpin negara sahabat.
Perjalanan Prabowo dimulai dengan menemui Presiden Prancis Emmanuel Macron. Lawatan dilanjutkan ke Serbia, bertemu Presiden Aleksansander Vucic, kemudian dilanjutkan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Beberapa bulan sebelumnya, Prabowo bertemu Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Prabowo juga hadir dalam dua konferensi internasional, yaitu Shangri-La Dialogue di Singapura pada 31 Mei-2 Juni 2024 dan KTT Darurat Gaza di Amman, Jordania, pada 11 Juni 2024. Kedua konferensi itu membahas isu sangat penting.
Shangri-La Dialogue mengangkat isu politik keamanan Asia Pasifik, sementara KTT Darurat Gaza mendiskusikan upaya internasional mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.
Menilik pada apa yang dilakukan Prabowo sebenarnya tidak mengherankan, mengingat Indonesia mengusung politik luar negeri bebas aktif, artinya tidak memihak kubu manapun yang bertikai, serta aktif mendorong kerja sama dan perdamaian dunia.
Baik sebagai Menhan maupun presiden terpilih, muhibah Prabowo tersebut dianggap potensial membuka ruang interpretasi tentang bagaimana pemerintahan yang akan datang membawa Indonesia di kancah internasional.
Bebas Aktif
Muhibah Menhan dalam kerangka Indonesia yang mengusung politik luar negeri bebas aktif, membawa pesan tersendiri.
Dalam pelaksanaan diplomasi dan politik luar negeri, Kemenlu RI berpedoman pada UU Hubungan Luar Negeri (Hublu) Pasal 3 yang berbunyi: “Politik luar negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional”.
Dengan demikian, perjalanan Prabowo menemui pemimpin negara sahabat dan terlibat dalam sejumlah konferensi internasional berada dalam jalur yang sesuai dengan prinsip bebas aktif tersebut.
Bebas-aktif memang sudah menjadi prinsip politik luar negeri RI sejak republik ini berdiri. Bebas mengacu pada keleluasaan memilih langkah diplomasi sesuai kepentingan nasional tanpa tekanan dari pihak asing. Aktif merujuk pada kontribusi Indonesia dalam upaya perdamaian dunia.
Meskipun Prabowo berlatar belakang militer, namun amanah yang diembannya tidak saja membuatnya hanya lebih tertarik pada isu pertahanan keamanan dan geopolitik di kawasan semata.
Dengan rekam jejaknya yang panjang dalam atmosfer internasional, bahkan sejak masih belia, Prabowo diperkirakan akan semakin aktif menyuarakan kepentingan Indonesia di konferensi internasional dan forum multilateral.
Setiap pemimpin tentu memiliki idealisme, kebijakan, dan pendekatan berbeda dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Satu hal yang pasti, para pemimpin ingin melihat kehidupan rakyatnya lebih baik dan citra negaranya dihormati dalam pergaulan politik dunia.
Indonesia beruntung karena kebijakan politik luar negeri bebas aktif dan tidak terafiliasi dengan kekuatan besar mana pun. Mandat Konstitusi juga jelas, bahwa Indonesia harus aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.
Indonesia memiliki ruang yang memadai dan argumentasi kuat untuk memainkan peran dalam upaya penyelesaian konflik. Upaya ini tidak hanya terbatas pada mediasi, tetapi juga peace building.
Stabilitas regional dalam lingkup ASEAN bisa dijadikan role model, mengingat posisi Indonesia sebagai poros ASEAN, agar kawasan Asia Tenggara tetap damai, stabil, dan dinamis.
Dialog terbuka merupakan kata kunci dari keberhasilan ASEAN dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan. Dialog juga menjadi cara bagi ASEAN untuk menjaga hubungan baik dengan mitra di Asia Timur, utamanya China. Kondisi positif ini yang menempatkan ASEAN menjadi salah satu pusat pertumbuhan dunia.
Hubungan baik yang terbina antara ASEAN dan China adalah berkat terjaganya ruang dialog yang dimaksud. Baik China maupun ASEAN menyadari bahwa setiap pihak saling tergantung.
Selaras dengan pernyataan Prabowo Subianto, dalam sesi Special Address di sela-sela Shangri-La Dialogue di Singapura, awal Juni 2024, tiga prinsip yang disampaikan Menhan dalam forum tersebut adalah kemauan hidup berdampingan dengan damai (coexistence), kolaborasi, serta membangun kompromi.
Untuk itu Indonesia mendorong pentingnya dialog yang inklusif, menjalin kerja sama konkret, seraya terus-menerus memperkuat implementasi hukum-hukum internasional.
Prabowo memastikan, sebagai negara nonblok, Indonesia tidak akan berpihak kepada poros tertentu.
Menurut Prabowo, Indonesia akan lebih mengedepankan sikap saling menghormati eksistensi, martabat, dan kedaulatan setiap negara, mengingat tidak ada satu narasi tunggal untuk semua hal.
Capaian besar ASEAN sejak berdiri pada tahun 1966, adalah tidak adanya perang antarnegara di kawasan Asia Tenggara.
Situasi damai dan stabil ini memungkinkan pembangunan ekonomi. ASEAN terbiasa menggelar dialog dan juga menyediakan jembatan atau mediasi, dalam berbagai forum, baik di kawasan Asia maupun Pasifik.
