Terkait Polemik Honorer, Pemda Jangan Salah Kaprah!

  • Bagikan
Ilustrasi honorer

JAKARTA, SULBAREXPRESS – Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah masih jadi polemik.

Banyak Pemda multitafsir dengan SE tersebut, sehingga ada yang sudah merencanakan memberhentikan honorer. Sejumlah pemda malah sudah merumahkan tenaga honorernya.

Karo Humas Kemenpan-RB Mohammad Averouce menegaskan, tujuan dasar SE Menpan-RB sebenarnya bukan menghapus honorer, tetapi menata pegawai non-ASN.

“Jangan diframing penghapusan. Baca SE Menpan-RB dengan baik, karena tujuannya menata pegawai non-ASN,” kata Averouce, Rabu 22 Juni 2022 sebagaimana dikutip dari jpnn.com (grup sulbarexpress.co.id).

Dia menjelaskan, dalam SE Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022, pemerintah ingin menyelesaikan masalah honorer yang telah bekerja di lingkungan instansi pemerintah.

Upaya penyelesaian honorer ini, sudah dilakukan sejak 2005 lewat PP Nomor 48 Tahun 2005 jo PP Nomor 43 Tahun 2007. Kemudian diubah lagi dengan PP Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi PNS. Kebijakan ini kemudian berlanjut dengan lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Di dalam UU ASN Pasal 5 menyebutkan, pegawai ASN terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Nah, Pasal 6 UU ASN menyebutkan pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara,” ujarnya.

Kemudian, tambah Averouce, PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK mengamanatkan jabatan-jabatan yang bisa diisi diatur dalam Perpres. Nah, sejumlah regulasi tentang jabatan-jabatan tersebut sudah diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2020, Kepmenpan-RB Nomor 76 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Kepmenpan-RB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional yang Bisa Diisi PPPK. “Jadi, ada 187 jabfung yang bisa diisi PPPK, salah satunya adalah guru,” tegasnya.

Lanjut dikatakannya, dengan SE Menpan-RB, setiap instansi diminta tidak lagi merekrut honorer. Pemda maupun pusat harus menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.

“Yang memenuhi persyaratan menjadi CPNS dan PPPK diarahkan ikut seleksi CASN,” ucapnya.

Dia menambahkan, jika instansi pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga.

Status tenaga alih daya (outsourcing) tersebut bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan. “Pengemudi, tenaga kebersihan, satuan pengamanan tidak ada dalam regulasi jabatan yang bisa mengisi PPPK, makanya dialihkan ke outsourcing,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo kembali bersuara soal polemik penghapusan honorer.

Dia menegaskan Surat Edaran Menpa-RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang ditandatanganinya pada 31 Mei bukan memberhentikan honorer secara massal. Pemerintah daerah justru diminta untuk melakukan penataan honorer yang ada untuk kemudian diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam SE Menpan-RB juga disebut, pemda diarahkan untuk mengalihkan honorer ke CPNS, PPPK, dan outsourcing. Dalam SE itu disebutkan yang dialihkan ke outsourcing adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. “Jadi, bukan diberhentikan secara massal, tetapi ditata ulang,” kata Menteri Tjahjo di Jakarta, Selasa 21 Juni 2022.

Lebih lanjut Menteri Tjahjo mengatakan penataan pegawai non-ASN atau honorer pada pemerintah pusat maupun daerah adalah bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.

Sebab, tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer berdampak pada pengupahan yang kerap kali di bawah upah minimum regional (UMR). Menteri Tjahjo menyatakan strategi ini adalah amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang disepakati bersama DPR RI.

“Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR,” jelas Menteri Tjahjo.

Dia menambahkan banyak anggapan yang mengatakan bahwa pengangkatan tenaga non-ASN adalah perintah pemerintah pusat, padahal itu salah. Sejak tahun lalu, rekrutmen tenaga honorer diangkat secara mandiri oleh masing-masing instansi.

Menteri Tjahjo mengatakan agar ada standardisasi rekrutmen dan upah, kini tenaga honorer itu diharapkan bisa ditata. Dengan skema itu, jelas Tjahjo, pengangkatan honorer harus sesuai dengan kebutuhan instansi.

Untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR, maka model pengangkatannya melalui outsourcing.

“Yang saat ini statusnya honorer tidak langsung diberhentikan tahun 2023. Tenaga non-ASN tetap dibutuhkan, hanya pola rekrutmennya ke depan harus sesuai kebutuhan mendapat penghasilan layak, setidaknya sesuai UMR,” kata mantan menteri dalam negeri ini.

Pemerintah juga mendorong tenaga honorer K2 atau tenaga non-ASN lain untuk ikut seleksi calon ASN. Seleksi ini bisa diikuti oleh tenaga honorer melalui jalur calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sesuai dengan pemenuhan syarat masing-masing individu. (jpnn/ham)

  • Bagikan