Ayah-Anak Disabilitas, Menahun di Gubuk Reot di Pinggir Hutan

  • Bagikan
Penulis bersama ayah dan anak disabilitas, menahun di gubuk reot di pinggir hutan.

SEORANG pria lansia penyandang disabilitas bernama Bija (62) menjalani hidup berdua dengan putranya yang juga disabilitas.

Catatan:
M. Danial
Mamasa, Sulbar

Bija hanya bisa berjalan dengan sebelah kaki yang ditopang tongkat, dan tangan kanannya tidak memiliki jari tengah. Sedangkan putranya, Sanjaya sejak lahir 21 tahun lalu hanya tergolek di tempat tidur seperti bayi.

Ayah dan anak penyandang disabilitas tersebut, selama bertahun-tahun tinggal di gubuk berukuran tidak lebih 3×4 meter. Terletak di pinggir hutan Dusun Panampu, Desa Salumokanan Utara, Kecamatan Rantebulahan Timur, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Bija tanggal berdua dengan Samjaya setelah ditinggalkan istri dan beberapa anaknya.

Untuk hidup sehari-hari, Bija harus bersusah payah berjalan dengan kaki sebelah yang ditopang tongkat kayu untuk mencari kayu bakar dalam hutan. Karena kondisi alam setempat, ia kerap terpaksa merangkak menapaki bukit atau menuruni jurang.

Hasil penjualan kayu bakar digunakan untuk membeli atau ditukar dengan beras dan kebutuhan lain. Kayu bakar biasanya dijual seharga Rp5.000 per ikat.

Bija memiliki juga keterampilan yang didapatkan secara otodidak memperbaiki kerusakan ringan radio, balon listrik, dan payung. Selain itu, membuat pengeras speaker (pelontar suara) sederhana menyerupai Toa dengan cara memodifikasi barang elektronik bekas dengan ember atau jeriken bekas.

“Hasil mencari kayu bakar, upah memperbaiki radio, lampu, payung, tidak seberapa yang saya peroleh. Tapi itulah yang ada, kadang juga saya harus pasrah tidak makan karena sama sekali tidak ada beras untuk dimasak,” jelas Bija.

Matanya berkaca-kaca, sambil memandang Samjaya tergolek tanpa daya.

Kisah hidup Bija yang memprihatinkan diberitakan media menjadi perhatian serta empati pihak Kemensos dan beberapa pihak.

Beberapa dermawan berdonasi melalui aksi sosial #berbuatbaik untuk meringankan kesulitan hidup ayah-anak penyandang disabilitas tersebut. Termasuk membuatkan rumah yang layak huni.

Kekinian, Bija dan Samjaya menempati rumah layak huni hasil donasi #berbuatbaik. Rumah tersebut berukuran meter 4×5 meter seng, berlantai semen dan berdinding papan. Selain dilengkapi dapur dan toilet sebagai sebuah rumah layak huni, terlihat juga alas tidur (kasur) dan lemari pakaian.

Penempatan toilet berdekatan dengan tempat tidur, memungkinkan Bija lebih mudah mengurusi Samjaya untuk buang air dan mandi. Karena kondisi yang dialami Samjaya sejak lahir, buang air dan mandi hanya bisa dilakukan di tempat pembaringanya.

Bija menyatakan bersyukur dan terima kasih sehingga kini bisa menempati rumah yang layak beserta perlengkapannya. Ia mengatakan sudah terlindung dari panas matahari, tidak kedinginan di malam hari, dan tidak kuatir lagi basah saat hujan turun, seperti yang dialami selama tinggal di gubuk reot.

“Terima kasih para orang baik yang telah membantu, sehingga saya punya rumah begini. Saya dan Samjaya sudah terlindung dari panas matahari, tidak kedinginan lagi di waktu malam, tidak basah juga kalau hujan turun,” tuturnya, saat disambangi, Kamis 25 Mei 2023.

Walau sudah memiliki rumah layak huni, Bija dan Samjaya tetap membutuhkan perhatian untuk hidup sehari-hari. Apalagi, menurut pengakuannya, selama ini tidak pernah tersentuh bantuan pemerintah untuk orang miskin seperti beras dan kebutuhan lain.

“Saya hanya dengar-dengar ada bantuan beras untuk orang miskin, tapi saya yang lebih miskin dari yang lain tidak pernah dapat bantuan,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan