MAMASA, SULBAR EXPRESS – Kabupaten Mamasa, Sulbar, memiliki kekayaan potensi budaya yang tidak kalah dari daerah lain.
Salah satu potensi budaya dan adat serta kepercayaan yang masih terjaga hingga saat ini di Kabupaten Mamasa adalah penganut penghayat kepercayaan Ada’ Mapporondo.
Tentunya, perjuangan pelindungan sistem nilai budaya, adat-istiadat dan kepercayaan harapannya menjadi program calon kepala daerah Kabupaten Mamasa. Hal ini sesuai dengan arahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Pemajuan Kebudayaan meliputi tindakan yang dilakukan terhadap objek pemajuan kebudayaan yakni inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan.
Setiap warga negara dapat berperan aktif dalam pemajuan kebudayaan. Di dalam undang-undang tersebut terdapat sepuluh objek pemajuan kebudayaan yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.
Pembangunan daerah seharusnya terintegrasi dengan pemajuan kebudyaan. Sebetulnya inti pemajuan kebudayaan dapat diterapkan di dalam peningkatan layanan sosial dasar seperti layanan pendidikan, kesehatan dan pengembangan ekonomi berbasis masyarakat.
Kebudayaan melekat pada system nilai sosial, ekonomi dan politik yang tidak dapat dipisahkan dengan sumberdaya alam. Bahkan kebudayaan merupakan simbol dan identitas dari suatu masyarakat dalam mengelola dan menjaga sumberdaya alam.
Lantas, bagaimanakah seharusnya kebudayaan menjadi pondasi pembangunan untuk daerah?
Pembangunan saat ini dipandang sebagai bagian proses tranformasi sosial budaya yang menjelaskan bagaimana pembangunan seharusnya merepresentasikan kebutuhan masyarakat bukan semata untuk kepentingan politik saja.
Transformasi sosial budaya berarti berbicara tentang sistem model pembangunan berdasarkan masalah, fakta dan solusi. Masalah dan fakta itulah yang dijadikan mental model perspektif pembangunan daerah.
Salah satu pendekatannya adalah penguatan akar budaya dan kognitif kebudayaan daerah. Hal ini merupakan model pendekatan baru di dalam pembangunan daerah yang bersumber dari kosmologi kebudayaan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat perlu dilibatkan di dalam proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi pembangunan. Masyarakat menjadi aktor pengontrol pelaksanaan pembangunan.
Pertanyaannya adalah sejauh mana kesempatan kita melibatkan masyarakat untuk mendesain, menjadikan serta melaksanakan pembangunan berdasarkan nilai budaya di dalam pembangunan.
Tentunya pelaksanaan ini merupakan usaha yang berat dan juga membutuhkan waktu yang sangat panjang tetapi sangat mungkin dilakukan.
Oleh karena itu pola pikir kita sebaiknya tidak didasarkan pada permasalahan formal atau informal saja, akan tetapi lebih terkait dengan permasalahan teknis bagaimana pengalaman dan kebudayaan diapresiasi menjadi modal pembangunan secara demokratis.
Merujuk visi misi Indonesia Emas 2045 agenda ke lima dari delapan agenda Indonesia Emas 2045 adalah Memantapkan Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi.
Melalui Indonesia Emas 2045, Indonesia juga berfokus untuk memantapkan ketangguhan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan yang mampu mengoptimalkan modal sosial budaya, menjaga keberlanjutan sumber daya alam, serta tahan menghadapi berbagai bencana, perubahan dan guncangan.
Generasi muda merupakan aktor penting sebagai prioritas di dalam pembangunan daerah yang disusun melalui jalan kebudayaan, Pembangunan harus membuat masyarakat percaya diri dengan budaya dan adat mereka, hidup berkembang dengan bahasa dan tradisi mereka.
Mereka melihat ketidakadilan di masa lalu, dan tidak terulang di dalam pembangunan daerah saat ini.
Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan menyampaikan bahwa di dalam pembangunan Indonesia sekarang ini sudah ada amanat mengarustamakan kebudayaan dalam pembangun, seperti pengetahuan tradisional, kearifan lokal, pranata sosial di masyarakat sebagai penjelmaan nilai-nilai sosial budaya moralitas harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan.
Masyarakat adat perlu dilibatkan di dalam proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi pembangunan. Masyarakat menjadi aktor pengontrol pelaksanaan pembangunan.
Pertanyaannya adalah sejauh mana kesempatan kita melibatkan masyarakat untuk mendesain, menjadikan serta melaksanakan pembangunan berdasarkan nilai budaya di dalam pembangunan. Tentunya pelaksanaan ini merupakan usaha yang berat dan juga membutuhkan waktu yang sangat panjang tetapi sangat mungkin dilakukan.
Oleh karena itu pola pikir kita sebaiknya tidak didasarkan pada permasalahan formal atau informal saja, akan tetapi lebih terkait dengan permasalahan teknis bagaimana pengalaman dan kebudayaan diapresiasi menjadi modal pembangunan secara demokratis.
Dalam benak hati, timbulah pertanyaan, siapakah yang akan mendampingi dan mengawal proses pembangunan untuk kebudayaan dan Masyarakat Adat? Tentunya selain masyarakat itu sendiri juga terdapat peran penting dari pegiat dan pendamping pemberdayaan masyarakat. Fungsi di dalam pendampingan tersebut salah satunya adalah menjaga dan menjembatani transformasi pengetahuan antar budaya lintas generasi.
Senada dengan hal tersebut, telah terjadi model pendampingan baru yang dilakukan oleh aktivis adat dan budaya di Indonesia yang menjembatani advokasi hak-hak masyarakat rentan, masyarakat adat melalui kampanye dan sinergitas kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah.
Semoga kedepannya para calon kepala daerah Kabupaten Mamasa mempunyai keberpihakan melalui visi dan misi kebijakan daerah terhadap budaya dan Masyarakat Adat.
Budaya kuat, Adat terjaga, tata kelola pemerintahan yang inklusif dan akuntabel akan terlaksana. Salam Budaya dan Masyarakat Adat!
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemedikbudristek) Republik Indonesia, Kemitraan dan Paham melaksanakan Dialog kebudayaan bersama Pasangan Calon (Paslon) kepala daerah kabupaten Mamasa dengan tema pemenuhan hak-hak dan layanan dasar penghayat kepercayaan ada’ Mappurondo dan masyarakat adat.
Dialog bakal dilaksanakan di hotel Sajojo Mamasa, Kamis 12 September 2024.
Berdasarkan komunikasi dengan pasangan calon kepala daerah kabupaten Mamasa, ke tiga paslon semuanya menyatakan akan hadir sebagai narasumber.
Selain Paslon sebagai narasumber juga berasal dari Kemitraan – The Partnership dan Ketua Umum penghayat kepercayaan Ada’ Mappurondo.
Peserta dialog kebudayaan mengundang secara terbatas hanya100 orang yang berasal dari organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, masyarakat adat, penghayat kepercayaan, NGO, pers, partai politik dan mahasiswa. (*)