Oleh : Anno Al Wali
(Pemerhati Guru dan Pendidikan)
Debat calon gubernur kedua diawali dengan pemaparan visi misi masing-masing pasangan calon (paslon) mulai menit ke 48-60, sekira 10 menit.
Tergambar jelas mana visi yang terukur dan mana yang hanya retorika. Dari empat kandidat, paslon 3 Suhardi Duka dan Mayjen Purn. Salim S. Mengga (SDK-JSM) menonjol dengan visi misi yang mudah dipahami. Pelatihan guru, kontrak PPPK minimal 5 tahun, pemerintahan yang melayani, dan mendukung program makan siang gratis, dengan tegas disampaikan SDK di depan forum resmi.
Lihatlah Jepang yang bangkit dari keterpurukan setelah Perang Dunia II dengan membangun pendidikan. Kontrak 5 tahun ini memberikan kepastian dan ketenangan bagi para PPPK, terutama guru, untuk bekerja lebih bahagia. Setidaknya 5 tahun mereka bisa aman, bekerja, dan terus berkarya untuk melayani dan mendidik anak-anak bangsa.
Dalam penampilan debat kedua, terlihat SDK begitu santun. Bahkan ketika Paslon nomor 4 mencoba memancing dengan pertanyaan yang “berat” terkait belum adanya Ibukota Provinsi Sulawesi Barat, SDK dengan teratur memaparkan bagaimana 10 tahun moratorium pusat adalah akar masalahnya. SDK menguraikan jawabannya tanpa mencari kambing hitam, SDK menunjukkan kualitasnya sebagai Ddktor lulusan Universitas Airlangga.
Debat kedua ini menunjukkan bagaimana cara pandang SDK terhadap pendidikan. SDK memahami betul pentingnya peran guru dalam mewujudkan visi misi lainnya.
Dari dua debat terakhir ini terlihat bahwa SDK telah bertransformasi menjadi pribadi yang lebih humanis dan mengayomi. Keberadaan JSM mendampingi SDK menjadi simbol bahwa SDK kini adalah pribadi yang merangkul semua pihak. Padahal 5 tahun lalu, mereka berdua adalah lawan dalam kontestasi.
Memang benar, Sulbar butuh SDK. Dan SDK butuh Sulbar. (*)