Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional

  • Bagikan
Deputi Kepala Perwakilan BI Sulbar Achmad memaparkan kondisi terkini makroekonomi Sulbar dan prospek perekonomian Sulbar 2025.

MAMUJU, SULBAR EXPRESS  – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulbar, menggelar Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) yang merupakan puncak High Level Event (HLE) BI.

Dalam kesempatan itu, secara umum, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulbar Achmad memaparkan dua hal penting. Pertama, kondisi terkini makroekonomi Sulbar. Kedua, prospek perekonomian Sulbar 2025.

Mengenai kondisi terkini makroekonomi Sulbar, detailnya mencakup pertumbuhan eonomi dan inflasi di Sulbar Triwulan III 2024, stabilitas sistem keuangan daerah, serta
perkembangan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.

Perkembangan Ekonomi

Lebih lanjut dijelaskan, perekonomian Sulbar tumbuh deseleratif pada triwulan III 2024. Perekonomian Sulbar tercatat tumbuh sebesar 2,16% (yoy). Deselerasi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh penurunan kinerja sektor utama, yakni sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.Faktor pendorong penurunan kedua sektor tersebut adalah menurunnya tingkat produksi produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan produk crude palm oil (CPO) serta produk turunannya, seperti stearin, olein, dan PFAD.

Dari sisi pengeluaran, kinerja PMTB/Investasi juga menurun seiring dengan melambatnya realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada Sektor Konstruksi. Lalu, Konsumsi pemerintah tumbuh terkontraksi akibat menurunnya realisasi belanja pegawai pasca pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) kepada para ASN di bulan Juni 2024.

“Meski demikian, komponen konsumsi rumah tangga mampu tumbuh lebih tinggi yang didukung dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi pada Sektor Penyediaan Akomodasi Makan Minum yang tumbuh 6,44% (yoy) pada triwulan III 2024 atau terakselerasi dari triwulan sebelumnya 3,95% (yoy),” urai Acmad pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Ballroom Grand Maleo Hotel & Convention Mamuju, Jumalt malam, 29 November 2024.

Perkembangan Inflasi

Selanjutnya disampaikan, tingkat inflasi Sulbar pada Oktober 2024 secara tahunan tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional 1,71% (yoy). Komoditas utama yang memengaruhi terjadinya inflasi bulanan yaitu bawang merah, telur ayam ras, jeruk nipis, kopi bubuk, dan tomat.

Kenaikan harga bawang merah, jeruk nipis, dan tomat disebabkan oleh menurunnya kuantitas pasokan dari Kabupaten Majene, Sulbar, dan Kabupaten Enrekang, Sulsel.

Sementara itu, naiknya inflasi telur ayam ras didorong oleh keterbatasan jumlah alokasi telur dari tingkat peternak ayam petelur dari Kabupaten Sidrap, Sulsel, sejalan dengan kenaikan harga pakan jagung pipilan. Kemudian, adanya penyesuaian harga pada tingkat distributor menjadi faktor utama peningkatan inflasi kopi bubuk.

Di sisi lain, sejumlah komoditas menyumbangkan deflasi, seperti ikan cakalang, ikan layang, cabai merah, cumi-cumi dan ikan katamba. Penurunan pada komoditas cabai merah disebabkan oleh kenaikan produksi pertanian dari Kabupaten Mamuju. Lalu, menurunnya harga aneka ikan segar dan cumi-cumi dipengaruhi oleh peningkatan hasil tangkapan nelayan seiring dengan stabilnya volatilitas tinggi gelombang laut di wilayah perairan Sulbar.

Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Daerah

Sedangkan stabilitas sistem keuangan di Sulbar pada Oktober 2024 tetap terjaga di tengah tantangan Loan to Deposit Ratio yang tinggi.

Realisasi Kredit atau Pembiayaan perbankan di Sulbar tercatat sebesar Rp 11,91 triliun atau tumbuh 6,35% (yoy). Total kredit perbankan di Sulbar masih didominasi oleh jenis Kredit Konsumsi dan Modal Kerja.

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Sulbar mencapai Rp6,39 triliun atau tumbuh 2,98% (yoy). DPK tersebut belum cukup untuk memenuhi permintaan kredit atau pembiayaan masyarakat Sulbar.

Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Sulbar sebesar 186,4% atau relatif tinggi (LDR > 100%). Perlu dorongan penghimpunan DPK secara progresif yang didukung peningkatan aktivitas usaha.

Rasio Kredit Bermasalah (NPL) Sulbar tercatat sebesar 4,39% atau mendekati ambang batas 5% sehingga hal ini perlu menjadi perhatian.

