Munandar Jaring Aspirasi Terkait Kisruh Tambang, Sengketa Agraria, Hingga Soal DBH Migas

  • Bagikan
Dipandu Advokat Hasri Jack, Wakil Ketua DPRD Sulbar Munandar Wijaya menggelar hearing dialog dengan berbagai unsur mahasiswa dan kepemudaan.

MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Wakil Ketua DPRD Sulbar Munandar Wijaya, menggelar hearing dialog, Minggu malam 11 Mei 2025. Pesertanya adalah kaum pergerakan dari berbagai latar belakang.

Moderator kegiatan, Hasri Jack, menjelaskan hearing dialog ini merupakan amanah konstitusi. Dan malam ini dikemas dalam diskusi, dialog, dengan Wakil Ketua DPRD Sulbar Munandar Wijaya.

“Ini kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dari berbagai komponen. Dan semoga DPRD bisa menindaklanjutinya. Di tengah isu-isu yang muncul di Sulbar, malam ini layak didiskusikan secara intelektual, tapi harus tetap tajam,” ujar Hasri.

Wakil Ketua DPRD Sulbar Munandar Wijaya menyampaikan, malam hari ini hendaknya dimanfaatkan untuk berdiskusi dengan para aktivis mahasiswa maupun kepemudaan.

“Ini menjadi ruang bagi saya untuk menghimpun apa yang menjadi gagasan kawan-kawan. DPRD ini adalah mitra pemerintah. Kami bagian dari pemerintah, tapi bukan pejabat negara, tapi kami fungsi pengawasan, legislasi, dan pemganggaran,” paparnya.

Munandar menjelaskan, hearing dialog ini secara substantif untuk mendengar saran dan harapan, selanjutya didiskusikan bersama. “Saya buka ruang bagi semuanya dalam segala hal menyangkut daerah kita,” paparnya.

“Dari sisi pengawasan, kita awasi semua praktik pembangunan di daerah ini. Kemudian menangkap apa yang menjadi usulan atau aspirasi publik selanjutnya diteruskan ke pemerintah,” imbuh Munandar.

Gambaran umum yang ingin ia sampaikan, banyak hal yang mejadi keresahan bagi di tengah publik, termasuk soal-soal tambang sampai pada problem sawit.

“Kita tidak dalam konteks menyalahkan siapa-siapa, tapi ini untuk kita kaji bersama. Paling tidak ruang haring ini bisa menjadi alternatif bagi kawan-kawan untuk menyampaikan keresahannya, selain jalur demostrasi,” paparnya.

Dalam dialog ini timbul pertanyaan. Mulai dari Sulbar belum yang punya Bea Cukai, hasil pemanfaatan pengelolaan migas di Blok Sebuku, RTRW Sulbar, kisruh tambang pasir di Mamuju dan Mamuju Tengah, hingga konflik agraria perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasangkayu, serta DBH sawit.

Menjawab hal tersebut, Munandar Wijaya menjelaskan, soal pajak, beberapa waktu lalu Gubernur Sulbar sudah menandatangani MoU dengan sejumlah perusahaan sawit terkait pajak air permukaan dengan galian C sudah diperbaharui dari Rp 300 juta menjadi Rp 12 miliar.

Soal DBH sawit, kenapa hasilnya kecil, karena NPWP perusahaan perkebunan kelapa sawit terdaftar di Jakarta. Sehingga yang dapat pemasukan pajak adalah DKI Jakarta, sementara yang dikeruk hasilnya daerah-daerah, termasuk Sulbar.

Khusus soal konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Pasangkayu, tengah dimonitoring perkembangannya. Berbagai pihak telah turun tangan mencari penyelesaian, dan di sisi lain juga sudah ada proses hukum yang berjalan.

“Mengenai Bea Cukai, kita sudah mendorong agar di Sulbar dibentuk juga di Sulbar. Harusnya ada di pelabuhan dan bandara,” paparnya.

“Kami tidak tinggal diam, kami butuh masukan dan informasi dari berbagai kelompok masyarakat. Tolong masukkan surat, supaya ada dasar kami bertindak, sehingga kesannya tidak dianggap ada tendensi,” ucapnya lagi.

Terkait soal Blok Sebuku, ada Rp 33 miliar yang masuk. Tapi ini regulasi pengelolaannya dulu yang mau dimatangkan, DPRD sudah mau susun ranperda penggunaan dana Blok Sebuku. Sehingga pemanfaatannya kedepan bisa transparan dan lebih terarah untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. (*)

  • Bagikan