Merasa Dikriminalisasi, Mardani Maming Tuding Ada Mafia Hukum

  • Bagikan
Mardani H. Maming

JAKARTA, SULBAREXPRESS – Bendahara Umum (Bendum) PBNU Mardani H. Maming tak terima ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia merasa dikriminalisasi. Maming bahkan menyebut ada indikasi keterlibatan mafia hukum dalam kasus yang menjeratnya.

Pernyataan itu disampaikan Maming lewat keterangan yang disampaikan tim komunikasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Selain menjabat Bendum PBNU, Maming memang ketua umum HIPMI. Dia menyebutkan, ada indikasi keterlibatan mafia hukum pada tudingan yang mengarah kepadanya. “Negara ini tidak boleh kalah dengan mafia hukum, anak muda harus bersatu melawan ini semua. Hari ini giliran saya dikriminalisasi,” ujar Maming.

Namun, dia tidak menjelaskan secara terperinci mafia hukum yang dimaksudnya. Maming juga tidak menerangkan mengapa dirinya merasa dikriminalisasi. Dia hanya mengatakan bahwa keberadaan mafia hukum telah menguasai dan menyandera banyak pihak. Hal tersebut, menurut dia, akan mengganggu iklim investasi di Indonesia.

“Sangat mengganggu kepastian anak bangsa berinvestasi dan saya akan bongkar bagaimana oknum aparat hukum berkolaborasi dalam kriminalisasi hukum dan bikin kekuatan bisnis bersama mafia hukum,” tegasnya.

Sebagaimana diberitakan, selain ditetapkan sebagai tersangka, Maming masuk daftar orang yang dicegah bepergian ke luar negeri sampai 16 Desember mendatang. Selain Maming, KPK mengajukan pencegahan ke imigrasi untuk adik kandung Maming, yakni Rois Sunandar.

Status tersangka Maming tertera dalam surat permohonan cegah yang diterima Jawa Pos. Dalam surat itu disebutkan, Maming terlibat dalam dugaan korupsi terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Posisi Maming dalam kasus itu adalah bupati Tanah Bumbu periode 2010–2018.

Pada bagian lain, Ketua Badan Pengembangan Inovasi Strategis PBNU Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid meminta kasus Maming tidak disangkutpautkan dengan NU.

“Saya tentu prihatin dengan ditetapkannya bendahara NU sebagai tersangka di KPK. Namun, saya memohon agar kasus ini tidak kemudian disangkutpautkan dengan institusi NU,” kata putri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut kepada Jawa Pos (grup sulbarexpress.co.id) kemarin. Yenny mendorong semua pihak menghormati proses hukum yang berlaku terhadap Maming.

Yenny mengingatkan semua pihak bahwa NU adalah institusi para ulama. Yenny menyebut, Maming tentu punya hak untuk membantah segala tuduhan korupsi. Tentu bantahan itu mesti menyertakan bukti-bukti yang relevan. ”Kita perlu pula memakai asas praduga tak bersalah sampai pada pembuktian dari proses pemeriksaan yang bersangkutan,” imbuh mantan komisaris Garuda Indonesia tersebut.

Sementara itu, hingga kemarin KPK belum membeberkan konstruksi detail kasus dugaan korupsi Maming. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menegaskan, pihaknya akan membeberkan konstruksi kasus bersamaan dengan upaya penahanan atau penangkapan. Itu merupakan kebijakan yang diberlakukan KPK semenjak dipimpin Firli Bahuri dkk.

“Konstruksi lengkap perkaranya dan siapa tersangkanya akan disampaikan ketika dilakukan upaya paksa penahanan ataupun penangkapan,” kata Ali saat dikonfirmasi.

Ali menegaskan, penyidikan kasus tersebut tentu didasarkan pada kecukupan alat bukti sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Alat bukti itu, kata dia, di antaranya berupa keterangan saksi, ahli, atau terdakwa. Ada pula bukti berupa surat maupun petunjuk lain. ”Suatu kasus naik ke tahap penyidikan tentu karena kecukupan minimal dua alat bukti dimaksud,” ungkapnya.

Terkait tudingan kriminalisasi terhadap Maming, Ali menegaskan bahwa KPK sangat memegang prinsip penegakan hukum yang tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum. Prinsip itu berlaku pada semua penanganan perkara di KPK. ”KPK berharap pihak-pihak tertentu tidak mengembuskan opini tanpa landasan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya. (jpc)

  • Bagikan

Exit mobile version