Selaras dengan gagasan Prabowo, baik di kawasan maupun global, Indonesia akan lebih memosisikan diri sebagai “tetangga yang baik”.
Di kawasan, kebijakan ini mengakar pada nilai-nilai Asia yang lebih menitikberatkan pada sisi harmoni daripada keakuan, lebih pada rasa ketimbang semata-mata rasio.
Gagasan Prabowo berbasis pada tradisi di negeri ini, bahwa tetangga merupakan pihak yang terdekat, yang akan menolong ketika sedang menghadapi kesulitan.
Tetangga yang akan segera datang menolong, bukan saudara kandung yang tinggal berjauhan. “Tetangga yang baik” diyakini bisa diterapkan dalam kehidupan bernegara.
Sikap saling menghormati dan menghargai, menjadi opsi untuk penyelesaian sengketa wilayah yang berpotensi terjadi.
Stabilitas Indo-Pasifik
Saat ini terdapat transformasi dari sebutan “Asia-Pasifik” bergeser menjadi “Indo-Pasifik” yang menggambarkan dinamika lanskap strategis global.
Sebutan ini juga memastikan arti penting Indonesia sebagai penghubung Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di dalam percaturan dunia.
Indo-Pasifik merupakan kawasan geografis penting dan strategis dalam peta geopolitik ataupun geostrategi.
Lebih dari setengah penduduk dunia bermukim di Indo-Pasifik, dan lagi pertumbuhan ekonomi negara-negara Indo-Pasifik menjadi tolok ukur perekonomian dunia.
Dinamika geomaritim dan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik membutuhkan pengelolaan kekuatan maritim yang tepat.
Selain merupakan jantung perekonomian dunia, kawasan Indo-Pasifik juga menyimpan sejumlah permasalahan dan konflik, yang memerlukan penanganan serta penyelesaian secara komprehensif.
Perkembangan geomaritim dan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik sejatinya memerlukan pengelolaan kekuatan maritim, mengingat kawasan ini merupakan jantung perekonomian dunia.
Sebagai palagan utama persaingan dua kekuatan dunia, kawasan Indo-Pasifik rawan konflik. Kondisi ini harus dikelola agar Indo-Pasifik stabil dan damai.
Kawasan Indo-Pasifik mendapat perhatian besar di tengah kebangkitan China, sebagai kekuatan adidaya yang mampu mengimbangi Amerika Serikat (AS).
Kawasan ini juga kian penting, mengingat episentrum pertumbuhan dunia sekarang berada di Asia-Pasifik. Kombinasi dua fenomena ini – kebangkitan China dan episentrum pertumbuhan global di Asia-Pasifik – menyebabkan Indo-Pasifik menjadi “medan pertarungan” kekuatan besar dunia atau great power, yakni China dan AS.
Posisi Indonesia yang berada di Asia-Pasifik, mengharuskan Prabowo (sebagai Presiden RI berikutnya) memperhitungkan dengan cermat bagaimana memosisikan Indonesia di tengah-tengah tarikan blok aliansi pertahanan, seperti AUKUS, poros AS-Jepang-Filipina, termasuk juga NATO.
Secara ideal-normatif Prabowo akan meneruskan politik luar negeri bebas-aktif, nonblok, dan tidak memihak. Ini prinsip politik luar negeri Indonesia.
Sesuai dengan lokasi geografis, prinsip politik luar negeri Indonesia harus diletakkan dalam perspektif ASEAN sebagai entitas regional yang berada di tengah pusaran tarik menarik kepentingan dua negara adidaya AS-China.
Situasi seperti ini yang kelak akan dihadapi pemerintahan mendatang. Maka ASEAN harus terus mempertahankan konsep ASEAN Centrality.
Artinya, Indonesia dan ASEAN harus mengambil peran dalam pembahasan masa depan Asia-Pasifik, agar suara dan kepentingannya ikut dipertimbangkan.
Salah satu langkah yang bisa diambil Indonesia, mengundang investor dari China, Jepang, Korsel, dan AS, untuk mengembangkan pulau-pulau terluar agar bisa menekan potensi konflik ke level minimum.
Berkembangnya ekonomi pulau terluar, utamanya dalam sektor energi terbarukan dan wisata, akan meneguhkan effective occupation dan menegaskan kehadiran negara.
Seperti tumbuhnya ekonomi Natuna berkat investasi paralel China, Jepang, Korsel, dan AS, dan menjadi faktor meminimalkan potensi konflik terbuka di Natuna, dan Laut China Selatan secara lebih luas.
ASEAN berada di antara dua kekuatan besar itu. Ada anggotanya yang condong ke China, tetapi ada pula yang lebih dekat ke AS. Hal yang paling penting ialah bagaimana ASEAN mengelola situasi ini, agar persaingan pengaruh tak merugikan anggotanya.
Sebaliknya, pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan penduduk kian meningkat kualitasnya.
Kebijakan politik luar negeri pemerintahan mendatang bernilai strategis, ketika Indonesia diasumsikan sebagai pemimpin ASEAN. Inilah nilai positif politik luar negeri bebas aktif yang berkelanjutan. (Antara)
* Dr Taufan Hunneman adalah dosen UCIC, Cirebon.