Oleh : Adi Arwan Alimin
(Insight Mandarnesia)
“Yang kita lakukan ini adalah bentuk wisata intelektual,” kata Muhammad Fauzan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju. Percakapan ini mengemuka saat kami menuju Prambanan, Rabu 11 Desember 2024.
Fauzan memboyong lebih 20 orang pegiat literasi Mamuju. Peserta dipilih dari pola rekrutmen untuk menjaring aktivis baca-tulis dari berbagai komunitas. Saya juga melihatnya dari percakapan di WhatsApp.
Wisata intelektual menjadi istilah baru dalam dunia kepariwisataan. Kata yang merujuk pada aktivitas intelektual berupa diskusi, dialog perbukuan, kunjungan ke toko buku, dan sharing session mengenai disiplin ilmu.
Acara dimulai di Grhatama Pustaka Yogyakarta beberapa jam setelah pesawat yang membawa rombongan ini dari Makassar mendarat di YIA. Lalu esoknya dilanjutkan dengan kunjungan ke Perdikan Insist yang berada tak jauh dari lereng Merapi.
Di Insist pegiat literasi Mamuju menyerap cukup banyak informasi melalui tanya jawab yang cukup bernas. Beruntung tetamu ini diterima langsung pendiri Insist Roem Topatimasang yang banyak memberi motivasi dari pengalaman panjangnya sebagai aktivis lingkungan hidup.
Tujuan utama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju yakni Daerah Istimewa Yogyakarta setelah mendiskusikannya usai melakukan riset pendukung. Provinsi ini memiliki keistimewaan dalam segala hal. Yogyakarta memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap, budaya akademis amat kuat, dan suasana kota yang nyaman.
Jumlah perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2023 adalah 982 perpustakaan, dengan jumlah perpustakaan khusus terakreditasi-A sebanyak 5 perpustakaan. Perpustakaan tersebar di beberapa kabupaten: Gunung Kidul 135 perpustakaan, Sleman: 165 perpustakaan, Kota Yogyakarta memiliki 170 perpustakaan.
Dalam portal data https://data.kemdikbud.go.id/dataset/p/sarana-dan-prasarana/jumlah-perpustakaan-menurut-kondisi-tiap-provinsi-sd-2023 menyebut Provinsi Sulawesi Barat memiliki 1.022 perpustakaannegeri.
Namun dalam kondisi baik hanya 281 perpustakaan. Sisanya kategori rusak ringan dan berat. Jumlah ini tidak termasuk perpustakaan milik komunitas literasi yang berjumlah di atas 200 entitas se-Sulawesi Barat.
“Di Sulawesi Barat mesti dilakukan pendekatan integrasi kebijakan, harus ada dukungan fasilitasi, dan reward bagi daerah yang memiliki perpustakaan dalam kondisi baik dan tingkat kunjungan signifikan sepanjang tahun. Ini memerlukan aplikasi yang dapat mengukur kinerja seorang kepala sekolah dan perhatiannya pada perpustakaan,” tambah Fauzan lagi.
Dalam konteks wisata intelektual yang menjadi obyek kunjungan tentu kemajuan literasi, penulisan buku dan substansi dari mutu tulisannya. Saya dari dekat melihat peserta yang didampingi sejumlah staf Perpustakaan dan Kearsipan Mamuju ini memperoleh sesuatu yang berbeda, atau bentuk pengetahuan baru.
Percakapan dengan mas Indra Suryanto Pendiri Rumah Asa Yogyakarta pun menularkan hal amat spesifik mengenai penguatan dan eksistensi sebuah komunitas literasi di tengah masyarakat.
“Pada mulanya ini akan terasa berat dan tidak mungkin, namun warga di sekitar Rumah Asa telah menjadi bagian amat penting kami,” ujarnya usai menikmati sate kambing. Penulis juga menyitat sebagian komentar Indra dari laman Harjo atau Harian Jogya.
“Dengan posisi kami di tengah kota, orang diajak baca susah. Apalagi sudah eranya gadget. Akhirnya cara berpikirnya kita balik, bagaimana caranya orang bisa senang buku, sekaligus mengerti manfaatnya. Kegiatan Rumah Asa berkaita sains, seperti roket air, kitchen science, dan ecoprint,” terang Indra di bawah joglo “Sate Jos” poros Imogiri Timur, Bantul.
Dunia perpustakaan merupakan kemewahan. Secara perlahan orang-orang yang kini disibukkan dengan gawai akan menjadikan dunia pustaka akan menjadi wisata intelektual yang mewah. Sebab publik kepustakaan dapat membentuk masyarakat yang pandai dan cerdas.
Untuk itu, tak elok lagi bila selalu menganggap pejabat atau pegawai yang dioper ke kantor Perpustakaan dan Kearsipan di daerah sama dengan aparatur buangan. Premis ini akan terus diuji oleh waktu.
Sebab kemajuan zaman membimbingnya beradaptasi, kelak perpustakaan akan menjadi destinasi atau kunjungan mengaya nalar dan tempat masyarakat mengembalikan ingatannya pada pentingnya literasi. Setiap orang tentu ingin menjadi bagian dari pesta intelektual dalam kemewahan karya yang memberi pengaruh pada peradaban.
Yang pasti dalam seluruh peradaban tinggi di dunia salah satu pilarnya yakni perpustakaan yang menampung pengetahuan dan kearifan sebuah bangsa. Namun itu sungguh tergantung pada siapa yang sedang memangku kuasa.
Beruntunglah peserta wisata intelektual kali ini. Mereka sedang mendaras pengalaman dan mengomparasi apa yang mereka buat sejauh ini dan apa yang dilihatnya di Yogyakarta. (*)