Penuntasan Skandal BBM Oplosan Diharap Tak Terjebak Penggiringan Opini Politik

  • Bagikan
Kantor PPN PT Pertamina.
Kantor PPN PT Pertamina.

SULBAR EXPRESS – Skandal Bahan Bakar Minyak (BBM) oplosan diharap bisa tuntas tanpa intervensi. Apalagi indikasi korupsi di PT Pertamina Patra Niaga ini dinilai mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 193 triliun per tahun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) harus bisa mengusut tuntas dari sisi penegakan hukum. “Ini adalah kasus besar dengan dampak yang luar biasa bagi negara. Masyarakat seharusnya tidak terjebak dalam sisi politisnya, tapi soroti terus dan fokus ke kasus korupsinya saja, dalangnya harus diungkap,” kata analis komunikasi politik Kedai Kopi, Hendri Satrio kepada wartawan, Minggu.

Dia menekankan fokus utama masyarakat harus tetap tertuju pada substansi kasus korupsi itu sendiri. Bukan pada spekulasi atau narasi politik yang berkembang di sekitarnya.

Hensat begitu Hendri Satrio biasa disapa menegaskan, kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga perlu mendapat perhatian serius. Pasalnya, melibatkan sejumlah tersangka. Mulai dari Riva Siahaan, Yoki Firnandi, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Agus Purwono, Gading Ramadhan Joedo, Sani Dinar Saifuddin, Dimas Werhaspati, serta dua nama terbaru, Maya Kusmaya dan Edward Corne.

Hensat tak memungkiri belakangan ini muncul kecenderungan di kalangan masyarakat untuk mengaitkan kasus tersebut dengan figur-figur publik lain yang tidak disebutkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Hal ini justru akan mengaburkan esensi dari penanganan kasus korupsi yang sedang berjalan.

“Ketika kasus ini ditarik ke ranah politik, perhatian publik jadi terpecah. Padahal yang terpenting adalah memastikan keadilan ditegakkan dan kerugian negara bisa diminimalisir, tak hanya meramaikan isu politiknya,” tegasnya.

Kasus sebesar ini bukan hanya soal angka, tetapi juga dampaknya terhadap kepercayaan publik terhadap institusi negara dan kesejahteraan rakyat. “Pengawasan publik yang kritis sangat dibutuhkan agar kasus ini tidak tenggelam dalam agenda politik semata. Kita harus pastikan hukum berjalan sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Menurutnya, dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga sendiri tengah menjadi sorotan karena nilai kerugian yang fantastis dan kompleksitasnya. Penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas di balik praktik tersebut.

“Dalam kasus sebesar ini, politik seharusnya jadi alat untuk mencari solusi, bukan malah jadi alat untuk menyamarkan kebenaran. Masyarakat harus lebih cerdas dalam hal ini,” urainya.

Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus itu. Mereka di antaranya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock And Product Optimization PT Pertamina International, Sani Dinar Saifuddin; Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, Agus Purwono.

Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Mereka diduga melakukan pengoplosan atau blending Pertalite di depo/storage untuk menjadi Pertamax RON 92. Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak 2018-2023. Kasus korupsi itu menelan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah. (Jpg/*)

  • Bagikan