BELUM lama ini, seorang Dosen Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) mengalami kejadian naas. Dia keguguran usai melintasi jalan menuju kampus Unsulbar di Padha-padhang Majene.
Oleh: Muhammad Ramadhan Paliran (Ikatan Mahasiswa Mandar Majene Indonesia/ IM3I)
Tidak mulusnya akses menuju Unsulbar, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pertama di Bumi Malaqbi ditengarai berdampak pada kandungan sang dosen.
Kondisi jalan tersebut sudah menjadi hal lumrah di kalangan civitas akademika Unsulbar. Namun entah mengapa seperti tidak ada itikad baik dari pemerintah kita untuk melakukan pembenahan. Sebuah ironi di daerah yang “katanya” menjadi pusat layanan pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat, sarana prasarana yang seharusnya menunjang aktivitas pendidikan justru menelan korban.
Ada beberapa jalur dapat ditempuh menuju Unsulbar yang umumnya menanjak. Yakni, melalui Lingkungan Tunda, Kecamatan Banggae Timur dengan beberapa titik berlubang. Kemudian, bisa juga lewat daerah Galung Kecamatan Banggae yang kondisinya lumayan bagus, namun cukup jauh. Alternatif lain, memutar di perbatasan Majene-Polman, juga dengan beberapa titik berlubang dan jarak yang tidak singkat.
Selanjutnya, via permukiman Lino Maloga, Kecamatan Banggae Timur yang sangat dekat ke kampus. Jalur utama. Paling banyak diakses. Namun kondisinya sangat parah. terlebih jika sehabis hujan. Memprihatinkan hampir sepanjang rute. Pengguna jalan harus ekstra hati-hati.
Jalur utama itu hanya tanah timbunan yang mana kondisi jalan tersebut dapat berubah-ubah seiring kondisi cuaca. Apalagi bila terus dilalui oleh ribuan civitas akademika Unsulbar. Kini, permasalahan akses menuju dan dalam lingkup kampus ini sudah memakan korban. Apakah masih akan terus dibiarkan ? Haruskah kita menunggu korban-korban berikutnya ?
Untuk diketahui, persoalan infrastruktur pendukung menjadi salah satu penyebab bekum tuntasnya masalah pendidikan di Kabupaten Majene, dan Sulbar pada umumnya. Demikian data resmi dari Informasi dari instansi terkait.
Dinas Pendidikan Kabupaten Majene juga merangkum faktor ekonomi terutama kemiskinan, menjadi penyebab utama anak-anak terpaksa tidak melanjutkan pendidikan. Selain itu, kurangnya akses ke fasilitas pendidikan memadai, terutama di daerah daerah terpencil. Kondisi ini berkontribusi pada angka putus sekolah di daerah ini yang 1.757 anak.
Lalu, bagaimana sikap pemerintah daerah dalam menangani permasalah tersebut ? Dimana peran pemerintah kabupaten maupun langkah nyata pemerintah provinsi dalam mendukung eksistensi Majene sebagai Pusat Pelayanan Pendidikan ?
Mengingat kembali akan kesepakatan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat yang menetapkan Kabupaten Majene sebagai pusat pelayanan Pendidikan Sulbar. Tertuang dalam hasil Kongres Mandar 2004. Sebuah keputusan yang sarat harapan dan cita-cita kolektif. Forum ini juga sepakat memilih Mamuju sebagai Ibukota provinsi, Polewali Mandar pusat Perekonomian, Mamasa daerah Pariwisata, dan Pasangkayu (dulu Mamuju Utara) sebagai kawasan industri.
Secara historis Kabupaten Majene memang sebagai ibukota Mandar (tua). Karena itu disebut juga sebagai Kota Tua di provinsi ke-33. Merujuk pada kebijakan pemerintahan Belanda dimana Kabupaten Majene ditetapkan sebagai pusat administrasi atau Afdeling Mandar. Majene sebagai pusat pendidikan Sulbar diperkuat oleh berbagai regulasi; Perda Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah; dan Perda Kabupaten Majene Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Sayang, aktualisasinya terkesan setengah hati.
Saat ini kita perlu menegaskan pentingnya peran aktif seluruh elemen terkait, termasuk mahasiswa, masyarakat, dosen terutama mereka yang telah menyandang gelar guru besar untuk mendorong Pemerintah Kabupaten Majene maupun pemerintah provinsi agar betul-betul serius melaksanakan amanah Perda. Bisa dengan membentuk Grand Design Pendidikan di Kabupaten Majene.
PEKERJAAN RUMAH
DARI TAHUN KE TAHUN
Buruknya akses ke Unsulbar juga karena Pendidikan belum menjadi fokus utama dalam menjalankan pemerintahan daerah.
Padahal, jika dikelola dengan visi yang jelas, pendidikan adalah instrumen paling strategis untuk membentuk karakter masyarakat dan mengatasi kemiskinan struktural di daerah. Selama ini hanya diucapkan dalam pidato oleh para pemangku kepentingan.
Dalam konteks pembangunan daerah, kekuatan tidak bertumpu pada proyek fisik atau seremonial belaka, melainkan pada kemampuan daerah membangun pusat pelayanan pendidikan yang mendorong lahirnya generasi kritis, adaptif, dan inovatif.
Sayangnya, di Majene, potensi itu belum dimanfaatkan secara optimal. Dua dekade sejak berbagai rencana dicanangkan, yang tampak bukan pusat unggulan pendidikan atau riset daerah, melainkan fasilitas dasar yang rusak, dan permasalahan pendidikan tak pernah diselesaikan yang kerap disepelekan bahkan oleh pemangku kebijakan daerah itu sendiri.
Apabila Perda Provinsi Sulbar Nomor 1 Tahun 2014 dan Perda Kabupaten Majene Nomor 2 Tahun 2014 tidak dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan, maka hal tersebut menunjukkan kegagalan dalam menjalankan prinsip good governance, khususnya dalam aspek rule of law. Menunjukkan lemahnya komitmen untuk menegakkan hukum sebagai instrumen rekayasa sosial (law as a tool of social engineering) yang mendorong kemajuan daerah.
Majene Unggul, Mandiri dan Religius hanya sebuah dalil. Tak akan bisa diaktualisasikan secara substansi, jika aturan-aturan itu cuma jadi pajangan di rak berdebu kantor pemerintah. Jika demikian, Majene tak bisa melangkah lebih jauh. Ia akan tetap begitu-begitu saja, bingung arah, seperti kapal tua yang goyah di tengah gelombang, ditinggal pengemudi yang sibuk pidato tapi lupa pegang kemudi.
Ombak datang bukan untuk ditonton, tapi untuk ditaklukkan. Dan Majene, harus lebih dari sekadar wacana dan implementasi yang nyata untuk menjadi Pusat Pelayanan Pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat.
Seabrek masalah pendidikan di daerah ini, bukan karena pemerintah tak punya peta jalan, tapi karena abai membaca dan mengarahkan arah pelayaran berdasarkan peta atau aturan yang sudah ada.
Dari semua ironi yang yang telah terjadi belakangan ini, komitmen pemerintah sangat diperlukan untuk fokus dan serius dalam menanggapi seluruh problematika di kota Pendidikan ini. Ketimbang membuat fokusan baru, alangkah baiknya menuntaskan pekerjaan rumah kita yang lama menumpuk.
Sesungguhnya, saat persoalan persoalan tentang Pendidikan telah terjawab sebagaimana mestinya, maka persoalan ekonomi, sosial, kehidupan bermasyarakat lainnya pun akan mengikut. Sebab akar masalah telah tuntas. (*)