Jadi Ketua Bawaslu Sulbar, Fitrinela Perempuan Pertama Pimpin Bawaslu Provinsi

  • Bagikan

MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Fitrinela Patonangi didaulat sebagai Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulbar menggantikan Sulfan Sulo yang berakhir masa jabatannya.

Doktor Ilmu Hukum Unhas ini terpilih melalu pleno, usai pelantikan tiga anggota Bawaslu periode 2022-2027 di Jakarta, Rabu lalu. Fitrinela menjadi perempuan pertama yang menduduki posisi ketua pada lembaga pengawas Pemilu di segala tingkatan sejak terbentuk, 8 April 2008 silam.

Akrab disapa Fitri. Dia menekankan, jabatan ketua merupakan tanggung jawab besar dan berkomitmen terus menjaga kualitas demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu serta Pilkada yang adil dan berintegritas.

“Ketegasan sikap untuk menghindari dan mencegah intervensi dari berbagai kepentingan merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang pemimpin,” ujar perempuan kelahiran Polewali Mandar.

Dalam keterangan resminya, dia memaparkan, orientasi utama Bawaslu dalam mengawal Pemilu dan Pilkada 2024 adalah pencegahan. Strategi utamanya, yakni terhadap potensi yang merusak arti kedaulatan masyarakat.

Selanjutnya, pencegahan terhadap pola hubungan yang berpotensi mendegradagasi netralitas pribadi maupun kelembagaan. Sebab mindset terpenting adalah kedaulatan pribadi dan lembaga dalam menjamin keadilan proses penyelenggaraan pemilihan bagi masyarakat.

“Mengingat tahapan yang panjang, perlu persiapan matang dari sisi regulasi hingga peencegahan di lapangan. Aturan perundangan baik produk hukum Bawaslu maupun UU Pemilu telah memberi model dan teknis yang cukup baik dalam proses pengawasan. Namun yang perlu menjadi perhatian, yakni perubahan era digitalisasi. Sebab mengharuskan adanya adaptasi dan transformasi terhadap model pencegahan saat ini,” urai Fitri.

Menurutnya, kerawanan tahapan Pemilu bukan lagi sekadar fisik atau langsung. Namun hadirnya media sosial memberi celah bentuk ujaran kebencian, hoax, dan kampanye hitam. Bisa berdampak pada polarisasi masyarakat dan meruntuhkan kualitas demokrasi.

“Dalam hal ini diperlukan kehadiran regulasi atau peraturan yang tidak hanya bersandar pada produk hukum non Perbawaslu seperti UU ITE. Sehingga terdapat produk hukum tersendiri seperti peraturan Bawaslu yang terfokus pada penanganan dan kerawanan di dunia digital,” tutup Fitrinela. (chm)

  • Bagikan