Putusan MK Terkait Pemilu Jadi Pekerjaan Rumah DPR

  • Bagikan

SULBAR EXPRESS – Hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara uji materiil Pasal 167 ayat (3) UU 7/2017 tentang Pemilu, yang menyatakan inkonstitusional pengaturan keserentakan pelaksanaan 5 jenis pemilihan dalam pemilu, dan termasuk pilkada di seluruh wilayah Indonesia. 

“Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, membacakan Amar putusan Perkara Nokor 135/PUU/-XXII/2024, di Gedung MK RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Juni 2025.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, setengah dari dalil gugatan yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut, telah beralasan menurut hukum

Sebab, dijelaskan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, waktu penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) yang serentak dengan pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pilkada.

“Menurut Mahkamah, akibat himpitan waktu penyelenggaraan pemilu 5 kotak dan pilkada serentak di tahun yang sama, memunculkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional,” ucapnya.

Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus, dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu atau masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang bersaing untuk posisi politik di tingkat pusat.

Putusan MK tentang pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah menjadi pekerjaan rumah bagi Komisi II DPR untuk menyusun aturan pemilu.

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengapresiasi putusan tersebut. Ia menegaskan putusan MK itu harus dibahas secara detail antara Komisi II bersama penyelenggara pemilu.

“Jadi apresiasi tapi jadi pekerjaan besar bagi Komisi II atau DPR dan KPU Bawaslu untuk mendetailkannya agar, kan yang diputuskan MK ini secara umum spiritnya, tapi pengaturan detailnya itu tugasnya pembuat undang-undang dan pelaksana undang-undang KPU, Bawaslu dan DKPP,” urai dia kepada wartawan di Jakarta.

Dijelaskan bahwa Komisi II dan sejumlah NGO sempat membahas tentang pelaksanaan Pemilu selama ini yang menguras tenaga dan juga materi. Pasalnya, Pilkada serentak tersebut dianggap menyulitkan dan juga membuat masyarakat jenuh.

“Bahkan dengan dua tahun sesudah itu, tidak ada kejenuhan. Kemarin itu jenuh sekali, baru pileg Pilpres, tiba-tiba Pilkada. Akhirnya tingkat engagement-nya, tingkat antusiasnya itu rendah. Kalau rendah, yang masuk adalah money politics, biar orang datang,” jelasnya.

Adanya pemisahan tersebut, Mardani berharap fokus masyarakat tidak terpecah belah. “Diharapkan ada engagement yang kuat di masyarakat,” tutup Legislator dari Fraksi PKS ini. (rol/*)

  • Bagikan