SULBAR EXPRESS – Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen kakao berkualitas di dunia. Berdasarkan data BPS tahun 2022, Sulawesi Barat menempati peringkat keempat sebagai daerah dengan produksi kakao terbesar di Indonesia, di mana Kabupaten Polewali Mandar menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan sejak 2017 hingga 2021. Kabupaten ini bahkan menjadi penghasil kakao terbesar di Sulawesi Barat. Namun, sayangnya, produksi yang melimpah ini belum dibarengi dengan teknologi hilirisasi yang memadai.
Kelompok Tani Indonesia Hijau, salah satu mitra pengabdian masyarakat dalam program ini, selama ini hanya mampu mengolah biji kakao hingga menjadi produk setengah jadi seperti pasta, lemak, dan bungkil kokoa. Padahal, dengan inovasi, produk setengah jadi tersebut bisa diolah menjadi produk akhir yang bernilai jual lebih tinggi. Selain itu, kemasan yang menarik dan ramah lingkungan juga berperan penting dalam menjaga kualitas, meningkatkan nilai jual, serta menjadi sarana promosi yang efektif.
Inilah yang menjadi fokus utama Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang digagas oleh dosen-dosen dari Fakultas Ekonomi Universitas Sulawesi Barat. Melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan, mereka berupaya membantu petani meningkatkan keterampilan dalam diversifikasi produk olahan cokelat dan merancang kemasan ramah lingkungan dengan konsep smart packaging. Program ini didanai oleh hibah dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk tahun 2024.
Pelatihan ini menyasar Kelompok Tani Indonesia Hijau, yang terdiri dari petani kakao beserta istri-istri mereka di Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa, 3 September 2024, dengan melibatkan beberapa dosen sebagai pelaksana, di antaranya Haeruddin Hafid, S.E., MM. selaku Ketua Tim, bersama Sri Amalia Edy, S.E., MAk., dan Andi Marlisa Bossa Samang, S.TP., M.Si.
“Kami berharap, setelah pelatihan ini, para peserta dapat mandiri dalam mengolah kakao menjadi berbagai produk bernilai jual tinggi dan menggunakan kemasan ramah lingkungan untuk mendukung Sustainable Development Goals (SDGs),” ujar Haeruddin Hafid.
Ketua Kelompok Tani Indonesia Hijau, Wahyudi M. Ichsan, menyambut positif inisiatif ini. Ia mengungkapkan, “Selama ini, anggota kelompok hanya berfokus pada penjualan biji kakao mentah dan setengah jadi. Mereka belum memiliki keterampilan untuk mengolah kakao menjadi produk akhir yang beragam, sehingga pilihan produk bagi konsumen sangat terbatas.”
Selain diversifikasi produk, inovasi pada kemasan juga menjadi perhatian utama. Wahyudi menjelaskan, “Pemakaian kemasan kertas yang ramah lingkungan dan penambahan indikator kesegaran produk (smart packaging) pada kemasan cokelat adalah terobosan baru yang belum pernah ada di produk lokal Sulawesi Barat. Kami berharap ini bisa menjadi nilai tambah bagi produk olahan kami.”
Melalui pelatihan ini, para peserta berhasil menghasilkan beberapa produk olahan cokelat seperti cokelat batang, permen cokelat, dan cokelat jahe instan. Tidak hanya enak, produk ini juga memiliki manfaat kesehatan. Misalnya, tambahan jahe pada cokelat jahe instan memberikan sifat fungsional, menambah kandungan antioksidan, serta menjadikan produk lebih menyehatkan. “Diversifikasi ini menambah pilihan bagi konsumen dan memberikan daya tarik tersendiri bagi produk kami,” tambah Wahyudi.
Kemasan produk hasil rancangan tim PKM terbuat dari kertas daur ulang yang mudah terurai, dilengkapi dengan indikator kesegaran yang menunjukkan kondisi cokelat, apakah masih layak konsumsi atau tidak.
Melalui program ini, tim PKM berharap mitra sasaran dapat secara mandiri mengembangkan berbagai produk olahan cokelat dan terus mendukung konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, sejalan dengan SDGs, melalui penggunaan kemasan ramah lingkungan. (*)