Yani Minta Perusahaan Sawit di Tikke Pasangkayu Patuhi Regulasi

  • Bagikan
Tokoh masyarakat Lariang, Yani Pepi.

PASANGKAYU, SULBAR EXPRESS – Problem lahan di Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar, kembali mencuat.

Hal itu diungkapkan tokoh masyarakat, yang juga mantan anggota DPRD Pasangkayu, Yani Pepi Adriani. Ia mengatakan, persoalan lahan antara warga dengan salah satu perusahaan sawit bukan sengketa pelanggaran hukum.

Menurutnya, jika berbicara sengketa maka artinya masyarakat sebelumnya sudah menanam di lahan produktif, kemudian perusahaan merasa keberatan. Tetapi selama ini pihak perusahaan tidak pernah merasa keberatan.

Kata Yani, setiap warga negara wajib taat hukum. “Apakah dengan masyarakat menduduki/menguasai tanah negara yang sebelumnya belum pernah ada hak atau izin sah diatas tanah tersebut melanggar hukum? Pertanyaannya selanjutnya, apakah masyarakat tidak memiliki hak untuk menguasai tanah negara,” tanya Yani, Kamis 13 Februari 2025.

Yani menuturkan, warga setempat sudah melaksanakan posedur hukum usai mengajukan surat keterangan penguasaan fisik berupa sporadik ke pemerintah desa, lalu pemerintah desa mengeluarkan berdasarkan penguasaan tersebut.

Kemudian, dasar dari surat keterangan penguasaan itu, masyarakat memohonkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Apakah ini juga salah di mata hukum. Menurut saya masyarakat sudah melaksanakan prosedur,” terang mantan politisi Partai Perindo tersebut.

Dia juga menyoroti tanaman milik perusahaan yang menurut analisanya ditanami di atas tanah tak memiliki izin sah.

Maka ditengarai telah melabrak regulasi UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan pada pasal 42.

Inti pasal tersebut berbunyi “Perusahaan perkebunan baru bisa beraktivitas/ beroperssi  jika mengantongi izin HGU dan/atau Izin usaha Perkebunan ” yang dianulir oleh putusan MK No.138 tahun 2015 yg menghilangkan Frasa “Atau “menjadi  HGU maupun IUP harus dimiliki terlebih dahulu baru dapat melakukan aktivitas.

Berdasarkan surat keterangan  penguasaan fisik dari kepala desa menjadikan bukti jika masyarakat  telah menguasai lahan tersebut secara de facto.

“Ditambah terbitnya PBB atas nama masyarakat merupakan bukti bahwa masyarakat telah membayar pajak atas tanah tersebut dan diakui oleh pemerintah sebagai yg menguasai/mengelolah dan menggarap tanah tersebut,” ujarnya menambahkan.

Selanjutnya, dalam hukum keperdataan di negara hak keperdataan hanya dapat di peroleh dengan cara sah.

Masyarakat, kata Yani, meminta pemerintah hadir meluruskan semua permasalahan perkebunan di Kabupaten asangkayu, mulai yang bersinggungan dengan masyarakat, overlap antara sertipikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat Hak milik masyarakat.

Totalnya mencapai 1.372 Surat Hak Milik (SHM), overlap antara fasilitas pemertintah dengan Sertipikat HGU, overlap sertifikat HGU dengan Kawasan hutan.

“Dengan terbitnya Perpres Nomor 5 tahun 2025 pada bab 3 pasal 4 ayat 1 huruf D sudah sangat jelas. Tegakkan hukum, juga mendukung program dari bapak Presiden RI,” pungkas Yani. (*)

  • Bagikan