SULBAR EXPRESS – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengatakan bahwa kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan terjadi di Indonesia.
“Kalau dilihat dari jenis kekerasannya maka kekerasan seksual yang menempati posisi paling tinggi dan kalau dilihat dari tempat kejadian dari kekerasan ini yang paling tinggi ada di rumah tangga,” kata Arifah di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut, kata dia, sebagaimana data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) dari Januari hingga Juni 2024 mencatat ada 11.850 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan, dengan total korban mencapai 12.604 orang.
“Terbanyak adalah korbannya perempuan 10.000 lebih. Dari jenis kekerasannya, yang terbanyak adalah kekerasan seksual dengan jumlah 5.246, sedangkan tempat kejadian yang paling tinggi adalah di ranah rumah tangga,” kata Menteri PPPA.
Adapun, lanjut dia, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.
Sementara itu, kata dia, 9 dari 100 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya ialah
Bahkan, dia menyebut dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang tak ia sebutkan tahunnya, 1 dari 2 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan emosional sepanjang hidupnya.
“Ini tidak sekedar angka dalam statistik. Ada kisah, ada trauma, ada penderitaan dan juga dampak buruk bagi korban, yaitu penderitaan fisik, psikologi, kesehatan, ekonomi, dan juga sosial,” paparnya, dikutip Antara.
Di samping itu, dia menyebut kasus inses oleh anggota keluarga di ranah domestik juga menjadi salah satu kasus kekerasan seksual yang sangat tinggi terjadi di Indonesia. “Dan agak sulit untuk melakukan penyelesaian karena ini hubungan yang sangat dekat dalam sebuah keluarga,” katanya.
Oleh sebab itu, dia menegaskan data tersebut menjadi bukti nyata bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu multidimensi yang memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari pencegahan, perlindungan, hingga pemulihan korban.
“Hal ini menegaskan urgensi untuk implementasi kebijakan, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan ketersediaan serta aksesibilitas layanan perlindungan yang harus ditingkatkan dan diperkuat baik oleh pemerintah maupun masyarakat,” imbuh Menteri Arifah. (ant/*)