SULBAR EXPRESS – Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus kepada kelestarian kawasan Raja Ampat sebagai kawasan taman laut nasional yang merupakan destinasi wisata bawah laut dunia.
“Bapak Presiden punya perhatian khusus dan secara sungguh-sungguh untuk tetap menjadikan Raja Ampat menjadi wisata dunia, dan untuk keberlanjutan negara kita,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat jumpa pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa.
Empat IUP yang pencabutan izinnya diumumkan oleh pemerintah hari ini itu dimiliki oleh PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera.
Dari peta yang ditunjukkan oleh Bahlil, empat perusahaan itu memiliki izin tambang untuk daerah di luar Pulau Gag. “Alasan pencabutan pertama secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup (Hanif Faisol Nurofiq) pada kami (izin itu) melanggar. Yang kedua, kami juga turun cek di lapangan kawasan-kawasan ini harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut, dan juga konservasi,” ucap Bahlil.
Alasan berikutnya, Bahlil menyebut beberapa daerah tambang masuk dalam kawasan Geopark. Walaupun demikian, dia menyebut izin-izin itu terbit sebelum Raja Ampat ditetapkan oleh UNESCO sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) pada 24 Mei 2023.
Kawasan Geopark di Raja Ampat itu mencakup mencakup empat pulau utama di Kabupaten Raja Ampat, yaitu Pulau Waigeo, di bagian utara (termasuk Kepulauan Wayag yang berada di kawasan paling utara), Pulau Batanta, Pulau Salawati di bagian tengah, dan Pulau Misool di bagian selatan. Kawasan Geopark juga mencakup perairan di antara pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Terlepas dari pencabutan 4 IUP di Raja Ampat itu, Bahlil menyebut tidak ada dampak lingkungan yang muncul akibat aktivitas penambangan dari empat perusahaan tersebut.
Alasannya, empat perusahaan yang IUP-nya dicabut itu belum mulai menambang, karena tak mengantongi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang disetujui oleh Kementerian ESDM.
“Empat perusahaan itu tidak berproduksi karena RKAB-nya tidak ada. Satu perusahaan dinyatakan berproduksi kalau ada RKAB-nya, (jika ada) RKAB bisa jalan, kalau ada dokumen AMDAL, (tetapi) mereka tidak lolos dari semua syarat administrasi itu,” katanya. (ant/*)