Siswa MTs Sipamandar berusaha Betah Belajar Berimpitan di Bangunan Darurat

  • Bagikan
Siswa MTs Sipamandar dalam kondisi ruangan tak memadai.

PULUHAN siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sipamandar terpaksa duduk berimpitan sambil mengikuti pelajaran setiap hari. Menempati ruang kelas yang sempit dan masih berupa bangunan darurat. Namun, mereka terlihat bersemangat mengikuti pembelajaran dalam kondisi seadanya.

Laporan:
M. Danial
Polewali Mandar

MTs Sipamandar merupakan binaan Yayasan Arrahman Maulana Hafid di Beroangin, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Didirikan pada 2014 dan menerima siswa baru mulai tahun ajaran 2014/2015. Tahun pertama sebanyak 27 orang, kini seluruhnya 108 siswa yang terbagi tiga kelas. Mereka terpaksa betah setiap hari belajar dalam ruangan yang sempit. Tidak berlebihan menyebut ruangan seadanya.

Menurut Abdul Rahman, ketua yayasan yang menaungi MTs Sipamandar, jumlah siswa barunya terus meningkat setiap tahun. Namun, ia sangat merasakan kendala karena belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk kelancaran dan kenyamanan siswanya mengikuti pembelajaran.

Menurut Rahman, pihaknya sudah beberapa kali mengajukan permohonan bantuan. Dan sampai sekarang terus berharap perhatian pemerintah maupun pihak lain yang peduli pada pendidikan. Karena itulah, pembelajaran masih berlangsung dengan sengaja keterbatasan.

“Sudah sering saya mengajukan permohonan (bantuan), tapi sampai sekarang belum ada. Makanya proses belajar siswa tetap seperti sekarang, berlangsung dengan keterbatasan,” ungkapnya, ditemui beberapa hari lalu.

Puluhan siswa MTs Sipamandar mengikuti pembelajaran pada bangunan sekira 4 x 12 meter yang terbagi dua sebagai ruang belajar. Bangunan terbuat dari kayu, sebagian besar berlantai tanah, berdinding papan seadanya, dan atap berupa seng bekas. Sebagian lainnya di ruangan lain berukuran sekira 8 x 8 meter yang disiapkan sebagai musalah. Meja dan kursinya  terlihat jelas merupakan mobiler bekas. Rahman menyebut meja dan kursi bekas itu sumbangan dari beberapa pihak, antara lain MAN Polman.

Rahman mengakui bangunan darurat MTs tersebut dididirikan dengan swadaya pribadi. Bahkan, menggunakan dana pensiun istrinya yang purna bhakti sebagai guru SDN beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, pembelajaran siswa menumpang di rumah dinas guru SDN 58 Beroangin yang kosong dan letaknya berdampingan dengan MTs Sipamandar. Sebagian lainnya memanfaatkan bangunan kosong milik warga setempat.

“Awalnya kita menumpang. Pernah di  rumah dinas guru di sebelah (SDN 58 Beroangin) yang kebetulan kosong, pernah juga memanfaatkan bangunan kosong milik warga. Seiring dengan itu, kita mengupayakan ruang kelas sendiri berupa bangunan darurat, mengingat  jumlah siswa dari tahun ke tahun makin banyak,” jelas Rahman.

Pensiunan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Polewali Mandar itu, mengatakan upayanya membuka sekolah (MTs) karena banyak anak warga setempat yang enggan melanjutkan pendidikan setelah tamat SD karena akses ke lokasi SMP atau MTs cukup  jauh. Siswa MTs Sipamandar berasal dari dua desa: Beroangin dan Sattoko.

Sejak adanya MTs Sipamandar, masyarakat makin antusias mempercayakan pendidikan anaknya. MTs yang kini dibina 10 orang guru dan tiga tenaga administrasi, telah lima kali menamatkan siswa.

Semua tenaga guru dan tenaga administrasi berstatus sukarela. Bersyukur, MTs tersebut telah mendapat pengakuan dengan akreditasi C, dan memperoleh dana bantuan operasional sekolah (BOS). Rahman mengatakan, dana BOS itulah yang digunakan menggaji tenaga guru dan tenaga administrasi.

“Alhamdulillah, madrasah kami disambut antusias warga menyekolahkan anaknya di sini.   Soalanta mereka berpikir (berat) untuk lanjut, karena lokasi sekolah terlalu jauh,” tandasnya. Rahman bersyukur juga karena siswanya tetap semangat mengikuti pembelajaran walau kondisinya serba terbatas.

Salah satu siswa, Ikbal, mengatakan terpaksa berusaha betah untuk bisa fokus mengikuti pembelajaran karena duduk berdesak-desakan dalam ruang kelas. Selain karena keterbatasan sekolahnya, untuk bersekolah di tempat lain jaraknya cukup jauh. Ikbal dan teman-temannya berharap perhatian pemerintah untuk pengadaan sarana dan prasarana sekolahnya.

“Kami mengharapkan pemerintah memberi perhatian, supaya sekolah kami memiliki juga bangunan dan kelengkapan lain seperti sekolah lain, sehingga kami bisa merasakan juga belajar dengan nyaman,” tutur siswa kelas VIII itu. (*)

  • Bagikan