Tradisi Masyarakat Mandar di Bulan Muharram adalah Bentuk Bertawasul

  • Bagikan
KH. Muhammad Syibli Sahabuddin

MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Tahun baru Islam atau hijriyah merupakan salah satu peristiwa paling penting bagi seluruh umat Islam. Berbagai macam tradisi pun dilakukan sebagai bentuk pemaknaan sarana berdoa kepada Allah SWT.

Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 H jatuh pada Sabtu 30 Juli 2022. Tahun baru Islam berkaitan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Bagi masyarakat Mandar, ragam tradisi memeringati bulan Muharram dimaknai sebagai bentuk bertawasul atau berdoa kepada Allah SWT melalui perantara.

Sebagian besar masyarakat Mandar masih memelihara tradisi itu. Misalnya dengan membeli peralatan dapur.
Peralatan dapur itu dimaknai sebagai bentuk perantara untuk menjemput rejeki sekaligus untuk berdo’a kepada Allah SWT. Karena Muharram dianggap sebagai bulan sakral atau mulia.

“Sebenarnya tidak ada hubungannya dengan agama. Karena ini adat. Tapi kalau memang harus dikaitkan, saya mau katakan kalau tradisi itu sama dengan bertawasul. Jadi kita berdoa melalui perantara, seperti peralatan rumah tangga,” ujar tokoh Nahdlatul Ulama (NU) tanah Mandar, KH. Muhammad Syibli Sahabuddin.

Adapun waktu untuk membeli peralatan dapur itu, kebanyakan dari tanggal 1 sampai 10 Muharram. Namun ada juga yang percaya bahwa membeli peralatan dapur bisa sepanjang bulan Muharram itu. “Sehingga orang tua kita sejak dulu memelihara tradisi itu,” ucapnya.

Selain tradisi membeli peralatan dapur, kata KH. Syibli, ada beberapa kebiasaan masyarakat Mandar yang sudah jarang dijumpai di bulan Muharram.Misalnya tradisi Massapu-sapu Ulu (mengelus kepala). Tradisi ini biasanya dilakukan kepala anak yatim, sekaligus memberikan santunan kepada mereka pada 10 Muharram.

Mereka yang ingin berbagi akan mengelus-elus kepala anak yatim piatu sambil menyerahkan santunan. Maknanya diartikan, lanjut KH. Syibli, sebagai doa panjang umur.

“Meski begitu, tradisi-tradisi pada bulan Muharram itu diakui mulai memudar. Sebab, banyak orang mulai cuek, karena menganggap tradisi itu hanya sebatas rutinitas tahunan. Padahal tradisi itu ada nilai ritualnya,” tandas KH. Syibli. (idr/ham)

  • Bagikan