Mahfud MD Ungkap Upaya Kelompok Ferdy Sambo Kondisikan Kasus Brigadir J

  • Bagikan

JAKARTA, SULBAR EXPRESS – Menko Polhukam Mahfur MD mengungkap upaya orang-orang dekat atau pendukung Irjen Ferdy Sambo yang terus berusaha mengaburkan fakta kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, hingga membuat orang-orang percaya dengan skenario yang dibuat mantan Kadiv Propam tersebut. 

Hal itu diungkapkan Mahfud MD, dalam podcast Deddy Corbuzier yang tayang di channel YouTube Deddy Corbuzier, Minggu 14 Agustus 2022. 

Menurut Mahfud, tiga hari setelah kasus pembunuhan terhadap Brigadir J, Ferdy Sambo menghubungi beberapa pihak dan memanggilnya untuk bertemu, bahkan dalam pertemuan itu orang-orang hanya mendengarkan curhat Sambo yang ketika itu diiringi dengan tangisan, seolah-olah ia dizalimi. 

“Kemarin yang kita berdebar-debar itu kan skenario tembak menembak ya, itu bukan main pra kondisinya. Sebelum skenario itu dimunculkan, kan tidak banyak yang tahu bahwa misalkan ada jebakan psikologis kepada orang-orang tertentu untuk mendukung bahwa itu tembak menembak. Siapa itu, satu Kompolnas,” ungkap Mahfud MD. 

Menurut Mahfud MD, Kompolnas pada hari Senin 11 Juli 2022 mendatangi Kadiv Propam di kantornya.

“Hanya untuk nangis didepan Kompolnas. Yang dari Kompolnas itu Mbak Pungky, terus dia pulang, gak ngerti apa-apa,” ungkap Mahfud MD.

Mahfud menduga hal itu dilakukan oleh Ferdy Sambo dalam upaya mengkondisikan secara psikologis, terhadap orang-orang yang akan menyoroti kasusnya tersebut. 

“Agar ada orang yang nanti membela, menyatakan bahwa itu terdzalimi, dan itu kan betul, Kompolnas maupun Komnas HAM langsung bilang gitu (membela Sambo), semula,” tutur Mahfud MD. 

“Ada suatu pengkondisian untuk mengatakan, bahwa itu dizalimi,” tegas Mahfud MD lagi. 

Bahkan menurut Mahfud MD, ada beberapa anggota DPR yang juga dikondisikan secara psikologis oleh Ferdy Sambo.

“Tapi orangnya saya telpon, gak mau diangkat, mau saya tanya itu kan (Pengkondisian Ferdy Sambo),” tuturnya. 

Ditegaskan lagi oleh Mahfud MD bahwa Ferdy Sambo saat itu melakukan pra kondisi dan menciptakan keprihatinan bahwa ia adalah korban terzalimi, karena istrinya dilecehkan. 

“Saya rapat dengan Kompolnas dan Komnas HAM, masih berkali-kali terpengaruh oleh pola pikir itu (doktrin Sambo),” ungkapnya. 

Bahkan, lanjut Mahfud MD, ia kemudian sempat memanggil Benny Mamoto Kompolnas untuk menanyakan logika-logika lain mengenai kasus Brigadir J tersebut.

Mahfud Mengungkap, Benny Mamoto kemudian menjelaskan bahwa ketika ada kejadian tersebut, ia langsung menuju ke Polres Jakarta Selatan dan mendapatkan penjelasan seperti yang di skenariokan oleh Ferdy Sambo, bahwa ada tembak menembak dan terjadi pelecehan seksual. 

“Saya bilang kenapa anda langsung percaya? kan itu gak masuk akal (skenario Sambo, red). Tidak ada kaitan satu cerita dengan cerita lainnya, faktanya apa, itu ndak mungkin begitu,” tutur Mahfud MD. 

Maka itu, lanjut Mahfud, setelah itu ia meminta kepada seluruhnya untuk merubah kerangka pikir mengenai kasus tersebut, yaitu tidak ada pelecehan seksual dan tidak ada tembak menembak.

Menurut Mahfud MD, skenario Ferdy Sambo akhirnya bisa terbongkar dan saat ini masih terus dilakukan pendalaman oleh tim penyidik Polri.

Adapun mengenai motif pembunuhan, hingga missing link yang hilang antara hari Jumat 8 Juli 2022 hingga hari Senin 11 Juli 2022, tentang apa yang terjadi di rumah Ferdy Sambo, Mahfud meminta agar semuanya bersabar.

“Apa yang terjadi hari Jumat sore sampai Senin sore (8-11 Juli 2022), di tempat itu dan orang-orang itu kemana, kan belum ada yang tahu. Nanti biar diungkap di pengadilan,” tegas Mahfud MD. 

Sebagaimana diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Para tersangka itu antara lain Bharada Richard Eliezer Pudhiang Lumiu (Bharada E), Brigadir Ricky Rizal (Brigadir RR), Bripka Kuat Ma’ruf (Bripka KM) dan yang terakhir adalah Irjen Ferdy Sambo (Irjen FS).

Dua orang tersangka yaitu Brigadir RR dan Irjen FS bahkan disangkakan dengan pasal 340 KUHP/pembunuhan berencana, dengan ancaman maksimal hukuman mati. (fin)

  • Bagikan