Kredit UMKM perbankan di Sulbar mencapai 46,84% dari total kredit perbankan atau senilai Rp5,99 triliun, tumbuh 3,86% (yoy). Kredit ini didominasi pada Sektor Perdagangan.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan di Sulbar mencapai Rp2,83 triliun, tumbuh 11,52% (yoy). Kredit ini didominasi oleh jenis usaha berkategori Mikro.

Perkembangan Sistem Pembayaran Daerah

Hingga triwulan III 2024, jumlah merchant QRIS di Sulbar tercatat sebanyak 77.166 merchant. Jika dilihat secara spasial, merchant QRIS terbanyak berada di Kabupaten Mamuju sebanyak 28.647 merchant atau 37,12% dari total merchant QRIS di Sulbar.

Kemudian, urutan kedua jumlah total merchant diikuti oleh Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 21.959 merchant atau 28,46% dari total merchant QRIS di Sulbar.

Nilai transaksi melalui QRIS di Sulbar pada triwulan III 2024 tercatat sebesar Rp 159,82 miliar dengan volume mencapai 938,60 ribu transaksi. Total nominal transaksi tersebut meningkat siginifikan yaitu sebesar 326,33 % (yoy) dibanding periode yang sama di tahun 2023 sebesar Rp 37,48 miliar.

Tren positif juga tercermin dari Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD). Pada semester I 2024, seluruh pemerintah kabupaten dan provinsi di Sulbar berhasil mempertahankan statusnya sebagai pemerintah daerah berstatus digital.

Perkembangan Sistem Pembayaran

Perkembangan digitalisasi sistem pembayaran terpantau stabil pada triwulan III 2024. Pada triwulan III 2024, transaksi ATM di Sulbar tumbuh -26,59% (yoy) dengan nominal transaksi Rp 4,42 triliun atau terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan II 2024 yang tumbuh -17,77% (yoy).

Sejalan dengan pertumbuhan transaksi ATM, transaksi QRIS pada triwulan laporan tumbuh 326,33% (yoy) dengan nominal transaksi Rp159,83 miliar, melandai dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 402,37% (yoy). Tingginya pertumbuhan transaksi QRIS didorong oleh semakin meningkatnya jumlah pengguna dan frekuensi transaksi yang terjadi di Sulbar.

Di sisi lain, transaksi uang elektronik (UE) tumbuh pesat pada triwulan III 2024 sebesar 55,76% (yoy) dengan nominal transaksi Rp 100,3 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 25,64% (yoy).

Pengelolaan Uang Rupiah

Pengelolaan Uang Rupiah di Sulbar terpantau tetap terjaga di tengah kenaikan permintaan masyarakat sejalan dengan pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga.

Transaksi pembayaran tunai pada triwulan III 2024 tercatat mengalami net outflow sebesar Rp 259,99 miliar. Kondisi ini disebabkan lebih besarnya uang yang disalurkan (outflow) dibandingkan setoran uang tunai (inflow) dari masyarakat yang diterima melalui perbankan. Posisi net outflow di Provinsi Sulbar telah tercatat secara konsisten sejak triwulan II 2017.

Transaksi outflow tercatat sebesar Rp 411,30 miliar atau terkontraksi 44,14% (qtq), lebih rendah dari triwulan lalu sebesar Rp 736,26 miliar atau tumbuh 98,90% (qtq). Menurunnya aliran outflow merupakan kondisi musiman yang dipengaruhi oleh normalisasi permintaan kebutuhan uang tunai di masyarakat pasca HBKN Idul Fitri-Idul Adha pada triwulan II 2024.

Selanjutnya, sebagai bentuk upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Bank Indonesia melakukan kebijakan clean money policy dengan melakukan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Pada triwulan III 2024 jumlah UTLE yang diterima oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp62,98 miliar atau meningkat sebesar 50,10% (yoy).

Prospek Perekonomian Sulbar 2025

Perekonomian Sulbar sementara diprakirakan tumbuh pada rentang 4,15 – 4,95% (yoy) di tahun 2025 atau berpotensi meningkat dari tahun 2024.

Sedangkan tekanan inflasi di Sulbar sementara diprakirakan tetap stabil pada rentang target pemerintah, yakni 2,5±1, seiring dengan penurunan inflasi komoditas pangan

Langkah kebijakan yang perlu diperkuat kedepan ialah optimalisasi belanja daerah secara tepat sasaran dan tepat waktu guna menjaga pertumbuhan ekonomi dan mendukung pengendalian inflasi daerah.

Kemudian, koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat dan daerah serta mitra strategis, termasuk dalam pengendalian inflasi melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Berikutnya, pengembangan hilirisasi pangan, peningkatan kualitas tenaga kerja dan penyesuaian keahlian dengan kebutuhan industri.

Terkahir, perluasan elektronifikasi transaksi dan digitalisasi ekonomi, pengembangan ekonomi syariah dan UMKM untuk inklusi ekonomi, serta akselerasi pembangunan ekosistem pariwisata daerah. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version