Oleh : M Danial
BENTUKNYA kecil. Sederhana, tapi harganya belum tentu sederhana. Biasanya berdiameter tidak lebih dari 2,5 centimeter. Umumnya terbuat dari aluminium, perak, kuningan, bahkan pelat atau plastik. Ada juga yang berbahan logam mulia seperti emas. Setidaknya emas imitasi.
Benda kecil itu bernama pin. Tanda pengenal resmi atau identitas pejabat publik, termasuk anggota DPR atau DPRD.
Sudah menjadi tradisi pelantikan pejabat publik ditandai dengan prosesi pengambilan sumpah secara formal. Biasanya disertai penyematan pin secara simbolis kepada yang dilantik, seperti pada pelantikan anggota DPR atau DPRD. Pin tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal, tapi merupakan juga simbol status pejabat publik.
Berdasarkan referensi, pin sebagai tanda pengenal atau atribut resmi pejabat publik di Indonesia memiliki sejarah panjang. Berkaitan dengan simbol kekuasaan.
Pada awal kemerdekaan ketika sistem demokrasi parlementer baru mulai berjalan. Pin dipakai para anggota parlemen sebagai simbol jabatan. Tujuannya untuk membedakan dengan masyarakat umum. Terutama pada acara atau kegiatan resmi pemerintahan atau parlemen.
Awalnya penggunaan pin belum berlaku umum sebagai atribut formal. Namun seiring dengan perkembangan struktur pemerintahan, pin mulai menjadi tanda pengenal resmi pejabat pemerintah dan parlemen. Pada era Orde Baru, pin tidak hanya menjadi atribut resmi, melainkan merupakan simbolisme kekuasaan.
Pasca reformasi 1998 yang ditandai makin terbukanya demokrasi dan pemerintah lebih transparan, pin makin jelas menjadi identitas resmi pejabat publik. Awalnya desainnya cukup sederhana. Namun seiring waktu, desain pin juga mengalami perkembangan. Pin DPR berbentuk lambang negara Garuda Pancasila merupakan representasi integritas, tanggung jawab, dan loyalitas anggota parlemen kepada negara.
Penggunaan pin juga menjadi identitas resmi menteri dan pejabat pemerintah lainnya. Termasuk kepala pemerintahan daerah (gubernur, bupati, walikota), serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten atau kota. Tanda pengenal kepala daerah lebih dikenal dengan nama lencana.
Bagaimana pin DPRD? Pada umumnya memiliki desain yang mencantumkan logo daerah masing-masing daerah. Tapi ada pula desain pin DPRD menyerupai pin DPR RI. Mencantumkan logo Garuda Pancasila dalam lingkaran padi dan kapas. Yang berbeda tulisan di bawah logo sebagai identitas. Pin DPRD tercantum tulisan DPRD. Sedangkan pin pejabat publik lainnya terdapat nama institusi atau pososi jabatan pemakainya.
Idealnya pin tidak dimaknai sebagai simbol kepercayaan rakyat, sehingga yang memakainya diharap selalu mengingat tanggung jawabnya sebagai pejabat publik. Pin harus juga menjadi pengingat untuk menjaga integritas dan kredibilitas sebagai wakil rakyat.
Pembuatan pin yang menghabiskan anggaran selalu menjadi polemik dan sorotan berbagai pihak. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyebutnya pengadaan pin bentuk pemborosan anggaran yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Pengadaan pin, terutama yang mahal harganya memperlihatkan karakter pejabat publik seperti anggota dewan selalu ingin menunjukan status atau simbol prestise, tanpa memperhatikan permasalahan nyata yang dihadapi rakyat,” kata Trubus.
Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti pengadaan pin dari aspek moral dan etika. Menurutnya, di tengah krisis sosial ekonomi yang sedang dihadapi rakyat, pengadaan pin atau simbol-simbol mewah lainnya menunjukan ketiadaan perasaan sensitif secara moral.
“Penggunaan anggaran publik untuk pengadaan pin akan semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap lembaga legislatif. Akan dianggap lebih mementingkan simbolisme status daripada bekerja untuk kepentingan rakyat,” kunci Ray Rangkuti.
Selamat bertugas anggota DPRD Sulbar periode 2024-2029 yang dilantik Kamis 26 September. Semoga pin yang telah tersematkan makin menyemangati keberpihakan kepada rakyat. Bukan sebaliknya menjadi amnesia kepada rakyat dan janji kampanyenya. (*)