Sandeq Race Rute Sulbar-Kaltim Berbahaya, Ini Analisis Peneliti Sandeq!

  • Bagikan
Aksi para pelaut Mandar dalam Sandeq Race beberapa tahun sila dengan rute Mamuju-Makassar. -- foto: muhammad ridwan alimuddin --

MAMUJU, SULBAREXPRESS – Rencana Pemprov Sulbar untuk menggelar kembali Sandeq Race tahun ini patut diapresiasi. Tapi menentukan rute dari Sulbar menuju Kalimantan Timur (Kaltim) itu patut ditimbang dengan matang dan penuh persiapan.

Praktisi Sandeq Race yang juga peneliti Perahu Sandeq, Muhammad Ridwan Alimuddin menjelaskan, secara teknis, Sandeq bisa berlayar ke Kalimantan. Itu sering dilakukan di masa silam. Tapi Sandeq Race dengan rute, misalnya Polewali atau Majene atau Mamuju, menuju Kaliamtan Timur, itu perlu dipikir matang-matang.

“Ini karena persiapannya praktis hanya tersisa satu bulan. Yang harus diperhatikan adalah kesiapan perahu Sandeq yang akan diikutkan. Ini kan sudah dua sampai tiga tahun Sandeq tidak digunakan. Beberapa bagiannya sudah rusak, lapuk,” ujar pria yang sejak 2002 lalu sudah terjun dalam penyelenggaraan Sandeq Race, Rabu malam, 22 Juni 2022.

Ia melanjutkan, misalnya saja pada bagian palatto dan pallayajarang, bagian ini cukup penting dan pengadaannya agak susah. Bahan baku sulit diperoleh dan mahal.

“Selanjutnya, apakah para pelaut siap menyiapkan perahu dan berlayar dalam waktu dekat? Kan sebagian dari mereka sedang sibuk menangkap telur ikan terbang. Harganya pun cukup tinggi, Rp 700 ribu – Rp 800 ribu/kg. Tentu mereka akan mikir-mikir meninggalkan musim perburuan untuk ikut lomba perahu tanpa ada kejelasan apa yang mereka bisa dapatkan,”

Jadi, sebelum menetapkan untuk melaksanakan Sandeq Race Sulbar-Kaltim, harus disurvei dulu kesiapan perahu dan pelayarnya serta rute yang akan ditempuh, apakah sepenuhnya lomba atau tidak.

“Yang saya maksud, memang pelayar sudah biasa melalui rute, misal Polman – Majene – Mamuju. Tapi yang ke Kaltim bagaimana? Mau dilombakan juga? Bisa, tapi berbahaya. Perahu Sandeq untuk Sandeq Race tidak didesain bisa berlayar lama di laut. Ukurannya kecil, tidak bisa membawa logistik banyak,” kata Ridwan.

“Okelah, itu bisa dibawa kapal pengantar. Tapi karena rute yang sangat jauh, lebih kurang 500 Km, hampir dua kali lipat dari rute Sandeq Race Mamuju – Makassar, itu sulit melakukan, di mana finish? Misalnya lagi start dari Mamuju pada pagi hari, kemungkinan besar mereka akan tiba di Pulau Ambo malam hari. Dengan asumsi angin bagus betul,” ungkapnya secara detil.

Tapi, lanjut Ridwan, realitas di perairan tidak seperti itu. Arus kencang bisa mendorong perahu menyimpang dari rute yang sudah direncanakan. Siapa yang bisa mengawasi kalau ada perahu yang ditarik? Lalu kalau tiba malam?
Perairan di sana kan juga banyak karang, itu berbahaya bagi Sandeq yang dilayarkan pelaut yang jarang lewat situ.

“Usul saya, ada tahap lomba di pesisir Sulbar. Tapi di Kepulauan Balabalakang tidak harus semua. Misalnya, sandeq ditarik dari Mamuju sampai Pulau Popoongan. Nanti dari pulau itu bisa lomba ke Pulau Salissingang. Dari Pulau Salissingan bisa lomba lagi ke Kaltim. Tapi harus dicek dulu posisi finishnya di mana dan bagaimana kondisi perairan di sana,” papar Ridwan.

“Kalau metode di atas dipakai, bisa hemat waktu dan para pelaut juga tidak terlalu khawatir. Dengan hemat waktu, bisa hemat biaya,” demikian Ridwan menambahkan. (ham)

  • Bagikan