POLMAN, SULBAR EXPRESS — Di balik kemajuan Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulbar, rupanya masih menyimpan ketimpangan sosial.
Seperti dialami Hasrianti (32) dan dua anaknya, Ramadan (8) dan Aisyah (5). Roda nasib mengungkap potret nyata akan kesenjangan sosial di daerah ini. Kehidupan mereka dirundung kemiskinan, terabaikan di tengah gempita program-program pemerintah untuk kesejahteraan rakyat.
Setelah ditinggal suaminya beberapa tahun lalu, Hasrianti bersama kedua anaknya tinggal di sebuah rumah reot di Lingkungan Gernas, Kelurahan Madatte, Kecamatan Polewali.
Rumah kecil berukuran 4×4 meter tersebut hanya berlantaikan tanah. Dindingnya hanya papan bekas yang lapuk dimakan rayap. Atapnya dari seng bekas yang bocor sana-sini. Rumah tanpa aliran listrik dari PT PLN ini semakin memburuk, kondisinya memprihatinkan.
Bahkan untuk kebutuhan dasar seperti memasak, Hasrianti hanya bisa mengandalkan kayu bakar. Di dapurnya tidak ada kompor. Air bersih pun menjadi masalah besar bagi keluarga kecil ini. Sebab sumur tanpa cincin yang mereka miliki sering kali mengering ketika kemarau tiba. Dengan segala keterbatasan, kehidupan Hasrianti dan anak-anaknya semakin terjepit.
Yang lebih memilukan, Hasrianti dan anak-anaknya tidak pernah menerima bantuan dalam bentuk apapun apapun dari pemerintah.
Bantuan bedah rumah, PKH, BPJS Kesehatan, dan Raskin tak pernah sampai kepada mereka. Bahkan kedua anaknya, Ramadan dan Aisyah, tak pernah merasakan pendidikan formal, lantaran mereka tak mampu membayar ongkos bersekolah.
“Saya ingin sekali anak-anak bisa sekolah, tapi apa daya, kami tidak punya biaya. Jangankan biaya sekolah, untuk makan saja kami susah,” ujar Hasrianti penuh harap saat ditemui di rumah, Rabu 19 Februari 2025.
Ayah Hasrianti, Amiruddin, juga tak bisa berbuat banyak untuk membantu keluarganya. Sebagai pekerja serabutan dengan penghasilan yang tak menentu, ia hanya bisa memberikan sedikit bantuan, yang itu pun tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Amiruddin pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah. “Tiga tahun lalu saya sudah laporkan ke kepala lingkungan, tapi tak ada perhatian. Bagaimana cucu saya bisa sekolah kalau kami tidak ada biaya?” ujarnya dengan nada kecewa.
Meski demikian, Hasrianti tetap berharap dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Polman yang baru, yang mengusung tagline Polman Lebih Baik, nasib keluarganya bisa berubah. Hasrianti berharap kedua anaknya bisa bersekolah, dan mereka bisa merasakan kehidupan yang lebih baik di tengah pesatnya laju teknologi yang seolah jauh dari jangkauan mereka.
Cerita kehidupan Hasrianti adalah sebuah refleksi dari kemiskinan yang masih terjadi di daerah-daerah yang seolah tak terjamah oleh kebijakan pembangunan.
Di tengah kemegahan pembangunan dan program kesejahteraan pemerintah, situasi ini mengingatkan bahwa masih banyak warga miskin yang hidup dalam ketidakpastian dan keterbatasan. Hasrianti dan keluarga layak mendapatkan perhatian lebih. (ali)